ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING
link : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING

Baca juga


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1.Konsep Teori
1.1.1.      Pengertian
     Stroke hemoragik merupakan perdarahan cerebri dan mungkin perdarahan subarachnoid, disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke hemoragik yaitu terjadi secara mendadak saat penderita melakukan aktifitas. Biasanya disertai nyeri kepala hebat, mual muntah bahkan kejang sampai pingsan dan juga gejala lumpuh badan separoh.
Stroke Hemoragi  adalah Stroke yang terjadi sebagai akibat pecahnya pembuluh darah yang rapuh diotak. Dua tipe pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan stroke hemoragi, yaitu; aneurysms dan arteriovenous malformations (AVMs). Aneurysms adalah pengembangan pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga data pecah. Arteriovenous malformations adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, sehingga mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.

1.1.2.      Etiologi
1)   Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi akibat arterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim  otak yang dapat menyebabkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak

1.1.3.      Faktor resiko terjadinya stroke
1)      Hipertensi faktor resiko utama, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2)      Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri.
3)      Kolesterol tinggi
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak
4)      Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
5)      Peningkatan hematokrit
6)      Diabetes Melitus
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.
7)      Penyalahgunaan Obat (kokain), konsumsi alkohol dan merokok
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung (arythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah.Marijuana mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh darah.
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik.
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
8)      Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
9)      Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
10)  Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

1.1.4.      Klasifikasi Stroke Hemoragik (Arief Muraqqin, 2008:237)
1)             Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebellum.
2)             Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah cerebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).  Sepering pula dijumpai kaku kuduk dan dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2  sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan  dilepaskan ke dalam cairan cerebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Table 1 Perbedaan perdarahan Intraserebral dengan perdarahan Subarachnoid
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal
+/-
+++
Hemiparese
++
+/-
Gangguan syaraf otak
+
+++

1.1.5.      Tanda dan Gejala
            Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatan Kritis (1996: 258-260), manifestasi stroke yaitu:
1.    Lobus Frontal
a)      Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b)      Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c)      Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.


2.    Lobus Parietal
Dominan
1)      Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2)      Defisit bahasa/komunikasi
a)      Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
b)      Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
c)      Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
d)     Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
e)      Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain :
a)        Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
b)        Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyek-obyek dengan tepat)
c)        Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
d)       Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
e)        Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
f)         Disorientasi kanan kiri
3.    Lobus Occipital: Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.




4.    Lobus Temporal : Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh

1.1.6.      Pemeriksaan Penunjang
a.        Angiografi serebral: menentukan penyebab stroke secara spesifik
b.      CT scan kepala: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia.
c.       Lumbal Pungsi: tekanan yang meningkat dan disertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid/perdarahan intracranial
d.      MRI: menentukan posisi serta besar/luas terjadinya peredaran darah otak
e.       TCD (transcranial doppler) ultrasonography: untuk mendeteksi lokasi dan derajat penyumbatan pada karotis ekstra kranial dan pembuluh darah yang besar pada intra kranial.
f.       EEG: melihat dampak yang ditimbulkan oleh jaringan infark
g.      Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri terutama untuk mendapatkan informasi hemoglobin dan hematocrit.
h.      Pemeriksaan kimia darah dan darah rutin.
1)      Pada stroke akut mungkin terjadi hiperglikemia.
2)      Hiperkolesterolemia, peningkatan kekentalan dan viskositas darah diperiksa untuk mengetahui penyebab stroke.
3)      Mungkin terjadi pula gangguan elektrolit.
i.        Pemeriksaan prothrombine test (PT) dan activated partial thromboplastin test (APTT) dilaksanakan untuk mengetahui status koagulasi dan untuk mempersiapkan pemberian terapi trombolysis.


1.1.7.      Penatalaksanaan
a.    Menstabilkan TTV:
1)        Mempertahankan saluran nafas yang paten dengan pemasangan oropharingeal tube dan penghisapan lender/muntahan
2)        Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien termasuk usaha memperbaiki hipertensi dan hipotensi
3)        Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
4)        Memperbaiki kadar gula darah
5)        Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat (menghindari fleksi kepala)
b.     Pengobatan Konservatif
1)      Terapi antiagregasi thrombosit (aspirin) diberikan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosit yang terjadi setelah ulserasi alteroma.
2)      Anti koagulan diberikan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain.
3)      Vasodilator : untuk meningkatkan aliran darah serebral

1.1.8.      Komplikasi
1)        Infeksi pernafasan
2)        Paralisis: dislokasi sendi, dekubitus, kontraktur
3)        Epilepsy
4)        Hidrosefalus

1.2.         Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1.      Pengkajian (Doengoes, 2000)
1)   Identitas
Umur: Biasa dialami oleh khususnya pasien yang berumur 64 tahun keatas.
2)   Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
3)   Riwayat kesehatan sekarang
Stroke hemoragik terjadi mendadak saat aktivitas
4)   Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
5)   Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
6)   Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
7)   Kebutuhan Dasar
a)        Nutrisi: Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas.
b)        Eliminasi: Menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distensi bladder berlebih), bising usus negatif (ileus paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
c)        Aktivitas: Menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegia, mudah lelah, gangguan tonus otot
d)       Istirahat: Klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
2.    Pemeriksaan Fisik
a.    Sistem Respirasi (Breathing): Batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b.    Sistem Cardiovaskuler (Blood): Dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c.    Sistem neurologi
a)        Tingkat kesadaran: Bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b)        Pengkajian fungsi serebral: Adanya perubahan status mental (penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah), perubahan fungsi intelektual (penurunan kemampuan mengingat, memori, berhitung), perubahan kemampuan berbahasa (terjadi disfasia reseptif atau ekspresif, disatria atau atraksia), gangguan lobus frontalis (gangguan orientasi, gangguan efek psikologis) serta adanya kerusakan hemisfer otak (adanya hemiparese).
d.   Sistem Gastrointestinal (Bowel): Adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
e.    Sistem perkemihan (Bladder): Terjadi inkontinensia urine

f.     Sistem integument
Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
g.    Sistem muskuloskeletal: Kehilangan kontrol volunter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas.

1.2.2.      Diagnosa Keperawatan
( Barbara Engram, 1998, Doengoes, 2000,  Lynda, Juall)
1)   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret.
2)   PK : Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraksi jantung
3)   Gangguan perfusi jaringan cerebral yang berhubungan dengan oklusi otak dan edema otak.
4)   Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
5)   Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum dan trauma pada nervus VII
6)   Gangguan eliminasi urine (inkotenensia urine) berhubungan dengan gangguan pada saraf
7)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan
8)   Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke.
9)   Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan saraf motorik, tirah baring lama akibat stroke.
10)    Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
11)    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas akibat gangguan dari fungsi otak
12)    Resiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi cerebral sekunder akibat hipoksia jaringan
13)    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

1.2.3.      Intervensi Keperawatan
1)   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan: Pasien menunjukkan saluran pernafasan paten/efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
a)      Pasien mengungkapkan dapat batuk secara efektif.
b)      RR : 12 – 20 kali / menit.
c)      Tidak terdengar suara nafas tambahan seperti : ronkhi
Intervensi:
a)        Jelaskan pada pasien penyebab penumpukan sekret pada jalan nafas dan tindakan yang akan dilakukan untuk mengeluarkan sekret.
R/ Pemberian penjelasan meningkatkan pemahaman pasien sehingga pasien kooperatif
b)        Berikan posisi semi fowler / fowler
R/ Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernafasan, meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan kemampuan pasien untuk batuk efektif.
c)        Berikan hidrasi yang cukup
R/ Pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup dapat membantu mengencerkan sekret yang kental.
d)       Berikan Fisioterapi nafas : pemberian uap dingin (nebulizer) , vibrasi dada, perkusi dada
ü  Nebulizer : Mengencerkan secret
ü  Vibrasi dada dan perkusi dada : Merontokkan sekret
R/ Fisioterapi nafas dapat membantu mengeluarkan sekret dari jalan nafas.


f)         Ajarkan nafas dalam dan batuk efektif
       R/ Nafas dalam dan batuk efektif dapat membantu mengeluarkan sekret pada saluran pernafasan. Latihan nafas dalam juga dapat meningkatkan kekuatan otot – otot pernafasan utama dan meningkatkan ekspansi paru.
g)        Observasi : Suara nafas abnormal (ronkhi ), RR
R/ Ronkhi, RR yang meningkat merupakan indikator adanya penumpukan secret pada saluran pernafasan.

2)        Perubahan perfusi jaringan otak  (serebral) berhubungan dengan edema serebral, gangguan oklusi yang ditandai oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal dengan kriteria hasil:
a)    Pasien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
b)   Tidak ada tanda TIK meningkat
c)    Tanda-tanda vital stabil (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36,5-37,5 0C, pernafasan 12-20 kali permenit)
Intervensi :
a)      Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b)      Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
R/ Untuk mencegah perdarahan ulang
c)      Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan  letak jantung (beri bantal tipis)
R/ Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
d)     Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
R/ Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
e)      Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R/ Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/ perdarahan lainnya
f)       Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
R/ Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat

3)        PK: Penurunan curah jantung yang ditandai dengan takikardi dan denyutan lemah, hipotensi, kulit pucat, penurunan haluaran urine
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan peningkatan curah jantung dengan kriteria hasil :
a)        Nadi 60-100 x/mnt
b)        TD 120/80 mmHg
c)        Tidak ada pucat/sianosis
d)       Pasien tidak gelisah dan tidak cepat lelah
Intervensi
a.         Jelaskan pada pasien penyebab cepat lelah, kulit pucat
R/ penurunan suplai darah keseluruh tubuh menyebabkan jaringan kurang O2, penurunan metabolisme energy sehingga menyebabkan kelelahan. Suplai darah ditujukan untuk organ vital sehingga darah perifer mengalami penurunan.
b.         Berikan lingkungan yang tenang
R/ menghilangkan stress sehingga kerja jantung tidak meningkat
c.         Anjurkan pasien bed rest dan bantu dalam memenuhi kebutuhan
R/ mengurangi kebutuhan O2 tubuh dan menurunkan beban kerja jantung
d.        Kolaborasi dalam pemberian
Ø  Vasodilator
R/ meningkatkan cardiac output, mengurangi tahanan vaskuler
Ø  Digoksin
R/ menurunkan kecepatan konduksi rangsang dalam system hantaran sehingga meningkatkan cardiac output
e.         Observasi nadi, TD, integument, kelelahan
R/ menunjukkan adanya perbaikan curah jantung dan suplai O2
4)             Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal dengan kriteria hasil:
a)        Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi     persepsi
b)        Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa.
Intervensi:
a.         Jelaskan kepada pasien dan keluarga penyebab perubahan kemampuan meraba dan merasa
R/ perubahan kemampuan meraba dan merasa disebabkan adanya penekanan pada saraf
b.         Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
R/ Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma
c.         Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya
R/ Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh
d.        Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan  yang normal
R/ Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma
e.         Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit
R/ Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit
f.       Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
R/ Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
g.         Lakukan validasi terhadap persepsi klien
R/ Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.
5)             Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum dan trauma pada nervus VII
Tujuan : Pasien mampu menunjukkan perubahan dalam komunikasi dengan kriteria hasil:
a.    Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b.    Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c.    Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
a)         Jelaskan pada klien tentang pentingnya untuk selalu melatih bicara/ vokalisasi
R/ Latihan bicara akan membantu klien menggerakkan otot-otot wajah
b)        Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “PUS” atau “SH”
R/mengidentifikasi adanya disatria sesui komponen motorik dari berbicara (seperti lidah, gerakan bibir, control napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik
c)         Minta pasien untuk membaca kalimat sederhana
R/kekurangan/ketidakmampuan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan motorik
d)        Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien
       R/ bermanfaat untuk menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat berkomunikasi secara berarti
e)         Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan dan dengan tenang, gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respon pasien
R/ menurunkan kebingungan /ansietas selama proses komunikasi dan berespon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu
f)         Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan komunikasi dengan pasien seperti membaca surat atau diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga
R/ Mengurangi isolasi pasien dan meningkatkan komunikasi yang efektif
g)        Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R/ pengkajian secara individual kemampuan bicara, sensori dan motorik serta kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan terapi
6)        Gangguan eliminasi urine (inkotenensia urine) berhubungan dengan gangguan pada saraf
Tujuan : Pasien mampu mengontrol pengeluaran urine dengan kriteria hasil:
a)        Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
b)        Tidak ada distensi bladder
Intervensi
a)    Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
R/ hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
b)   Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
R/ berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih.
c)    Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam
R/ pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enuresis
d)   Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik).
R/ melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
e)     Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
R/ kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
f)     Observasi pola berkemih pasien
R/ indikasi perkembangan pasien
7)             Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia, kesulitan menelan dan menurunnya nafsu makan
Tujuan: Pasien mengalami pemenuhan nutrisi dengan kriteria hasil:
a)        Nafsu makan meningkat, berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
       Intervensi:
a.    Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat membatu proses penyembuhan
b.    Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
R/ Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
c.    Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
R/ Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
d.   Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
R/ Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
e.    Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
R/ Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
f.     Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
R/ Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
g.    Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
R/ Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
h.    Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
R/ Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
i.      Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
R/ Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
j.      Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran intravena  atau makanan melalui selang
R/ Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
8)        Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke.
Tujuan: Pasien  tidak mengalami konstipasi dengan kriteria hasil:
a)        Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
b)        Konsistensi feces lunak
c)        Bising usus normal (5-35 kali permenit )
Intervensi
a.    Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
R/ pasien dan keluarga akan mengeti tentang penyebab obstipasi.
b.    Anjurkan pada klien untuk makan makananan yang mengandung serat.
R/ diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic usus dan eliminasi reguler.
c.    Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi.
R/ makanan cairan adekuat membantu mempertahan kan konsistensi feces yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
d.   Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
R/ aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.
e.    Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feces (laxatif, suppositoria, enema)
R/ pelunak feces meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan feces dan membantu eliminasi
f.     Observasi: Auskultasi bising usus, defekasi
R/ bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltic
9)             Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil:
a)      Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b)      Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c)      Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
          Intervensi:
a)    Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi
R/ menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
b)   Ubah posisi tiap 2 jam
R/ menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol
c)    Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
R/ menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
d)   Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit.
R/ mempertahankan keutuhan kulit
e)    Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
R/ hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
10)  Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perwatan diri dapat ditingkatkan dengan criteria hasil :Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan pasien
Intervensi :
a)      Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila diperlukan
R / Bagi klien dengan CVA bleeding tidak mampu melakukan aktivitas merawat diri sehingga perlu dibantu karena pasien mengalami penurunan kesadaran.
b)      Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan.
R / Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani pasien.
c)      Bantu pasien untuk melakukan perawatan diri (mandi, makan, dll)
R / Pasien dengan CVA bleeding mengalami penurunan fungsi motorik akibat penurunan kesadaran dan adanya perdarahan intraserebral.
11)    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas ditandai kelemahan ekstremitas kiri, pasien tampak lemah.
Tujuan: Pasien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan kriteria hasil:
a)        Ekstremitas tidak tampak lemah
b)        Ekstremitas yang lemah terutama bagian kiri dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri
c)        Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri
Intervensi:
a)    Jelaskan pada pasien akibat dari terjadinya imobilitas fisik
R/ imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak
b)   Ubah posisi pasien tiap 2 jam
R/ menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
c)    Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
R/ gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
d)   Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
R/  mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
e)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
R/ peningkatan kemampuan daam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
f)    Observasi kemampuan mobilitas pasien
R/ mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan

12)         Diagnosa Keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan kurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat penurunan kesadaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera yang dialami pasien dengan criteria hasil :
Intervensi :
1)        Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
2)        Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar (tempat, waktu dan orang)
R/ Agar pasien mengetahui keadaan lingkungan sekitarnya dan mencegah terjadinya disorientasi tempat, waktu dan orang.
3)        Berikan lingkungan yang aman (rel samping, mencegah jatuh)
R/ : Memperkecil kemungkinan terjatuh dan kecelakaan.
4)        Kolaborasi dalam pemberian obat penenang bila pasien dalam keadaan gelisah
R/ Agar pasien tenang dan mengurangi resiko cedera
5)        Observasi tingkat kesadaran dan kognitif
R/ : Membantu memprediksikan kemampuan pasien untuk memproteksi diri sendiri.

13)         Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mengetahui  mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya dapat menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit.
Intervensi:
a)      Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
R/ Agar pasien mengetahui, mengerti dan memahami tentang sakit yang dialami.
b)      Lakukan pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai rencana pada satuan acara pembelajaran (SAP).
R/ Memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien dan bagi perawat dapat mengetahui perkembangan pengetahuan pasien dengan pasti.
c)      Diskusikan bersama pasien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
d)     Tinjau ulang program pengobatan.
R/ Pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
e)      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, prognosa, dan pengobatannya.
R/ Untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan menghindari kejenuhaan informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.(1999) Diagnosa Keperawatan.(2000) alih bahasa Monica Ester.Jakarta : EGC
               
Doengus, Maryln.(1993). Rencana asuhan keperawatan.(1999).alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.

Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius

Henger, Barbara R.(2003).Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. EGC:Jakarta

Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan holistic Edisi VI volume II. EGC:Jakarta

Mutakim, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. salemba medika: jakarta.

Price, Sylvia A.(2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. alih bahasa Huriawati, Hartanto.(2005). Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne.(1996). Keperawatan Medikal Bedah.(2002) alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC




Demikianlah Artikel ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING

Sekianlah artikel ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA BLEEDING dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar