asuhan keperawatan pada diabetes melitus

asuhan keperawatan pada diabetes melitus - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul asuhan keperawatan pada diabetes melitus, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : asuhan keperawatan pada diabetes melitus
link : asuhan keperawatan pada diabetes melitus

Baca juga


asuhan keperawatan pada diabetes melitus



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN
 
1.1        Konsep Dasar Penyakit
1.1.1  Diabetes Melitus
1.1.1.1.Pengertian
         Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan gejalanya sangat bervariasi (Tjokronegoro, 1996).
         Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah (Brunner & Sudarth, 2002).
         Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
         Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).

1.1.1.2  Etiologi
         Menurut Riyadi & Sukarmin (2008) penyebab diabetes melitus adalah karena penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans. Jenis juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan atau obesitas.


         Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1)  Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2)  Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3)  Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
4)  Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada ketidakseimbangan pankreas.
5)  Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
6)  Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini akan berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
1.1.1.3  Klasifikasi Diabetes Melitus
         Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh Price & Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu:
(1)         Diabetes Melitus Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin).
         Terjadi  5-10% kejadian. DM type 1 disebabkan oleh:
a)     Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
b)      Idiopatik, tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia.
          Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya muda < 30 tahun. Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan BB yang baru saja terjadi. Cenderung mengalami ketosis jika tidak mengalami insulin, komplikasi akut hiperglikemi: ketoasidosis diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).
(2)         Diabetes Melitus Tipe 2 (onset maturity dan nondependent insulin) 90-95%
      Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan terjadi di segala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah melalui penurunan berat badan. Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki  kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom hiperosmolar nonketotik (Brunner & Suddarth, 2002).
(3)          Diabetes Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.
( 4)    Tipe khusus lain
a)             Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
b)             Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin
c)             Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin yang berat dan akantosis negrikans
d)            Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik
e)             Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali
f)              Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
g)             Infeksi
(5)          Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan asimtomatis. IGT mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini. Mereka ini tidak digolongkan sebagai penderita diabetes tetapi dianggap beresiko tinggi terhadap diabetes.
(6)         Gangguan glukosa puasa (IFG)
Pasien dengan gangguan glukosa puasa juga meningkat resikonya terhadap diabetes dan komplikasi metabolik akibat IGT.

1.1.1.4  Manifestasi Klinis
         Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
1)            Poliuria (peningkatan volume urine)
2)            Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3)            Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4)            Polifagia (peningkatan rasa lapar).
5)            Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
6)            Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
7)            Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
8)            Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
9)            Kelemahan tubuh
Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
10)        Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuha energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
11)        Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
12)        Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.

1.1.1.5  Komplikasi
         Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
1)            Komplikasi Metabolik Akut
a.    Ketoasidosis Diabetik (DKA)
     Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
b.    Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
     Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
c.    Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia.
2)            Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a.    Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
b.    Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. 





1.1.1.6  Pemeriksaan Penunjang
         Pemeriksaan gula darah pada pasien DM menurut Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1)        Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2)        Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
3)        Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
4)        Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5)        Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
6)        Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
7)        Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
8)        C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
9)        Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.





1.1.1.7  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Primer
1)            Diet
Tujuan utama dari terapi diet adalah mengendalikan kadar glukosa darah agar tetap berada pada nilai normal (Lanywati, 2007).
(1)         Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
(2)         Karbohidrat kompleks (serat dan tepung), sumber serat didapati dari buah-buahan dan sayur.
(3)         Lemak jenuh harus dibatasi.
(4)         Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.
(5)         Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
Prinsip diet DM, adalah:
1)      Jumlah sesuai kebutuhan
2)      Jadwal diet ketat
3)      Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1)      Diit DM I              : 1100 kalori
2)      Diit DM II            : 1300 kalori
3)      Diit DM III           : 1500 kalori
4)      Diit DM IV            : 1700 kalori
5)      Diit DM V            : 1900 kalori
6)      Diit DM VI            : 2100 kalori
7)      Diit DM VII         : 2300 kalori
8)      Diit DM VIII         : 2500 kalori
Keterangan :
a)      Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
b)      Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
c)      Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
a)    J I      : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi    atau ditambah
b)      J II     : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c)      J III    : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
               BB (Kg)
BBR =                            X 100 %
     TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
Kurus (underweight)     :           BBR < 90 %
Normal (ideal)               :           BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight)     :           BBR > 110 %
Obesitas, apabila           :           BBR > 120 %
Obesitas ringan             :           BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang            :           BBR 130 – 140 %
Obesitas berat               :           BBR 140 – 200 %
Morbid                          :           BBR > 200 %
Ada  beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori yang dibutuhkan pasien:
a.    Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan
Sedang
Berat
100-200Kcal/jm
200-350Kcal/jam
400-900Kcal/jm
Mengendarai mobil
Memancing
Kerja Lab
Kerja sekertaris
Mengajar
Kerja RT
Bersepeda
Jalan cepat
Berkebun
Aerobik
Bersepeda
Memanjat
Menari, lari
Sepak bola
Tennis

Kerja ringan tambah 10% dari kebutuhan basal
-      Pada pasien kurus : 2300-2500 Kcal
-          Pada pasien normal: 1700-2100 Kcal
-          Pada pasien gemuk: 1300-1500 Kcal

Dewasa
Kcalori/ kg BB idaman

Kerja santai   
Kerja sedang
Kerja berat
Gemuk
25-25
30
35
Normal
30
35
40
Kurus
35
40
40-50

b.    Tepat Jenis
a)      Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan makanan yang diolah dengan menggunakan gula murni seperti: gula pasir, gula jawa, madu, sirop.  alkohol (Alkohol dapat memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan).
b)      Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti: nasi, Lemak jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas, kentang, sagu, mie.
c)      Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
c.    Tepat jadwal.
         Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
2)            Olah raga: latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Jangan memulai latihan sebelum makan.


3)            Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan meliputi pengetahuan mengenai diet, latihan fisik, minum obat, komplikasi dan pencegahan.
Penatalaksanaan Sekunder
1)      Obat-obatan
(1)   Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin.
(2)   Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak menyebabkan hipoglikemia.
(3)   Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4)   Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin.
2)      Penatalaksanaan Sekunder
(2)   Kerja cepat: RI (regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh obat: actrapid.
(3)   Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
(4)   Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja 18-24 jam.

1.1.1.8  Kriteria Diagnostik
            Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak hamil, pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1)      Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2)      Glukosa plasma puasa/nuchter  > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
3)      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp))  > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
(World Health Organization, Diabetes Melitus, Report of a WHO study group. Teach Report Series No. 727, 1985) kutipan dalam Brunner & Suddarth (2002).


1.1.2        Keadaan Hipoglikemia
1.1.2.1 Pengertian Hipoglikemia        
         Menurut Brunner & Suddarth (2002) hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang beratHipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl secara abnormal rendah. (http://www.Indonesiasehat. Com). Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.

1.1.2.2 Penyebab Hipoglikemia adalah:
1.        Untuk orang yang diabetes: adanya pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas sehingga menurunkan kadar gula darah secara cepat, kelainan pada penyimpanan karbohidrat, kelainan pada kelenjar hipofise dan adrenal. 
2.        Untuk orang yang tidak diabetes: Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang diabetes sering mengalami hipoglikemia yang berat. Hipoglikemi simptomatis yang terjadi pada 3-5 jam setelah makan dapat merupakan manifestasi klinis yang paling dini dari status diabetes. Fenomenan ini semula disebut disinsulinisme merupakan akibat dari abnormalitas pelepasan insulin oleh pancreas.

1.1.2.3 Klasifikasi Hipoglikemia
1)            Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2)            Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
3)            Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa.

1.1.2.4 Komplikasi Hipoglikemia (Soeparman, 1999) 
1.    Semua komplikasi pada hipoglikemia dapat dihubungkan dengan kelainan pada system saraf pusat. Akibat sementara yang paling sering dijumpai: sakit kepala, muntah-muntah, komplikasi ini timbul karena adanya udema cerebral.
2.    Adanya gangguan otak yang bersifat menetap sebagai akibat hipoglikemia: deteriosasi mental, skizofrenia, afasia, hemiparese.

1.1.2.5 Penatalaksanaan Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat cepat dipulihkan dengan pemberian glukosa melalui IV (50 ml cairan D50%) atau pemberian glukosa secara oral jika pasien cukup sadar untuk mencegah timbulnya aspirasi. Sebagai alternative, dapat juga diberikan glukagon 1 ml melalui IM (Pamela S.:2010).
Menurut Brunner & Sudarth (2002), penanganan untuk hipoglikemia biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gram gula yang bekerja cepat per oral:
a.    2-4 tablet glukosa
b.    4-6 ons sari buah atau teh yang manis
c.    6-10 butir permen khusus atau permen manis lainnya
d.   2-3 sendok teh sirup atau madu

Terapi hipoglikemia berdasarkan stadiumnya antara lain (Liza,2007):
1.        Stadium permulaan ( sadar )
1)        Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni ( bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung karbohidrat
2)        Hentikan obat hipoglikemik sementara
3)        Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4)        Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
5)        Cari penyebab
2.   Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia );
1)  Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena,
2)    Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
3)    Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
Ø  Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
Ø  Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
4)   Periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
Ø  Bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
Ø  Bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
Ø  Bila GDs 100 – 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
Ø  Bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa 10 %
5)    Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut –turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.

6)   Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %
7)   Bila GDs> 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, slinding scale setiap 6 jam :
GD ---- RI
( mg/dL ) (unit, subkutan )
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
8)    Bila hipoglikemia belum teratasi dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin )
9)    Bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam, cari penyebab lain penurunan kesadaran













2.1  Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
1)            Identitas
a.    Usia : DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Hipoglikemia sering terjadi pada penderita DM Tipe 2. Hipoglikemia paling sering pada perempuan, tetapi penyebab lain hipoglikemia tidak berhubungan dengan jenis kelamin. Dari segi usia, hipoglikemia  biasanya dialami pada wanita berusia 25-35 tahun. Rata-rata usia pasien didiagnosis dengan hipoglikemia adalah 40-an awal, namun hasil penelitian dapat terjadi pada bayi sampai dewasa usia 80 tahun.
b.    Tingkat sosial ekonomi, pekerjaan: Orang dengan pendapatan tinggi cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan aktivitas fisik yang sedikit.
2)            Keluhan utama
Kondisi hipoglikemi : Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3)            Riwayat penyakit sekarang
Penurunan kesadaran, tremor, adanya keluhan mual, muntah, palpitasi.
4)            Riwayat kesehatan dahulu
Memiliki riwayat penyakit DM dan Hipertensi, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
5)            Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki riwayat keluarga dengan DM. Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
6)             Pemenuhan Kebutuhan Dasar
a.    Kebutuhan Nutrisi.
Penurunan nafsu makan, mual , muntah, tidak mengikuti diit, peningkatan masukan glukosa.
b.    Kebutuhan Aktivitas – Istirahat.
Lemah, letih, sulit untuk melakukan aktivitas, gangguan istirahat – tidur.
c.    Kebutuhan Eliminasi.
Perubahan pola berkemih retensi
7)             Psikososial- Spiritual
a)    Psiko
Stress dan tergantung pada orang lain, ansietas. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
b)   Sosial
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti biasanya.
c)    Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena kelemahan fisik dan ketidakmampuannya.

2.1.1  Pemeriksaan Fisik
1)   Sistem Pernafasan
Frekuensi pernafasan meningkat, nafas dalam , hiperventilasi ( bila terjadi gangguan keseimbangan asam – basa / asidosis metabolik akibat penumpukan benda keton dalam tubuh).
2)   Sistem Sirkulasi
Perubahan tekanan darah : Hipotensi, nadi lemah dan cepat ( bila terjadi syok hipovolemik akibat diuresis osmotik). Tekanan darah : meningkat ( apabila DM sudah kronis sehingga pembuluh darah mengalami aterosklerosis. Turgor kulit menurun , CRT lambat ( bila terjadi syok hipovolemik akibat diuresis osmotik ). Adanya luka / ulserasi yang sulit sembuh ( akibat gangguan perfusi perifer).
3)   Sistem Neurologi
Kesemutan, rasa baal akibat neuropati. Neuropati terjadi karena regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer. Terjadi gangguan penglihatan ( penglihatan kabur ). Terjadi penurunan kesadaran ( bila terjadi KAD / koma diabetikum ), kejang ( tahap lanjut dari KAD ).
4)   Sistem Pencernaan
Abdomen tegang / nyeri.
5)   Sistem Perkemihan
Urine encer, urine berkabut.
6)   Sistem Muskuloskeletal
Penurunan kekuatan otot, kram otot, penurunan umum rentang gerak. Parastesia / paralisis otot ( bila kadar kalium menurun dengan cukup tajam akibat diuresis osmotik ).
7)   Sistem Integument
Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.

2.1.2  Diagnosa Keperawatan
1)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik).
2)      PK: Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh darah
3)      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan disfungsi system saraf pusat akibat hypoglikemia
4)      PK : Hipoglikemia berhubungan dengan insufisiensi glukosa untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
5)      Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
6)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
7)      Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan hambatan ke lingkungan kamar mandi sekunder akibat lingkungan sekitar yang tidak terbiasa
8)      Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2.
9)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi   perifer.
10)  Resiko cedera berhubungan dengan kurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat hipoglikemia.
11)  Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

2.1.3  Intervensi Keperawatan
1)            Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan peningkatan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil: Pasien mengungkapkan nafas tidak terasa sesak, RR: 12-20 x/menit, pernafasan reguler, tidak berbau keton.
Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2)   Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
R/ Mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma.
(3)   Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang berlebihan.
R/Mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak diperoleh dari glukosa melainkan dari benda keton.
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.
R/ Meningkatkan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
(5)   Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.
R/Peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan benda keton dalam tubuh.

2)            PK: Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan: menunjukkan curah jantung yang memuaskan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil:
a.       TTV ( TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100 x/menit ) dalam batas normal.
b.      Kesadaran Composmentis.
c.       CRT < 2 detik.
d.      Sp O2 95-100 %
Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2)   Berikan waktu istirahat yang cukup/adekuat.
R/ Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hypertensi
(3)   Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
R/ Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan dengan respon hypertensive, dengan demikian menurunkan beban kerja jantung
(4)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuretik.
R/ Diuretik meningkatkan aliran urine dan menghalangi reabsorsi dari sodium/klorida didalam tubulus ginjal.
(5)   Observasi: Nadi ( irama, frekuensi ), Tekanan Darah.
R/ Tachycardia merupakan tanda kompensasi jantung terhadap penurunan kontraktilitas jantung. Mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.




3)             Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan disfungsi system saraf pusat akibat hypoglikemia.
Tujuan: perfusi jaringan otak meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan  dengan criteria hasil:
a)      Tingkat kesadaran komposmentis
b)      Disorientasi tempat, waktu, orang secara tepat
c)      TTV dalam batas normal (suhu 35,5ºC – 37,5ºC, nadi 60-100 x/menit, tekanan darah 120/80 mmHg)
Intervensi :
(1) Jelaskan kepada pasien tentang tindakn yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2) Pertahankan posisi tirah baring dengan posisi kepala headup
     R/ Perubahan tekanan CSS merupakan potensi resiko herniasi batang otak
(3) Bantu pasien untuk berkemih, membatasi batuk, muntah, mengejan, anjurkan pasien napas dalam selama pergerakan
     R/aktifasi seperti ini akan meningkatkan intra thorak dan abdomen yang dapat meningkatkan TIK.
(4) Kolaborasi dalam pemberian steroid, asetaminofen
     R/steroid menurunkan permiabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, asetaminofen menurunkan metabolisme seluler.
(5) Pantau status neurologis dengan teratur
     R/ Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK sangat berguna dalam menentukan lokalisasi
(6) Pantau TTV
     R/ Perubahan pada frekuensi jantung mencerminkan trauma/tekanan batang otak
(7) Pantau BGA
     R/ Asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada sel sehingga meningkatkan iskemia cerebral

4)            Diagnosa keperawatan : PK : Hipoglikemia berhubungan dengan insufisiensi glukosa untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang ditandai dengan pasien mengantuk (sulit dibangunkan), somnolen, keringat dingin, gemetar, rasa lapar, kadar gula darah <60 mg/dl.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan hipoglikemia dapat teratasi dengan kriteria hasil : pasien lebih segar, kesadaran membaik, perfusi hangat, gula darah normal  (120-140 mg/dl).
Intervensi :
(1)     Jelaskan kepada pasien dan keluarga sebab terjadinya penurunan gula darah.
R/ : Penurunan gula darah dapat disebabkan karena intake yang kurang, latihan fisik yang berlebihan, dan salah obat/dosis.
(2)     Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ : Agar pasien lebih kooperatif
(3)     Lakukan pemeriksaan gula darah sesaat
R/ : Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah.
(4)     Beri segera minum teh manis, pisang/roti, bila pasien masih sadar
R/ : Meningkatkan kadar glukosa
(5)     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian :
a)      Pemasangan infus dan program pemberian suntikan Dextrosa 40%
R/ : Dextrose mengandung glukosa yang mampu meningkatkan kadar gula darah.
b)      Program pemeriksaan gula darah ulang
R/ : Untuk mengetahui kadar gula darah dan menentukan jenis terapi lanjutan
c)      Penghentian pemberian obat-obat OAD/insulin
R/ : Salah satu penyebab terjadinya hipoglikemia adalah akibat penggunaan obat yang salah/dosis yang berlebihan
(6)     Observasi tingkat kesadaran/status neurologis pasien
R/ : Salah satu tanda hipoglikemia adalah penurunan tingkat kesadaran. Oleh karena itu harus dipantau untuk mencegah pasien jatuh dalam keadaan koma.
(7)     Observasi faktor-faktor penyebab terjadinya hipoglikemia (intake yang kurang, latihan fisik yang berlebihan, salah obat/dosis)
R/ : Mengetahui jenis terapi yang akan dilakukan

5)            Diagnosa keperawatan : Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan volume cairan dan tidak terjadi syok hipovlemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N:60-100 x/menit, TD: 100-140/80-90 mmHg, S: 36,5-370C, RR: 12-20 x/menit), nadi perifer teraba kuat, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, haluaran urine >1500-1700 cc/hari, kadar elektrolit urin dalam batas normal.
Intervensi :
(1)   Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari buah yang manis.
      R/ Menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.
(2)   Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
      R/ Mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi dan menghindari overload jantung.
(3)   Observasi suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan membran mukosa.
      R/ Dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering di kulit sebagai indikasi penurunan volume pada sel.
(4)   Pantau masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
      R/ Memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB adalah air).
(5)   Observasi TTV, catat adanya perubahan TD, Turgor kulit, CRT.
      R/ Penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik dapat dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah, CRT yang lambat, turgor kulit yang tidak elastis.

6)             Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil: peningkatan berat badan, nilai Hb dan albumin normal, dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2)   Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula.
      R/ menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk mengambil glukosa.
(3)   Timbang berat badan.
      R/ mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita DM.
(4)   Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan, jumlah nutrisi.
      R/ meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi.
(5)   Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
R/ insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel.
(6)   Kolaborasi dengan ahli diet.
Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
(7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan: Hb dan albumin.
R/ Hb dan albumin dalam batas normal merupakan indikator kecukupan nutrisi tubuh.
7)            Diagnosa keperawatan : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan hambatan ke lingkungan kamar mandi sekunder akibat lingkungan sekitar yang tidak terbiasa.
Tujuan : Pasien mampu berkemih setelah diberikan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : Tidak ada distensi kandung kemih, pengeluaran urine lancar.
Intervensi :
(1)          Palpasi area suprapubik
R/ : Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik
(2)          Dorong meningkatkan masukan cairan
R/: Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
(3)          Berikan rendaman duduk/kompres dingin di daerah abdomen/suprapubik
R/:  Meningkatkan relaksasai otot dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
(4)          Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih
R/ : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

8)             Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : pasien mengalami penurunan sensasi nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria hasil : Pasien  secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang, pasien dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, Pergerakan penderita bertambah luas, Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 –130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).




Intervensi :
(1)     Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
R/ Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
(2)     Ciptakan lingkungan yang tenang.
R/ Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
(3)     Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R/ Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
(4)     Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
R/ Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
(5)     Berikan kompres es/dingin
R/ Menurunkan panas (Hipertermi)
(6)     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
R/ Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
(7)     Observasi  tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

9)             Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2.
Tujuan: pasien dapat mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dengan
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mengungkapkan tidak sesak nafas saat melakukan aktivitas.
b.      Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri.
c.       Pasien tidak terlihat kelelahan / sesak nafas pada saat melakukan aktivitas.
d.      TTV ( TD 120/80 mmHg, Nadi 60-100 x/menit, RR 12-20 x/menit ) l saat dan setelah melakukan aktivitas.

 Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2)   Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan istirahat.
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard (peningkatan kebutuhan oksigen yang berlebihan).
(3)   Ajarkan aktivitas secara bertahap.
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.
(4)   Observasi peningkatan intoleransi aktivitas
R/ Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
(5)   Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung.
(6)   Observasi tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic.
R/ Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.

10)        Diagnosa keperawatan : Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi perifer.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit membaik dan tidak terjadi perluasan kerusakan.
Kriteria hasil Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit, pencegahan gangguan integritas kulit, dengan kriteria hasil :
1.             Kulit tidak lecet dan tidak gatal, warna kulit tidak ikterik
2.             Klien mampu mendemonstrasikan cara untuk mencegah terjadi kerusakan integritas kulit.
Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
(2)   Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku dan tumit.
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
(3)   Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.
(4)   Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
(5)   Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
(6)   Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
(7)   Kolaborasi dalam pemeriksaan lab seperti ureum, creatinin
R/ Hasil pemeriksaan merupakan indicator yang tepat menentukan penyebab dan mengatasi masalah.
(8)   Observasi keadaan kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
(9)   Observasi keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.


(10)     Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat seluler

11)         Diagnosa Keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan kurang kesadaran tentang bahaya lingkungan sekunder akibat hipoglikemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera yang dialami pasien dengan criteria hasil :
Intervensi :
1)        Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
2)        Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar (tempat, waktu dan orang)
R/ Agar pasien mengetahui keadaan lingkungan sekitarnya dan mencegah terjadinya disorientasi tempat, waktu dan orang.
3)        Berikan lingkungan yang aman (rel samping, mencegah jatuh)
R/ : Memperkecil kemungkinan terjatuh dan kecelakaan.
4)        Kolaborasi dalam pemberian obat penenang bila pasien dalam keadaan gelisah
R/ Agar pasien tenang dan mengurangi resiko cedera
5)        Observasi tingkat kesadaran dan kognitif
R/ : Membantu memprediksikan kemampuan pasien untuk memproteksi diri sendiri.

12)        Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mengetahui  mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya dapat menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit.

Intervensi:
(1)   Jelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita
R/ Agar pasien mengetahui, mengerti dan memahami tentang sakit yang dialami.
(2)   Lakukan pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai rencana pada satuan acara pembelajaran (SAP).
R/ Memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien dan bagi perawat dapat mengetahui perkembangan pengetahuan pasien dengan pasti.
(3)   Diskusikan bersama pasien tentang penyakitnya.
R/ Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
(4) Tinjau ulang program pengobatan.
      R/ Pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
(4)   Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, prognosa, dan pengobatannya.
      R/ Untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan menghindari kejenuan informasi.













DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC.

Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.











Demikianlah Artikel asuhan keperawatan pada diabetes melitus

Sekianlah artikel asuhan keperawatan pada diabetes melitus kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel asuhan keperawatan pada diabetes melitus dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/05/asuhan-keperawatan-pada-diabetes-melitus.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar