Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT

Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Penyuluhan, Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT
link : Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT

Baca juga


Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT


A. Imunisasi
1. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008)

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2008)

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003)

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010)

2. Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. (Ranuh, 2008)

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003)

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010)
  • Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
  • Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
  • Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita

3. Manfaat imunisasi
  • Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
  • Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 
  • Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

4. Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada dua macam, yaitu:
a. Imunisai aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
  1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
  2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa digunakan.
  3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
  4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

B. Difteri

  1. Definisi
Sebuah penyakit pada saluran pernapasan bagian atasyang ditandai dengan radang tenggorokan atau faringitis atau tonsilitis.

  1. Etilogi
Penyakit ini disebabkan oleh Coryne bacterium diphteriae. Infeksi biasanya terjadi ditenggorokan dan disebarkan melalui percikan ludah dari orang-orang yang terinfeksi maupun karier yang sehat (David & Derek). Masa inkubasi difteri adalah 2 – 7 hari.

  1. Manifestasi
Gejala nonspesifik yang mungkin muncul adalah demam dan menggigil, malaise, sakit tenggorokan, suara serak atau disfagia, edema serviks dan limfa denopati, rhinorrea (mukopurulen atau darah), batuk, stridor, mengi, mual, muntah, sakit kepala. Difteri pernapasan dapat berkembang dengan cepat sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas, Takikardia, pucat, dan napas busuk mungkin ada.

Infeksi mungkin terjadi pada palatum, faring, epiglotis, laring, trakea atau, kadang – kadang memperluas ketrakeo bronkial. Daerah dapat berdarah jika terganggu. Ditandai edema amandel, uvula, wilayah submandibular dan leher anteriot (bull neck) dapat diamati dan mungkin terkait dengan suara serak, stridor, limfa denopati servikal anterior, dan perdarahan petekie.

  1. Komplikasi
Komplikasi jantung: tanda kardiovaskular muncul 1 sampai 2 minggu setelah penyakit awal.
  • Miokarditis terjadi pada sebanyak dua pertiga dari pasien, dan sekitar 20% mengalami disfungsi jantung
  • Sistem peredaran, gagal jantung, blok atrioventrikular dan aritmia dapat terjadi
  • Endokarditis dan mikotikaneurisma juga telah dilaporkan.

Komplikasi neurologi: sekitar 70% pasien dengan infeksi berat berkembang menjadi neuropati, neuritis atau kelumpuhan motor setelah 2 sampai 8 minggu.
  • Kelumpuhan fatal yang berpotensi terjadi pada diafragma
  • Kelumpuhan biasanya sembuh sepenuhnya setelah pengobatan.

Manifestasi neurologis dari difteri meliputi:
  • Hypesthesia dan kelumpuhan palatum lunak 
  • Kelemahan faring posterior, laring, dan saraf wajah, kesulitan menelan, dan kadang-kadanga spirasi 
  • Neuropati kranial, biasanya selama minggu kelima, yang menyebabkan gangguan pada okulomotor dan kelumpuhan silia (strabismus, penglihatan kabur, dan kehilangan akomodasi)
  • Polineuropati simetris dimulai dalam waktu 10 hari sampai 3 bulan setelah infeksi, dan bermanifestasi sebagai defisitmotor dengan berkurangnya refleks tendon
  • Kelemahan otot proksimal ekstremitas distal.

  1. Bentuk lain dari difteri
Manifestasi umum lainnya termasuk infeksi saluran genitourinari, saluran pencernaan, vagina, telinga luar, dan konjungtiva, Perdarahan konjungtivitis, Nekrosis fokal pada ginjal, hati, dan kelenjar adrenal, Kasus septic arthritis, osteomyeliyis, abseslimpa, dan bakteremia telah dilaporkan.

C. Pertusis
  1. Definisi
Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT

(Gambar penyakit DPT pada anak)

Pertusis (whooping cough atau batuk rejan) adalah penyakit pernafasan yang bersifat akut dan menular mempengaruhi orang yang rentan dari segala usia, dan sangat serius pada bayi. (Crocettiet all. 2004)

  1. Etiologi
Pertusis disebabkan oleh Bordetella pertussis dan jarang disebabkan Bordetella parapertussis. Kedua bakteri ini termasuk jenis gram negatif coccobacilliaerobic yang memerlukan media khusus untuk pertumbuhan. (Crocettiet all.2004)

Bordetella pertussis merupakan satu-satunya penyebab pertussis epidemic dan merupakan penyebab biasa pertussis sporadicB. bronchiseptica merupakan pathogen binatang yang lazim. Batuk yang tidak sembuh-sembuh dapat disebabkan oleh Mycoplasma, virus parainfluenza atau influenza, enterovirus, virus sinsitial respiratori atau adenovirus. (Arvin.2000)

Manusia adalah hosthanya dikenal dari B.pertussis. Penularan terjadi dari orang ke orang melalui droplet dan rentan menular pada populasi non diimunisasi. Orang dewasa dengan penyakit batuk berkepanjangan (yaitu pertusisatipikal) merupakan sumber pentinginfeksi B.pertussisantara anak-anak non diimunisasi atau sebagian diimunisasi. (Crocettiet all. 2004)

  1. Manifestasi Klinis
Menurut Crocettiet all (2004) Pertusis dapat berlangsung selama 6 sampai 8 minggu dan ditandai dengan tiga tahap yaitu:
  1. Tahap Kataral
Tahap Kataral memiliki onset sakit halus dan menyerupai infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan coryza, injeksi conjuctival ringan dan batuk ringan.

Secara klasik, pasca-masainkubasi yang berkisar 3 sampai 12 hari, gejala kataral tidak khas, terjadi kongesti dan rhinorrhea, secara berbeda disertai dengan demam, bersin, lakrimasi dan penurunan konjungtiva. Katika gejala semakin berkurang, batuk mulai mula-mula sebagai batuk pendek iritatif, kering, intermitten dan berkembang menjadi paroksismal yang tidak berhenti-henti yang merupakan tanda khas pertussis. (Arvin. 2000)

  1. Tahap paroksismal
Tahap paroksismal dimanifestasikan dengan batuk yang semakin kuat dalam bentuk paroxysm sepisodik, yang sangat sering di malam hari. Dalam pertusis klasik, episodics batuk parah berulang diikuti oleh inspirasi besar tunggal tiba-tiba. Hasil suara teriakan karakteristik dari inhalasi kuat dan glotis menyempit. Setiap serangan tiba-tiba batuk terdiri dari sepuluh sampai 30 batuk kuat dalam serangkaian staccato. Wajah pasien menjadi semakin sianotik, paramen jorok lidah secara maksimal dan lendir, air liur dan air mata mengalir dari hidung, mulut dan mata, masing-masing. Episode paroksismal batuk mungkin tunggal atau beberapa mungkin terjadi dalam suksesi cepat. Dua puluh atau lebih sesi dari paroksismal batuk dapat terjadi setiap hari. Episode paroksismal yang melelahkan dan anak-anak tampa kapatis dan bingung setelah serangan. Di antara serangan, pasien biasanya menunjukkan beberapa tanda-tanda penyakit dan demam tidak karakteristik kasus tanpa komplikasi. Pada bayi muda, teriakan yang kurang mungkin terjadi setelah serangan tiba-tiba.

Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT














Gambar Paroxysmal Cough

  1. Tahap Konvaselen
Setelah tahap paroksismal, yang berlangsung dari 1 sampai 4 minggu atau lebih, tahap penyembuhan akan didahului dengan berkurangnya dalam berat dan frekuensi paroxysms. Durasi tahap penyembuhan bervariasi. Paroxysmal - jenis batuk sering terjadi selama 6 bulan atau lebih setelah terjadinya pertussis dalam hubungan dengan infeksi saluran pernapasan. Berat badan atau kegagalan untuk menambah berat badan adalah fitur mencolok dari pertusis parah, terutama pada bayi. Studi menunjukkan bahwa hanya 50% sampai 60% dari kasus pertusis pada anak-anak memiliki gambaran klasik dan bahwa kasus-kasus lain yang ringan dengan jangka waktu batuk kurang dari 4 minggu.

  1. Komplikasi
Komplikasi pertusis yang umum dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: pernapasan, sistem saraf pusat dan efek tekanan sekunder (Crocetti et all. 2004). Komplikasi pertussis utama adalah apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan pneumonia), dan sekuele fisik batuk kuat. Kebutuhan untuk perawatan intensif dan ventilasi atifisial biasanya terbatas pada bayi sebelum umur 36 bulan. Apnea, sianosisdan pneumonia bakteri sekunder merupakan kejadian-kejadian yang mempercepat intubasi dan ventilasi. Pneumonia bakteri dan/atau sindrom distress pernapasan dewasa merupakan penyebab kematian yang lazim pada setiap umur; perdarahan paru terjadi pada neonates. Demam, takipnea atau distress pernapasan antara paroksismal dan neutrofilia absolute merupakan tanda dan gejala dari pneumonia. Bronkietaksis jarang terjadi pada paska pertussis. Kelainan fungsi paru mungkin menetap selama 12 bulan pasca pertusis tidak berkomplikasi pada anak sebelum umur 2 tahun. (Arvin. 2000)

Komplikasi sistem saraf pusat relatif umum selama tahap paroksismal pertusis. Data menunjukkan bahwa 1,9% bayi mengalami kejang dengan pertusis, dan sekitar 0,2% menderita ensefalopati. Setelah penyakit encephalitis seperti, gejala sisa permanen yang umum. Sekitar sepertiga dari pasien meninggal, sepertiga bertahan hidup dengan sisa dan sepertiga bertahan dan tampak normal. Gejala sisa termasuk keterbelakangan mental, gangguan kejang, dan perubahan kepribadian dan perilaku. Efek tekanan sekunder selama tahap paroksismal pertusis berat dapat menyebabkan epistaksis, melena, petechiae, hematomasubdural, pusar atau inguinal hernia dan prolaps rektum. (Crocettiet all. 2004)

Kenaikan tekanan intrathoraks dan intra-abdomen selama batuk dapat menyebabkan perdarahan konjungtiva dan sclera, ptekie pada tubuh bagian atas, epistaksis, perdarahan pada system saraf sentral dan retina, pneumothoraks dan emfisema subcutan dan hernia umbilikalis serta inguinalis. (Arvin. 2000)

D. Tetanus
  1. Definisi
Tetanus berasal dari bahasa Yunani yaitu Teinein yang artinya menegang, disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani (Cahyono, 2010). Tetanus adalah penyakit yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan otot seluruh tubuh. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka (Hendrawan cit Soeparman, 1987)

  1. Penyebab
Infeksi tetanus ini disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, berbentuk batang panjang, tipis (2-5 µm x 3-8 µm), dan merupakan bakteri gram positif, bakteri berspora yang sifatnya anaerob murni. Kuman ini akan tersebar luas di tanah, debu jalanan, kotoran hewan (kuda, ayam, babi, anjing), dan juga tinja manusia dalam bentuk spora.

  1. Tanda dan gejala
Gejala kliniknya dalam waktu 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui luka, racun Clontridium tetani akan merusak system saraf dan segera memunculkan gejala serta tanda-tanda tetanus, seperti kejang dan kekakuan otot rahang (lockjaw), postur badan kaku dan tidak dapat ditekuk karena kekakuan otot leher dan punggung (opistotonus), dinding perut mengeras, gangguan menelan, dan muka seperti tertawa (risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali mengalami kejang, terutama apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berbisik, terkejut, sinar, dll. Sehingga pasien tersebut perlu diisolasi dalam ruang tersendiri. Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum, yang penularannya terjadi padasaat pemotongan tali pusat yang dilakukan secara tidak steril. Tetanus neonatorum ini akan lebih mudah terjadi apabila bayi tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat ibunya hamil tidak pernah mendapat imunisasi.

  1. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh tetanus, antara lain:
  • Hipoksia yang disebabkan oleh gangguan pernapasan, pneumonia sebagai akibat atelektasis, aspirasi dan/atau ventilasi mekanis
  • Trombosis vena dan emboli paru
  • Aritmia jantung, hipertensi dan hipotensiyang disebabkan oleh ketidakstabilan autonom, miokarditis, dan/atau kekurangan volume intravaskuler
  • Fraktur tulang punggung
  • Infeksi yng berkaitan dengan luka awal (Muliawan, 2008)

  1. Pencegahan
Pencegahan tetanus dilakukan melalui sterilisasi alat, misalnya saat pemotongan tali pusat, pembersihan dan perawatan luka dan segera mengobati luka infeksi. Upaya pencegahan tetanus yang paling efektif adalah melalui imunisai pasif dan imunisasi aktif. Pada penyakit tetanus berat, resiko terjadinya kematian sangat tinggi. Obat antibiotik dan imunisasi pasif atau antitetanus belum tentu mampu memperbaiki keadaan penyakit. Cara yang paling efektif adalah mencegah sebelum terkena tetanus melalui vaksinasi.

E. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus
  1. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita.

Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi “whoops”Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium asupan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis).

Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus, kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah.

Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7 - 10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan.

Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster).

  1. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.
Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:
1.      Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang
2.      Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
3.      Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
4.      Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
5.      Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan.
Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.

  1. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.


Daftar Pustaka

Cahyono, J.B. Suharjo B. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Muliawan, Sylvia Y. 2008. Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem di Klinik. Jakarta: EGC
Arvin, Behrman Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Jakarta: EGC
Crocetti, Michael, Michael A. Barone. 2004. Oski’s essential pediatrics 2nded. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Beger, Stephen A. 2010.  Infectious Diseases of Haiti - 2010 Edition. Los Angeles: GIDEON E-book series
Hull, David and Derek I. Johnston. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC





Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT
IMUNISASI DPT


A. Imunisasi
1. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008)

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2008)

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003)

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010)

2. Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. (Ranuh, 2008)

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003)

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010)
  • Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
  • Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
  • Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita

3. Manfaat imunisasi
  • Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
  • Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 
  • Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

4. Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada dua macam, yaitu:
a. Imunisai aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
  1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
  2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa digunakan.
  3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
  4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

B. Difteri

  1. Definisi
Sebuah penyakit pada saluran pernapasan bagian atasyang ditandai dengan radang tenggorokan atau faringitis atau tonsilitis.

  1. Etilogi
Penyakit ini disebabkan oleh Coryne bacterium diphteriae. Infeksi biasanya terjadi ditenggorokan dan disebarkan melalui percikan ludah dari orang-orang yang terinfeksi maupun karier yang sehat (David & Derek). Masa inkubasi difteri adalah 2 – 7 hari.

  1. Manifestasi
Gejala nonspesifik yang mungkin muncul adalah demam dan menggigil, malaise, sakit tenggorokan, suara serak atau disfagia, edema serviks dan limfa denopati, rhinorrea (mukopurulen atau darah), batuk, stridor, mengi, mual, muntah, sakit kepala. Difteri pernapasan dapat berkembang dengan cepat sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas, Takikardia, pucat, dan napas busuk mungkin ada.

Infeksi mungkin terjadi pada palatum, faring, epiglotis, laring, trakea atau, kadang – kadang memperluas ketrakeo bronkial. Daerah dapat berdarah jika terganggu. Ditandai edema amandel, uvula, wilayah submandibular dan leher anteriot (bull neck) dapat diamati dan mungkin terkait dengan suara serak, stridor, limfa denopati servikal anterior, dan perdarahan petekie.

  1. Komplikasi
Komplikasi jantung: tanda kardiovaskular muncul 1 sampai 2 minggu setelah penyakit awal.
  • Miokarditis terjadi pada sebanyak dua pertiga dari pasien, dan sekitar 20% mengalami disfungsi jantung
  • Sistem peredaran, gagal jantung, blok atrioventrikular dan aritmia dapat terjadi
  • Endokarditis dan mikotikaneurisma juga telah dilaporkan.

Komplikasi neurologi: sekitar 70% pasien dengan infeksi berat berkembang menjadi neuropati, neuritis atau kelumpuhan motor setelah 2 sampai 8 minggu.
  • Kelumpuhan fatal yang berpotensi terjadi pada diafragma
  • Kelumpuhan biasanya sembuh sepenuhnya setelah pengobatan.

Manifestasi neurologis dari difteri meliputi:
  • Hypesthesia dan kelumpuhan palatum lunak 
  • Kelemahan faring posterior, laring, dan saraf wajah, kesulitan menelan, dan kadang-kadanga spirasi 
  • Neuropati kranial, biasanya selama minggu kelima, yang menyebabkan gangguan pada okulomotor dan kelumpuhan silia (strabismus, penglihatan kabur, dan kehilangan akomodasi)
  • Polineuropati simetris dimulai dalam waktu 10 hari sampai 3 bulan setelah infeksi, dan bermanifestasi sebagai defisitmotor dengan berkurangnya refleks tendon
  • Kelemahan otot proksimal ekstremitas distal.

  1. Bentuk lain dari difteri
Manifestasi umum lainnya termasuk infeksi saluran genitourinari, saluran pencernaan, vagina, telinga luar, dan konjungtiva, Perdarahan konjungtivitis, Nekrosis fokal pada ginjal, hati, dan kelenjar adrenal, Kasus septic arthritis, osteomyeliyis, abseslimpa, dan bakteremia telah dilaporkan.

C. Pertusis
  1. Definisi
Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT

(Gambar penyakit DPT pada anak)

Pertusis (whooping cough atau batuk rejan) adalah penyakit pernafasan yang bersifat akut dan menular mempengaruhi orang yang rentan dari segala usia, dan sangat serius pada bayi. (Crocettiet all. 2004)

  1. Etiologi
Pertusis disebabkan oleh Bordetella pertussis dan jarang disebabkan Bordetella parapertussis. Kedua bakteri ini termasuk jenis gram negatif coccobacilliaerobic yang memerlukan media khusus untuk pertumbuhan. (Crocettiet all.2004)

Bordetella pertussis merupakan satu-satunya penyebab pertussis epidemic dan merupakan penyebab biasa pertussis sporadicB. bronchiseptica merupakan pathogen binatang yang lazim. Batuk yang tidak sembuh-sembuh dapat disebabkan oleh Mycoplasma, virus parainfluenza atau influenza, enterovirus, virus sinsitial respiratori atau adenovirus. (Arvin.2000)

Manusia adalah hosthanya dikenal dari B.pertussis. Penularan terjadi dari orang ke orang melalui droplet dan rentan menular pada populasi non diimunisasi. Orang dewasa dengan penyakit batuk berkepanjangan (yaitu pertusisatipikal) merupakan sumber pentinginfeksi B.pertussisantara anak-anak non diimunisasi atau sebagian diimunisasi. (Crocettiet all. 2004)

  1. Manifestasi Klinis
Menurut Crocettiet all (2004) Pertusis dapat berlangsung selama 6 sampai 8 minggu dan ditandai dengan tiga tahap yaitu:
  1. Tahap Kataral
Tahap Kataral memiliki onset sakit halus dan menyerupai infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan coryza, injeksi conjuctival ringan dan batuk ringan.

Secara klasik, pasca-masainkubasi yang berkisar 3 sampai 12 hari, gejala kataral tidak khas, terjadi kongesti dan rhinorrhea, secara berbeda disertai dengan demam, bersin, lakrimasi dan penurunan konjungtiva. Katika gejala semakin berkurang, batuk mulai mula-mula sebagai batuk pendek iritatif, kering, intermitten dan berkembang menjadi paroksismal yang tidak berhenti-henti yang merupakan tanda khas pertussis. (Arvin. 2000)

  1. Tahap paroksismal
Tahap paroksismal dimanifestasikan dengan batuk yang semakin kuat dalam bentuk paroxysm sepisodik, yang sangat sering di malam hari. Dalam pertusis klasik, episodics batuk parah berulang diikuti oleh inspirasi besar tunggal tiba-tiba. Hasil suara teriakan karakteristik dari inhalasi kuat dan glotis menyempit. Setiap serangan tiba-tiba batuk terdiri dari sepuluh sampai 30 batuk kuat dalam serangkaian staccato. Wajah pasien menjadi semakin sianotik, paramen jorok lidah secara maksimal dan lendir, air liur dan air mata mengalir dari hidung, mulut dan mata, masing-masing. Episode paroksismal batuk mungkin tunggal atau beberapa mungkin terjadi dalam suksesi cepat. Dua puluh atau lebih sesi dari paroksismal batuk dapat terjadi setiap hari. Episode paroksismal yang melelahkan dan anak-anak tampa kapatis dan bingung setelah serangan. Di antara serangan, pasien biasanya menunjukkan beberapa tanda-tanda penyakit dan demam tidak karakteristik kasus tanpa komplikasi. Pada bayi muda, teriakan yang kurang mungkin terjadi setelah serangan tiba-tiba.

Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT














Gambar Paroxysmal Cough

  1. Tahap Konvaselen
Setelah tahap paroksismal, yang berlangsung dari 1 sampai 4 minggu atau lebih, tahap penyembuhan akan didahului dengan berkurangnya dalam berat dan frekuensi paroxysms. Durasi tahap penyembuhan bervariasi. Paroxysmal - jenis batuk sering terjadi selama 6 bulan atau lebih setelah terjadinya pertussis dalam hubungan dengan infeksi saluran pernapasan. Berat badan atau kegagalan untuk menambah berat badan adalah fitur mencolok dari pertusis parah, terutama pada bayi. Studi menunjukkan bahwa hanya 50% sampai 60% dari kasus pertusis pada anak-anak memiliki gambaran klasik dan bahwa kasus-kasus lain yang ringan dengan jangka waktu batuk kurang dari 4 minggu.

  1. Komplikasi
Komplikasi pertusis yang umum dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: pernapasan, sistem saraf pusat dan efek tekanan sekunder (Crocetti et all. 2004). Komplikasi pertussis utama adalah apnea, infeksi sekunder (seperti otitis media dan pneumonia), dan sekuele fisik batuk kuat. Kebutuhan untuk perawatan intensif dan ventilasi atifisial biasanya terbatas pada bayi sebelum umur 36 bulan. Apnea, sianosisdan pneumonia bakteri sekunder merupakan kejadian-kejadian yang mempercepat intubasi dan ventilasi. Pneumonia bakteri dan/atau sindrom distress pernapasan dewasa merupakan penyebab kematian yang lazim pada setiap umur; perdarahan paru terjadi pada neonates. Demam, takipnea atau distress pernapasan antara paroksismal dan neutrofilia absolute merupakan tanda dan gejala dari pneumonia. Bronkietaksis jarang terjadi pada paska pertussis. Kelainan fungsi paru mungkin menetap selama 12 bulan pasca pertusis tidak berkomplikasi pada anak sebelum umur 2 tahun. (Arvin. 2000)

Komplikasi sistem saraf pusat relatif umum selama tahap paroksismal pertusis. Data menunjukkan bahwa 1,9% bayi mengalami kejang dengan pertusis, dan sekitar 0,2% menderita ensefalopati. Setelah penyakit encephalitis seperti, gejala sisa permanen yang umum. Sekitar sepertiga dari pasien meninggal, sepertiga bertahan hidup dengan sisa dan sepertiga bertahan dan tampak normal. Gejala sisa termasuk keterbelakangan mental, gangguan kejang, dan perubahan kepribadian dan perilaku. Efek tekanan sekunder selama tahap paroksismal pertusis berat dapat menyebabkan epistaksis, melena, petechiae, hematomasubdural, pusar atau inguinal hernia dan prolaps rektum. (Crocettiet all. 2004)

Kenaikan tekanan intrathoraks dan intra-abdomen selama batuk dapat menyebabkan perdarahan konjungtiva dan sclera, ptekie pada tubuh bagian atas, epistaksis, perdarahan pada system saraf sentral dan retina, pneumothoraks dan emfisema subcutan dan hernia umbilikalis serta inguinalis. (Arvin. 2000)

D. Tetanus
  1. Definisi
Tetanus berasal dari bahasa Yunani yaitu Teinein yang artinya menegang, disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani (Cahyono, 2010). Tetanus adalah penyakit yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan otot seluruh tubuh. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka (Hendrawan cit Soeparman, 1987)

  1. Penyebab
Infeksi tetanus ini disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani, berbentuk batang panjang, tipis (2-5 µm x 3-8 µm), dan merupakan bakteri gram positif, bakteri berspora yang sifatnya anaerob murni. Kuman ini akan tersebar luas di tanah, debu jalanan, kotoran hewan (kuda, ayam, babi, anjing), dan juga tinja manusia dalam bentuk spora.

  1. Tanda dan gejala
Gejala kliniknya dalam waktu 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui luka, racun Clontridium tetani akan merusak system saraf dan segera memunculkan gejala serta tanda-tanda tetanus, seperti kejang dan kekakuan otot rahang (lockjaw), postur badan kaku dan tidak dapat ditekuk karena kekakuan otot leher dan punggung (opistotonus), dinding perut mengeras, gangguan menelan, dan muka seperti tertawa (risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali mengalami kejang, terutama apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berbisik, terkejut, sinar, dll. Sehingga pasien tersebut perlu diisolasi dalam ruang tersendiri. Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum, yang penularannya terjadi padasaat pemotongan tali pusat yang dilakukan secara tidak steril. Tetanus neonatorum ini akan lebih mudah terjadi apabila bayi tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat ibunya hamil tidak pernah mendapat imunisasi.

  1. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan oleh tetanus, antara lain:
  • Hipoksia yang disebabkan oleh gangguan pernapasan, pneumonia sebagai akibat atelektasis, aspirasi dan/atau ventilasi mekanis
  • Trombosis vena dan emboli paru
  • Aritmia jantung, hipertensi dan hipotensiyang disebabkan oleh ketidakstabilan autonom, miokarditis, dan/atau kekurangan volume intravaskuler
  • Fraktur tulang punggung
  • Infeksi yng berkaitan dengan luka awal (Muliawan, 2008)

  1. Pencegahan
Pencegahan tetanus dilakukan melalui sterilisasi alat, misalnya saat pemotongan tali pusat, pembersihan dan perawatan luka dan segera mengobati luka infeksi. Upaya pencegahan tetanus yang paling efektif adalah melalui imunisai pasif dan imunisasi aktif. Pada penyakit tetanus berat, resiko terjadinya kematian sangat tinggi. Obat antibiotik dan imunisasi pasif atau antitetanus belum tentu mampu memperbaiki keadaan penyakit. Cara yang paling efektif adalah mencegah sebelum terkena tetanus melalui vaksinasi.

E. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus
  1. Fungsi
Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita.

Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi “whoops”Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium asupan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis).

Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus, kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah.

Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7 - 10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan.

Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster).

  1. Cara pemberian dan dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.
Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:
1.      Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang
2.      Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
3.      Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
4.      Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
5.      Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan.
Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.

  1. Efek samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.


Daftar Pustaka

Cahyono, J.B. Suharjo B. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Muliawan, Sylvia Y. 2008. Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem di Klinik. Jakarta: EGC
Arvin, Behrman Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Jakarta: EGC
Crocetti, Michael, Michael A. Barone. 2004. Oski’s essential pediatrics 2nded. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Beger, Stephen A. 2010.  Infectious Diseases of Haiti - 2010 Edition. Los Angeles: GIDEON E-book series


Hull, David and Derek I. Johnston. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC


Demikianlah Artikel Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT

Sekianlah artikel Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Materi Penyuluhan : Imunisasi DPT dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2017/09/materi-penyuluhan-imunisasi-dpt.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar