Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap

Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel askep, Artikel askep pdf, Artikel asuhan keperawatan, Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap
link : Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap

Baca juga


Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap

Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino)
BAB II
ALBINISME


2.1 Definisi
Albinisme berasal dari bahasa Latin yaitu albus yang artinya putih. Albinisme merupakan kelainan bawaan berupa ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin di kulit, rambut ataupun mata. Kegagalan pembentukan melanin tersebut disebabkan oleh ketiadaan atau kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim yang mengandung tembaga dan terlibat dalam pembentukan melanin. Kegagalan ini dapat terjadi secara sempurna atau hanya parsial. Seseorang yang tidak memiliki pigmen melanin sama sekali atau amelanisme dinamakan albino, sedangkan individu yang mengalami kekurangan melanin dinamakan albinoid.
Albinisme merupakan gangguan pada produksi melanin, tidak didapatkan enzim tirosinase (tirosinase-negatif), sehingga kulit dan rambut seluruhnya berwarna putih serta mata berwarna merah (juga terdapat pigmentasi pada iris). (Robin & Burns, 2005).

2.2 Etiologi
Albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat ditransmisi melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar albinisme terjadi karena memiliki gen albino dari kedua orang tuanya. Salah satu pengecualiannya ialah dimana pada satu tipe albinisme ocular, yang diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya.

Bisa juga karena mutasi pada sejumlah kromosom (11, 15, 9, 5, X autosomal recessive inheritance)

2.3 Manifestasi Klinis
Pada dasarnya albinisme dibagi menjadi dua macam yaitu
  1. Albinisme okulonutaneus
Albinisme ini terjadi pada mata, kulit, dan rambut. Kebanyakan penderita Nampak putih atau sangat pucat karena tidak ada sama sekali melanin yang memberikan warna pada kulit (hitam, coklat, atau kekuningan). Penderita albinisme tipe ini memiliki kulit yang rentan terhadap radiasi ultraviolet dan sinar matahari. Kulit sangat mudah terbakar bila terpapar matahari terlalu lama karena tidak ada melanin yang bertanggung jawab sebagai pelindung terhadap radiasi sinar UV.

  1. Albinisme okuler
Albinisme yang hanya mengenai mata. Biasanya pasien memiliki warna mata biru muda. Jika manusia normal dengan mata biru atau coklat, hal ini sangat berbeda dengan penderita albinisme. Penderita albinisme okuler, dapat memiliki warna mata merah, merah muda, atau ungu, bergantung pada kandungan melanin yang ada. Makin sedikit melanin yang terkandung, maka makin jelas warna merah retina yang terlihat dari lapisan iris. Kurangnya melanin di mata juga menimbulkan masalah penglihatan, baik yang terkait maupun yang tidak terkait pada fotosensitivitas.

Secara umum penderita albinisme dapat menjalani hidup dengan pertumbuhan dan perkembangan seperti halnya orang normal karena kelainan ini tidak bersifat mematikan. Namun ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin penderita albinisme dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit dan masalah kesehatan lainnya.

Gejala yang timbul akibat albinisme, adalah sebagai berikut.
  1. Kulit
Perubahan warna pada kulit menjadi putih susu. Namun, perubahan pigmentasi ini tidak selalu menjadi putih susu, dapat berkisar dari putih ke coklat. Orang dengan gangguan albinisme jika sering terkena paparan sinar matahari, maka dapat timbul bintik-bintik yang menyerupai tahi lalat berukuran besar pada wajah dan tubuh.

  1. Rambut
Warna rambut dapat berubah menjadi putih atau coklat. Pada orang keturunan Asia dan Afrika yang mengalami albinisme, rambut bisa Nampak kuning atau coklat kemerahan.

  1. Mata
  1. Nystagmus, mata selalu bergerak dengan sangat cepat dan tidak dapat terarah pada titik yang sama.
  2. Strabismus dimana mata tidak bisa bergerak serempak atau kedua mata tidak bisa mengarah pada titik yang sama
  3. Gangguan rabun jauh
  4. Fotofobia atau gangguan sensitivitas terhadap cahaya
  5. Akibat iris kekurangan pigmen, iris terlihat transparan sehingga iris tidak dapat menghalangi cahaya yang masuk ke dalam mata. Akibatnya, mata tampak merah bila terkena pencahayaan.

2.4 Patofisiologi
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan karena tubuh tidak mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi beta-3,4-dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya dirubah menjadi pigmen melanin. Pembentukan enzim yang merubah tirosin menjadi melanin ditentukan oleh gen dominan A sehingga orang normal dapat mempunyai genotip AA atau Aa. Orang albino tidak memiliki gen dominan A sehingga homozigotik aa. Kelainan ini dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan karena gen penyebab albinisme ini terletak dalam autosom. Terdapat beberapa tipe albinisme, antara lain Oculocutaneus Albinisme (OCA) dan Ocular Albinisme (OA). Pada OCA terdapat kekurangan sintesis melanin pada kulit, ambut dan mata. OCA dibagi menjadi dua tipe yakni tyrosinase-negative type dan tyrosine-positive type. Dalam kasus dari albino tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena alasan tertentu yang secara tidak langsung melibatkan enzim tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif, enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi nonfungsional diproduksi. Semua tipe OCA merupakan pewarisan autosomal resesif. dalam beberapa keluarga, OCA terjadi pada lebih dari satu generasi dan hal ini merupakan hasil dari pseudodominance. Berbeda dengan OCA, OA merupakan pewarisan terpaut kromosom X resesif (OA1). Pada OA, hipopigmentasi terutama terlihat jelas pada mata dibandingkan dengan OCA. Gen untuk OA1 berlokasi di lengan P kromosom X, lebih tepatnya di Xp22.3-Xp22.2 di antara markers DXS237 dan DXS143.4. Pada Ocular Albinisme ( OA ) biasanya tidak mempengaruhi kulit. OA ditandai dengan perubahan dalam sistem optik hanya tidak ada perbedaan klinis pada kulit dan warna rambut.

Albinisme Oculocutaneous ( OCA ) adalah kelainan bawaan yang langka dimana jumlah melanosit normal tetapi produksi melanin jarang atau tidak ada sama sekali. OCA terjadi pada semua ras di seluruh dunia . Albinisme Oculocutaneous meliputi pengembangan saluran optik yang abnormal dimanifestasikan oleh hipoplasia foveal dengan fotoreseptor menurun . Sebagian besar kasus OCA adalah autosomal resesif , warisan dominan autosomal jarang. Ada 4 bentuk genetik utama :
  1. Tipe I : absen ( OCA1A , 40 % dari semua OCA ) atau dikurangi (OCA1B ) aktivitas tirosinase , tirosinase mengkatalisis beberapa langkah dalam sintesis melanin
  2. Tipe II : ( 50 % dari semua OCA ) disebabkan oleh mutasi pada gen P. Fungsi protein P belum diketahui. Aktivitas tirosinase ada.
  3. Tipe III hanya terjadi pada orang dengan kulit gelap. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen protein 1 - tirosinase terkait yang produknya adalah penting dalam sintesis eumelanin.
  4. Tipe IV adalah bentuk yang sangat langka di mana cacat dalam gen yang mengkode protein transporter membrane. Tipe IV adalah bentuk paling umum dari OCA di Jepang.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada penderita albinisme ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan retina oleh dokter mata. Biasanya pada penderita akan ditemukan kelainan pada fungsi pandangan berupa nystagmus, strabismus, fotopobia. Bisa juga dilakukan pemeriksaan Elektroretinogram yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan gelombang otak yang dihasilkan oleh cahaya di dalam mata dan bisa menunjukkan adanya kelainan pada system penglihatan pada penderita albinisme okuler.

2.7 Penatalaksanaan
  1. Perlindungan sinar matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena cahaya matahari untuk melindungi kulit premature atau kanker kulit. Baju penahan atau pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.

  1. Bantuan daya lihat
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan bifocals (dengan lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa atau teleskop

  1. Pembedahan pada mata
Pembedahan dilakukan pada otot mata hal itu bertujuan untuk menurunkan nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan nistagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi masing-masing individu. Namun harus diketahui, pembedahan tidak akan mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya lihat binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk “crossed eyes” dari strabismus), pembedahan berfungsi membantu daya lihat dengan memeperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).

  1. Komplikasi
  1. Resiko kulit terbakar karena sinar matahari
  2. Kanker kulit
  3. Timbul gangguan citra diri, harga diri rendah, dan stres karena penampakan kullit yang berbeda
  4. Gangguan penglihatan disebabkan karena abnormalitas saraf penghubung antara otak dengan mata, khususnya retina. Sehingga menimbulkan nistagimus, astigmatisme dan gangguan jarak pandang dekat maupun jauh

  1. Prognosis
Albinisme tidak dapat disembuhkan. Gangguan mata pada albinisme dapat diobati. Hindari sinar matahari penting untuk mencegah kerusakan pada mata dan kulit. Penderita albinisme biasanya mengalami penurunan atau gangguan penglihatan.



ASKEP Teori
  1. Pengkajian
  1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No.register, diagnosa medis.

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Keluhan Utama
Adanya kehilangan pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau lebih jarang hanya di mata). Kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah. Kulit yang mudah terbakar ketika terpajan sinar matahari secara langsung, atau pengeluhkan gangguan pandangan, seperti sering merasa silau jika terkena sorotan sinar secaea langsung.

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya Klien dengan albinisme masih memiliki hubungan dengan ganggauan endokrin dan metabolic, termasuk gangguan hormonal.

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada umumnya sering ditemukan mengalami penyakit kulit yang berkaitan dengan mudah terbakar

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada umumnya dalam satu pohon keluarga, ada salah satu anggota keluarga yang juga memiliki gen yang sama.

  1. Riwayat Psiko, Sosio, Kultural
Pada pasien albino, maka pekerjaannya sangat mempengaruhi tingkat keparahannya karena orang albino tidak memiliki pigmen melanin (berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet yang datang dari matahari) sehingga mereka akan menderita karena sengatan sinar matahari

  1. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan cara head to toe
  1. Pemeriksaan pada warna rambut, ditemukan rambut tidak berwaran atau putih
  2. Pemeriksaan alis mata, warna alis mata juga biasanya senada dengan warna rambut yaitu tidak berwarna, atau putih.
  3. Pemeriksaan pada mata dan warna mata, pada umumnya ditemukan warna iris mata merah dan terjadi penurunan visi mata atau penurunan ketajaman penglihatan.
  4. Pemerikasaan pada konjungtiva, jika tidak disertai dengan adanya anemia warna konjunctiva merah dan tidak pucat.
  5. Pemeriksaan pada kulit, dan warna kulit secara keseluruhan, pada klien dengan albinisme pada umumnya tidak memiliki warna kulit. Kaji, apakah klien mengeluhkan kelaianan, ketidaknyamanan, atau gangguan pada kulitnya, misal seperti bercak-bercak kulit yang terbakar.
  6. Pemeriksaan mulut, rongga mulut, dan mukosa biasanya tidak ditemukan adanya masalah pada daerah tersebut.
  7. Pemeriksaan dada, biasanya tidak ditemukan adanya kelaian. bentuk dan gerakan dada simetris.
  8. Pemeriksaan abdomen, pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah abdomen. Bentuk dan pergerakan abdomen simetris.
  9. Pemeriksaan pada kaki, pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah kaki.

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. HDR b.d rasa malu dengan lingkungan sosial
  2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d pajanan sinar matahari secara langsung
  3. Resiko cidera b.d penurunan visus
  4. Gangguan citra diri b.d kondisi tubuh karena penyakit

  1. Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
&
Kriteria Hasil
INTERVENSI

Harga Diri Rendah

Tujuan:
  1. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan harga diri.
  2. Klien mampu bekerja sama dalam hal perawatan diri dan proses pengambilan keputusan secara bertahap.
  3. Klien mulai membuka diri dan berinteraksi dengan orang lain.
  4. Klien menunjukkan penurunan perasaan negative tentang dirinya. Baik secara verbal, maupun perilaku.
  5. Klien mengungkapkan penerimaan terhadap umpan balik positif maupun negative tanpa melebih-lebihkan.

Batasan Karakteristik:
  1. Pasien menilai diri putus asa atau tidak dapat menghadapi peristiwa.
  2. Pasien memperlihatkan kecenderungan tidak asertif atau pasif.
  3. Paseien mengungkapkan rasa malu atau rasa bersalah.
  4. Pasien mengalami masalah medis atau mental kronis seperti depresi.
  5. Pasien kesulitan mengambil keputusan.
  1. Sediakan waktu khusus di luar perawatan yang tidak terganggu dengan aktivitas lain untuk mengajak klien berbicara.
  2. Dengarkan klien, berikan respon dengan penerimaan yang tidak menghakimi, perhatian yang sungguh-sungguh, dan ketulusan.
  3. Kaji status mental klien melalui wawancara dan observasi.
  4. Kaji resiko bunuh diri dan kemungkinan perilaku mematikan pada klien.
  5. Berikan tindakan dan umpan balik postif setiap kali klien menunjukkan peningkatan harga diri melalui ungkapn verbal maupun perilaku.
Gangguan Citra Diri
Tujuan:
  1. Klien menerima perubahan citra diri.
  2. Klien mengkomunikasian perasaan terhadap perubahan citra diri.
  3. Klien menyatakan perasaan postif terhadap dirinya sendiri.

Batasan Karakterisitik:
  1. Respon non verbal terhadap perubahan actual atau dirasakan dalam struktur dan fungsi.
  2. Verbalisasi perasaan dan ersepsi yang merefleksikan suatu perubahan pandangan terhadap tubuh, penampilan, struktur, maupun fungsi.
  1. Terima persepsi diri klien dan berikan jamina bahwa klien mampu melewati krisis ini.
  2. Dorong klien untuk melakukan perawatan diri.
  3. Kaji kesiapan klien, kemudian libatkan klien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan bila memungkinkan.
  4. Berikan kesempatan untuk klien mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya.
  5. Dorrong klien untuk menuliskan perasaan, tujuan, keluhan, dan kemajuan yang terjadi pada dirinya.
Resiko Kerusakan Integritas Kulit
Tujuan:
  1. Klien tidak mengalami kerusakan kulit.
  2. Klien mempertahankan asupan makanan dan cairan yang adekuat.
  3. Klien mempertahankan sirkulasi kulit yang adekuat.
  4. Klien mengungkapkan pemahaman tentang tindakan pencegahan untuk perawatan kulit.
  5. Klien, anggota keluarga dan/atau pasangan mampu menghubungkan factor resiko dan pencegahan.

Faktor Resiko:
  1. Factor Eksternal (lingkungan): tekanan, gesekaan, pergeseran, imobilisasi fisik, kelembapan.
  2. Factor internal (somatic): perubahan status gizi, dehidrasi, ketergantungan dengan orang lain dalam perawatan diri, perubahan status metabolic, defisiensi vitamin.  
  1. Inspeksi kulit klien setiap pergantian yugas jag, dokumentasikan keadaan kulit, dan laporkan setiap kali ada perubahan.
  2. Gunakan alat perawatan kulit preventif sesuai kebutuhan, seperti dengan bahan yang hipo-alergenic, kulit domba, bantal, dsb.
  3. Pertahankan kulit klien bersih dan kering, gunakan lotion atau minyak essential yang sesuai dengan kondisi kulit klien.
  4. Pertahankan pakaian dan linen klien tetap bersih, kering, dan bebas kerutasn dan kusut.
  5. Pertahankan status nutrisi klien, bersi asupan air dan kebutuhan sayur dan buah sesuai dengan kondisi klien.
Resiko Cedera
Tujuan:
  1. Klien mampu mendidentifikasikan factor-faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan cedera.
  2. Klien membantu mengidentifikasi dan menerapkan tindakan keamanan untuk mencega cedera.
  3. Klien mengoptimalkan aktivitas hidup sehari-hari dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
Faktor Resiko:
  1. Deficit sensori : penurunan penglihatan
  1. Observasi factor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap cedera .
  2. Ajarkan klien, keluarga dan/atau pasangan tentang perlunya penerangan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan.
  3. Sarankan untuk menggunakan perabot rumah tangga dengan warna mencolok (seperti merah, biru, atau hijau) dan posisikan dengan aman pada ruangan rumah 

  1. Evaluasi
  1. Pasien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya
  2. Resiko kerusakan integritas kulit dapat dicegah
  3.  Resiko cidera dapat dicegah
  4. Gangguan citra diri dapat teratas

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2013. Vitiligo. Diakses dari www.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc#scribd pada 29/04/2015.
American Academy of Dermatology. Vitiligo: tips for managing. http://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-treatments/u---w/vitiligo/tips. Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.30
Anonim. 2012. http://www.nhs.uk/Conditions/Vitiligo/Pages/Introduction.aspx Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.35
Eagle, Sharon. 2012. Disease in a Flash! An Interactive, Flash-Card Approach. Philadelphia: F. A Davis Company
Babu, Hanish. 2009.  Normal Course and Prognosis of Vitiligo. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/albinisme-_-9510001031307. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul 20.35.
Doengoes, E.M., Moorhouse, M, F., & Geissler, A. C. (2002). Nursing care plans: gidelines for planning and documenting patient care (3rd ed). Jakarta: EGC.
http://www.home-remedies-for-you.com/albinism/prognosis.html
Jain, Anju.,Jyoti Mal.,Vibhu Mehndiratta, et al. Study of Oxidative Stress in Vitiligo. Ind J Clin Biochem (Jan-Mar 2011). 26(1):78-81. DOI 10.1007/s12291-010-0045-7.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrew’s Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elseiver: Philadelpia. 860-862.
Montemarano A et al, Melasma; Medscape, Mar 2011
Susanto, Agus Henry. 2013. Albinisme pada Manusia. Fakultas Biologi Unsoed.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Williams, Hywel, et al. 2014. Evidence Based Dermatology 3rd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. Mcgraw Hill Medical : NewYork.335-341.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta: EGC.







ASKEP ALBINISME (ALBINO DENGAN NANDA NIC NOC

Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino)
BAB II
ALBINISME


2.1 Definisi
Albinisme berasal dari bahasa Latin yaitu albus yang artinya putih. Albinisme merupakan kelainan bawaan berupa ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin di kulit, rambut ataupun mata. Kegagalan pembentukan melanin tersebut disebabkan oleh ketiadaan atau kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim yang mengandung tembaga dan terlibat dalam pembentukan melanin. Kegagalan ini dapat terjadi secara sempurna atau hanya parsial. Seseorang yang tidak memiliki pigmen melanin sama sekali atau amelanisme dinamakan albino, sedangkan individu yang mengalami kekurangan melanin dinamakan albinoid.
Albinisme merupakan gangguan pada produksi melanin, tidak didapatkan enzim tirosinase (tirosinase-negatif), sehingga kulit dan rambut seluruhnya berwarna putih serta mata berwarna merah (juga terdapat pigmentasi pada iris). (Robin & Burns, 2005).

2.2 Etiologi
Albino adalah kelainan genetik, bukan penyakit infeksi dan tidak dapat ditransmisi melalui kontak, tranfusi darah, dsb. Gen albino menyebabkan tubuh tidak dapat membuat pigmen melanin. Sebagian besar albinisme terjadi karena memiliki gen albino dari kedua orang tuanya. Salah satu pengecualiannya ialah dimana pada satu tipe albinisme ocular, yang diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya.

Bisa juga karena mutasi pada sejumlah kromosom (11, 15, 9, 5, X autosomal recessive inheritance)

2.3 Manifestasi Klinis
Pada dasarnya albinisme dibagi menjadi dua macam yaitu
  1. Albinisme okulonutaneus
Albinisme ini terjadi pada mata, kulit, dan rambut. Kebanyakan penderita Nampak putih atau sangat pucat karena tidak ada sama sekali melanin yang memberikan warna pada kulit (hitam, coklat, atau kekuningan). Penderita albinisme tipe ini memiliki kulit yang rentan terhadap radiasi ultraviolet dan sinar matahari. Kulit sangat mudah terbakar bila terpapar matahari terlalu lama karena tidak ada melanin yang bertanggung jawab sebagai pelindung terhadap radiasi sinar UV.

  1. Albinisme okuler
Albinisme yang hanya mengenai mata. Biasanya pasien memiliki warna mata biru muda. Jika manusia normal dengan mata biru atau coklat, hal ini sangat berbeda dengan penderita albinisme. Penderita albinisme okuler, dapat memiliki warna mata merah, merah muda, atau ungu, bergantung pada kandungan melanin yang ada. Makin sedikit melanin yang terkandung, maka makin jelas warna merah retina yang terlihat dari lapisan iris. Kurangnya melanin di mata juga menimbulkan masalah penglihatan, baik yang terkait maupun yang tidak terkait pada fotosensitivitas.

Secara umum penderita albinisme dapat menjalani hidup dengan pertumbuhan dan perkembangan seperti halnya orang normal karena kelainan ini tidak bersifat mematikan. Namun ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin penderita albinisme dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit dan masalah kesehatan lainnya.

Gejala yang timbul akibat albinisme, adalah sebagai berikut.
  1. Kulit
Perubahan warna pada kulit menjadi putih susu. Namun, perubahan pigmentasi ini tidak selalu menjadi putih susu, dapat berkisar dari putih ke coklat. Orang dengan gangguan albinisme jika sering terkena paparan sinar matahari, maka dapat timbul bintik-bintik yang menyerupai tahi lalat berukuran besar pada wajah dan tubuh.

  1. Rambut
Warna rambut dapat berubah menjadi putih atau coklat. Pada orang keturunan Asia dan Afrika yang mengalami albinisme, rambut bisa Nampak kuning atau coklat kemerahan.

  1. Mata
  1. Nystagmus, mata selalu bergerak dengan sangat cepat dan tidak dapat terarah pada titik yang sama.
  2. Strabismus dimana mata tidak bisa bergerak serempak atau kedua mata tidak bisa mengarah pada titik yang sama
  3. Gangguan rabun jauh
  4. Fotofobia atau gangguan sensitivitas terhadap cahaya
  5. Akibat iris kekurangan pigmen, iris terlihat transparan sehingga iris tidak dapat menghalangi cahaya yang masuk ke dalam mata. Akibatnya, mata tampak merah bila terkena pencahayaan.

2.4 Patofisiologi
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan karena tubuh tidak mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi beta-3,4-dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya dirubah menjadi pigmen melanin. Pembentukan enzim yang merubah tirosin menjadi melanin ditentukan oleh gen dominan A sehingga orang normal dapat mempunyai genotip AA atau Aa. Orang albino tidak memiliki gen dominan A sehingga homozigotik aa. Kelainan ini dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan karena gen penyebab albinisme ini terletak dalam autosom. Terdapat beberapa tipe albinisme, antara lain Oculocutaneus Albinisme (OCA) dan Ocular Albinisme (OA). Pada OCA terdapat kekurangan sintesis melanin pada kulit, ambut dan mata. OCA dibagi menjadi dua tipe yakni tyrosinase-negative type dan tyrosine-positive type. Dalam kasus dari albino tirosinase positif, enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena alasan tertentu yang secara tidak langsung melibatkan enzim tirosinase. Dalam kasus tirosinase negatif, enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi nonfungsional diproduksi. Semua tipe OCA merupakan pewarisan autosomal resesif. dalam beberapa keluarga, OCA terjadi pada lebih dari satu generasi dan hal ini merupakan hasil dari pseudodominance. Berbeda dengan OCA, OA merupakan pewarisan terpaut kromosom X resesif (OA1). Pada OA, hipopigmentasi terutama terlihat jelas pada mata dibandingkan dengan OCA. Gen untuk OA1 berlokasi di lengan P kromosom X, lebih tepatnya di Xp22.3-Xp22.2 di antara markers DXS237 dan DXS143.4. Pada Ocular Albinisme ( OA ) biasanya tidak mempengaruhi kulit. OA ditandai dengan perubahan dalam sistem optik hanya tidak ada perbedaan klinis pada kulit dan warna rambut.

Albinisme Oculocutaneous ( OCA ) adalah kelainan bawaan yang langka dimana jumlah melanosit normal tetapi produksi melanin jarang atau tidak ada sama sekali. OCA terjadi pada semua ras di seluruh dunia . Albinisme Oculocutaneous meliputi pengembangan saluran optik yang abnormal dimanifestasikan oleh hipoplasia foveal dengan fotoreseptor menurun . Sebagian besar kasus OCA adalah autosomal resesif , warisan dominan autosomal jarang. Ada 4 bentuk genetik utama :
  1. Tipe I : absen ( OCA1A , 40 % dari semua OCA ) atau dikurangi (OCA1B ) aktivitas tirosinase , tirosinase mengkatalisis beberapa langkah dalam sintesis melanin
  2. Tipe II : ( 50 % dari semua OCA ) disebabkan oleh mutasi pada gen P. Fungsi protein P belum diketahui. Aktivitas tirosinase ada.
  3. Tipe III hanya terjadi pada orang dengan kulit gelap. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen protein 1 - tirosinase terkait yang produknya adalah penting dalam sintesis eumelanin.
  4. Tipe IV adalah bentuk yang sangat langka di mana cacat dalam gen yang mengkode protein transporter membrane. Tipe IV adalah bentuk paling umum dari OCA di Jepang.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada penderita albinisme ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan retina oleh dokter mata. Biasanya pada penderita akan ditemukan kelainan pada fungsi pandangan berupa nystagmus, strabismus, fotopobia. Bisa juga dilakukan pemeriksaan Elektroretinogram yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan gelombang otak yang dihasilkan oleh cahaya di dalam mata dan bisa menunjukkan adanya kelainan pada system penglihatan pada penderita albinisme okuler.

2.7 Penatalaksanaan
  1. Perlindungan sinar matahari
Penderita albino diharuskan menggunakan sunscreen ketika terkena cahaya matahari untuk melindungi kulit premature atau kanker kulit. Baju penahan atau pelindung kulit dari cahaya matahari yang berlebihan.

  1. Bantuan daya lihat
Beberapa penderita albino sangat cocok menggunakan bifocals (dengan lensa yang kuat untuk membaca), sementara yang lain lebih cocok menggunakan kacamata baca. Penderita pun dapat memakai lensa kontak berwarna untuk menghalangi tranmisi cahaya melalui iris. Beberapa menggunakan bioptik, kacamata yang mempunyai teleskop kecil di atas atau belakang lensa biasa, sehingga mereka lebih dapat melihat sekeliling dibandingkan menggunakan lensa biasa atau teleskop

  1. Pembedahan pada mata
Pembedahan dilakukan pada otot mata hal itu bertujuan untuk menurunkan nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi seperti astigmatisma. Pembedahan nistagmus mungkin dapat mengurangi perputaran bola mata yang berlebihan. Efektifitas dari semua prosedur ini bervariasi masing-masing individu. Namun harus diketahui, pembedahan tidak akan mengembalikan fovea ke kondisi normal dan tidak memperbaiki daya lihat binocular. Dalam kasus esotropia (bentuk “crossed eyes” dari strabismus), pembedahan berfungsi membantu daya lihat dengan memeperbesar lapang pandang (area yang tertangkap oleh mata ketika mata melihat hanya pada satu titik).

  1. Komplikasi
  1. Resiko kulit terbakar karena sinar matahari
  2. Kanker kulit
  3. Timbul gangguan citra diri, harga diri rendah, dan stres karena penampakan kullit yang berbeda
  4. Gangguan penglihatan disebabkan karena abnormalitas saraf penghubung antara otak dengan mata, khususnya retina. Sehingga menimbulkan nistagimus, astigmatisme dan gangguan jarak pandang dekat maupun jauh

  1. Prognosis
Albinisme tidak dapat disembuhkan. Gangguan mata pada albinisme dapat diobati. Hindari sinar matahari penting untuk mencegah kerusakan pada mata dan kulit. Penderita albinisme biasanya mengalami penurunan atau gangguan penglihatan.



ASKEP Teori
  1. Pengkajian
  1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No.register, diagnosa medis.

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Keluhan Utama
Adanya kehilangan pigmen melanin pada mata, kulit, dan rambut (atau lebih jarang hanya di mata). Kulit dan rambut secara abnormal putih susu atau putih pucat dan memiliki iris merah muda atau biru dengan pupil merah. Kulit yang mudah terbakar ketika terpajan sinar matahari secara langsung, atau pengeluhkan gangguan pandangan, seperti sering merasa silau jika terkena sorotan sinar secaea langsung.

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya Klien dengan albinisme masih memiliki hubungan dengan ganggauan endokrin dan metabolic, termasuk gangguan hormonal.

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada umumnya sering ditemukan mengalami penyakit kulit yang berkaitan dengan mudah terbakar

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada umumnya dalam satu pohon keluarga, ada salah satu anggota keluarga yang juga memiliki gen yang sama.

  1. Riwayat Psiko, Sosio, Kultural
Pada pasien albino, maka pekerjaannya sangat mempengaruhi tingkat keparahannya karena orang albino tidak memiliki pigmen melanin (berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet yang datang dari matahari) sehingga mereka akan menderita karena sengatan sinar matahari

  1. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan cara head to toe
  1. Pemeriksaan pada warna rambut, ditemukan rambut tidak berwaran atau putih
  2. Pemeriksaan alis mata, warna alis mata juga biasanya senada dengan warna rambut yaitu tidak berwarna, atau putih.
  3. Pemeriksaan pada mata dan warna mata, pada umumnya ditemukan warna iris mata merah dan terjadi penurunan visi mata atau penurunan ketajaman penglihatan.
  4. Pemerikasaan pada konjungtiva, jika tidak disertai dengan adanya anemia warna konjunctiva merah dan tidak pucat.
  5. Pemeriksaan pada kulit, dan warna kulit secara keseluruhan, pada klien dengan albinisme pada umumnya tidak memiliki warna kulit. Kaji, apakah klien mengeluhkan kelaianan, ketidaknyamanan, atau gangguan pada kulitnya, misal seperti bercak-bercak kulit yang terbakar.
  6. Pemeriksaan mulut, rongga mulut, dan mukosa biasanya tidak ditemukan adanya masalah pada daerah tersebut.
  7. Pemeriksaan dada, biasanya tidak ditemukan adanya kelaian. bentuk dan gerakan dada simetris.
  8. Pemeriksaan abdomen, pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah abdomen. Bentuk dan pergerakan abdomen simetris.
  9. Pemeriksaan pada kaki, pada umumnya tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah kaki.

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. HDR b.d rasa malu dengan lingkungan sosial
  2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d pajanan sinar matahari secara langsung
  3. Resiko cidera b.d penurunan visus
  4. Gangguan citra diri b.d kondisi tubuh karena penyakit

  1. Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
&
Kriteria Hasil
INTERVENSI

Harga Diri Rendah

Tujuan:
  1. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan harga diri.
  2. Klien mampu bekerja sama dalam hal perawatan diri dan proses pengambilan keputusan secara bertahap.
  3. Klien mulai membuka diri dan berinteraksi dengan orang lain.
  4. Klien menunjukkan penurunan perasaan negative tentang dirinya. Baik secara verbal, maupun perilaku.
  5. Klien mengungkapkan penerimaan terhadap umpan balik positif maupun negative tanpa melebih-lebihkan.

Batasan Karakteristik:
  1. Pasien menilai diri putus asa atau tidak dapat menghadapi peristiwa.
  2. Pasien memperlihatkan kecenderungan tidak asertif atau pasif.
  3. Paseien mengungkapkan rasa malu atau rasa bersalah.
  4. Pasien mengalami masalah medis atau mental kronis seperti depresi.
  5. Pasien kesulitan mengambil keputusan.
  1. Sediakan waktu khusus di luar perawatan yang tidak terganggu dengan aktivitas lain untuk mengajak klien berbicara.
  2. Dengarkan klien, berikan respon dengan penerimaan yang tidak menghakimi, perhatian yang sungguh-sungguh, dan ketulusan.
  3. Kaji status mental klien melalui wawancara dan observasi.
  4. Kaji resiko bunuh diri dan kemungkinan perilaku mematikan pada klien.
  5. Berikan tindakan dan umpan balik postif setiap kali klien menunjukkan peningkatan harga diri melalui ungkapn verbal maupun perilaku.
Gangguan Citra Diri
Tujuan:
  1. Klien menerima perubahan citra diri.
  2. Klien mengkomunikasian perasaan terhadap perubahan citra diri.
  3. Klien menyatakan perasaan postif terhadap dirinya sendiri.

Batasan Karakterisitik:
  1. Respon non verbal terhadap perubahan actual atau dirasakan dalam struktur dan fungsi.
  2. Verbalisasi perasaan dan ersepsi yang merefleksikan suatu perubahan pandangan terhadap tubuh, penampilan, struktur, maupun fungsi.
  1. Terima persepsi diri klien dan berikan jamina bahwa klien mampu melewati krisis ini.
  2. Dorong klien untuk melakukan perawatan diri.
  3. Kaji kesiapan klien, kemudian libatkan klien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan bila memungkinkan.
  4. Berikan kesempatan untuk klien mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya.
  5. Dorrong klien untuk menuliskan perasaan, tujuan, keluhan, dan kemajuan yang terjadi pada dirinya.
Resiko Kerusakan Integritas Kulit
Tujuan:
  1. Klien tidak mengalami kerusakan kulit.
  2. Klien mempertahankan asupan makanan dan cairan yang adekuat.
  3. Klien mempertahankan sirkulasi kulit yang adekuat.
  4. Klien mengungkapkan pemahaman tentang tindakan pencegahan untuk perawatan kulit.
  5. Klien, anggota keluarga dan/atau pasangan mampu menghubungkan factor resiko dan pencegahan.

Faktor Resiko:
  1. Factor Eksternal (lingkungan): tekanan, gesekaan, pergeseran, imobilisasi fisik, kelembapan.
  2. Factor internal (somatic): perubahan status gizi, dehidrasi, ketergantungan dengan orang lain dalam perawatan diri, perubahan status metabolic, defisiensi vitamin.  
  1. Inspeksi kulit klien setiap pergantian yugas jag, dokumentasikan keadaan kulit, dan laporkan setiap kali ada perubahan.
  2. Gunakan alat perawatan kulit preventif sesuai kebutuhan, seperti dengan bahan yang hipo-alergenic, kulit domba, bantal, dsb.
  3. Pertahankan kulit klien bersih dan kering, gunakan lotion atau minyak essential yang sesuai dengan kondisi kulit klien.
  4. Pertahankan pakaian dan linen klien tetap bersih, kering, dan bebas kerutasn dan kusut.
  5. Pertahankan status nutrisi klien, bersi asupan air dan kebutuhan sayur dan buah sesuai dengan kondisi klien.
Resiko Cedera
Tujuan:
  1. Klien mampu mendidentifikasikan factor-faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan cedera.
  2. Klien membantu mengidentifikasi dan menerapkan tindakan keamanan untuk mencega cedera.
  3. Klien mengoptimalkan aktivitas hidup sehari-hari dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
Faktor Resiko:
  1. Deficit sensori : penurunan penglihatan
  1. Observasi factor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap cedera .
  2. Ajarkan klien, keluarga dan/atau pasangan tentang perlunya penerangan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan.
  3. Sarankan untuk menggunakan perabot rumah tangga dengan warna mencolok (seperti merah, biru, atau hijau) dan posisikan dengan aman pada ruangan rumah 

  1. Evaluasi
  1. Pasien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya
  2. Resiko kerusakan integritas kulit dapat dicegah
  3.  Resiko cidera dapat dicegah
  4. Gangguan citra diri dapat teratas

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2013. Vitiligo. Diakses dari www.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc#scribd pada 29/04/2015.
American Academy of Dermatology. Vitiligo: tips for managing. http://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-treatments/u---w/vitiligo/tips. Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.30
Anonim. 2012. http://www.nhs.uk/Conditions/Vitiligo/Pages/Introduction.aspx Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.35
Eagle, Sharon. 2012. Disease in a Flash! An Interactive, Flash-Card Approach. Philadelphia: F. A Davis Company
Babu, Hanish. 2009.  Normal Course and Prognosis of Vitiligo. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/albinisme-_-9510001031307. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul 20.35.
Doengoes, E.M., Moorhouse, M, F., & Geissler, A. C. (2002). Nursing care plans: gidelines for planning and documenting patient care (3rd ed). Jakarta: EGC.
http://www.home-remedies-for-you.com/albinism/prognosis.html
Jain, Anju.,Jyoti Mal.,Vibhu Mehndiratta, et al. Study of Oxidative Stress in Vitiligo. Ind J Clin Biochem (Jan-Mar 2011). 26(1):78-81. DOI 10.1007/s12291-010-0045-7.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrew’s Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elseiver: Philadelpia. 860-862.
Montemarano A et al, Melasma; Medscape, Mar 2011
Susanto, Agus Henry. 2013. Albinisme pada Manusia. Fakultas Biologi Unsoed.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Williams, Hywel, et al. 2014. Evidence Based Dermatology 3rd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. Mcgraw Hill Medical : NewYork.335-341.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta: EGC.


Demikianlah Artikel Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap

Sekianlah artikel Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Askep pada Pasien dengan Albinisme (Albino) Lengkap dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2018/04/askep-pada-pasien-dengan-albinisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar