Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel askep, Artikel askep pdf, Artikel asuhan keperawatan, Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena
link : Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

Baca juga


Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Fisiologi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta/ari) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau pun bisa melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba 2010).

Proses terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kontraksi (his). Tersapat dua hormon yang dominan saat wanita dalam kondisi hamil, hormon tersebut antara lain adalah:

Hormon
Fungsi
Esterogen
1.     Meningkatkan sensitivitas otot rahim
2.     Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
Progesteron
1.    Menurunkan sensitivitas otot rahim
2.    Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
3.    Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.

Adapun gejala persalinan antara lain sebagai berikut:
  1. Adanya kontraksi atau his yang semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek
  2. Keluarnyalendir bercampur darah
  3. Dapat disertai amnion pecah
  4. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks:
1)   Perlunakan serviks
2)   Pendataran serviks
3)   Terjadi pembukaan serviks

Faktor-faktor yang penting dalam persalinan adalah sebagai berikut:
1.    Power
1)   HIS (kontraksi otot rahim)
2)   Kontraksi otot dinding perut
3)   Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4)   Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum

2.    Passanger (janin dan plasenta)
3.    Passageways (jalan lahir)
4.    Psycho (psikologis)
5.    Provider (tenaga kesehatan terampil dan non tenaga kesehatan)

Janin terletak dalam kantong amnion yang dilapisi oleh amnion pada bagian dalam dan chorion pada bagian luar. Bersamaan dengan diferensiasi jonjot korion yang menjadi plasenta padadaerah basal selaput lendir ibu (Chorion frondosum),  rongga amnion yang awalnya berupa gelembung kecil pada daerah embrioblas membesar dengan embrio yang berkembang di dalamnya sehingga bagian toproblas yang mengarah ke rongga rahim dan selaput lendir ibu (desidua capsularis) sedikit-demi sedikit bersamaan tertekan dan berdegenerasi (Rohen 2009).

Pada akhirnya desidua kapsularis bersama dengan desidua parietalis menyatu dan lumen uterus akan menghilang sehingga terbentuklah amnion beserta cairan amnionnya. Amnion beserta cairan amnion ini memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
  1. Proteksi         : Pelindung janin terhadap trauma ekterna;
  2. Mobilisasi      : Memungkinkan ruang gerak bagi janin;
  3. Homeostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan keseimbangan asa basa dalam rongga amnion;
  4.  Mekanik        : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh intra uterin;
  5. In partu         : Membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir (Yulaikha 2006).

Pada saat kelahiran, akan terjadi robekan amnion (ruptur amnion), air amnion akan mengalir keluar dan anak terdorong keluar dari jalan lahir. Seringkali amnion pecah mendekati akhir kala dua, akan tetapi pecahnya amnion juga dapat terjadi setiap saat sebelum atau selama persalinan (Rohen 2009).
Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena
KEHAMILAN



Gambar 2.1 Perkembangan rongga amnion dan amnion pada proses embriogenesis

2.2  Trombosis Vena
Definisi trombosis vena
Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi (Tambunan 2001). Trombosis vena merupakan pembentukan gumpalan darah terkonsentrasi di vena dan komplikasi dari thrombosis vena ini adalah emboli paru yang dapat mengancam kehidupan. Thrombosis vena dapat terjadi karena adanya tromboflebitis. Tromboflebitis adalah inflamasi dinding vena, sering disertai dengan pembentukan bekuan. Ketika bekuan pertama kali terjadi dalam vena sebagai akibat stasis atau hiperkoagulanilitas, tetapi tanpa inflamasi, proses ini disebut sebagai flebotrombosis. Thrombosis vena dapat terjadi dimana saja pada vena tetapi yang paling sering adalah vena pada ektermitas bawah. Baik vena superfisial atau vena profunda dari tungkai dapat terkena. Bahaya yang berkaitan dengan thrombosis vena adalah dimana bagian bekuan dapat terlepas dan menyebabkan sumbatan embolik pada pembuluh darah pulmonal. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) merupakan kondisi di mana darah pada vena-vena profundus pada tungkai atau pelvis membeku. Emboli dari thrombus menimbulkan emboli paru (pulmonary embolus, PE). Sementara kerusakan vena lokal dapat menyebabkan hipertensi vena kronis dan ekstermitas pascafeblitis (postpheblitic limb, PPL).

Klasifikasi trombosis vena
Ada berbagai jenis trombosis diklasifikasikan dalam trombosis vena dan ini adalah:
  1. Deep Vein Trombosis (DVT)
Penggumpalan darah jenis ini terbentuk dari jaringan di dalam vena dan umumnya mempengaruhi vena ekstermitas bawah. Penggumpalan terjadi dalam pembuluh darah dan tidak dapat dilihat melalui kulit. Hal ini terjadi terutama di betis kecuali selama kehamilan maka bekuan biasanya terletak dalam panggul dan paha.
DVT, Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

  1. Portal Vein Trombosis (PVT)
Jenis trombosis mempengaruhi pembuluh darah portal yang dapat menyebabkan hipertensi portal sehingga menghasilkan penurunan aliran darah ke hati. Hal ini diketahui dapat menyebabkan gangguan pada splen. Penyebab trombosis adalah karena kanker di hati, pankreas dan perut serta abses hati. Infeksi pusar adalah penyebab umum dari trombosis vena portal pada bayi baru lahir.

  1. Renal Vein Trombosis (RVT)
Hal ini terjadi terutama pada pasien dengan sindrom nefritik. Pembentukan bekuan dalam jenis ini merupakan trombosis di vena yang mengalirkan darah di ginjal.

  1. Cerebral Venous Sinus Trombosis (CVST).
Bentuk thrombosis yang parah dan jarang terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda. Thrombosis ini paling sering terjadi pada perempuan. Penyebabnya sulit ditentukan dan trombosis ini diyakini menjadi penyebab umum dari stroke.

  1. Jugular Vein Trombosis (JVT).
Suatu bentuk trombosis di jugularis internal atau eksternal. Thrombosis ini jarang terjadi dan biasanya menyerang sebagian besar pasien rumah sakit dan sebagian besar disebabkan intervensi intravena, infeksi dan keganasan.

Etiologi trombosis vena
Penyebab pasti dari trombosis vena masih belum jelas, meskipun tiga faktor yang dikenal sebagai trias virchow diyakini berperan penting dalam perkembangannya.

Trias Virchow
  1. Stasis, bisa diakibatkan oleh imobilitas, operasi lama, obesitas, gagal jantung dan trauma.
  2. Jejas endotel (cedera pada dinding pembuluh darah) bisa diakibatkan olehtrauma, kanul intralumen, inflamasi, dan infeksi .
  3. Perubahan koagulasi darah (hiperkoagulasi) bisa diakibatkan oleh polisitemia, trombositemia, leukemia, sepsis, trauma mayor, diabetes mellitus, kehamilan/pil kontrasepsi oral kombinasi, merokok dan keganasan.

Faktor risiko
  1. Usia di atas 40 tahun
  2. Imobilisasi
  3. Obesitas
  4. Keganasan
  5. Sepsis
  6. Trombofilia (misalnya defisiensi antitrombin III/protein C/protein S, Faktor V leiden, antibodi antikardiolipin)
  7. Penyakit inflamasi usus
  8. Trauma
  9. Penyakit jantung
  10. Kehamilan/estrogen

Patofisiologi trombosis vena
Trombosis vena rentan terjadi pada masa kehamilan trimester ke tiga dan periode post partum. Pada masa kehamilan terjadi perkembangan janin. Lama-kelamaan berat janin menekan vena-vena besar yang mengaliri pelvik dan ekstrimitas bawah. Plasma fibrinogen mengalami peningkatan 40% atau lebih namun waktu pembekuan tetap sama seperti masa sebelum kehamilan. Hal ini memudahkan terjadi pembekuan darah serta terjadi statis venosa menyebabkan ibu hamil mengalami thrombosis vena (Hamilton, 1995). Trombosis  vena akibat perubahan mekanisme pembekuan darah yang tidak terkontrol (Rizki, 2013).

Pada proses persalinan baik pervaginam maupun operasi sesar, plasenta akan melepaskan plasminogen ke jaringan. Plasminogen yang masuk ke sirkulasi dapat menyebabkan peningkatan koagulasi darah. Terjadi penurunan aktivitas fibrinolitik  selama kehamilan dapat menimbulkan hiperkoagulasi. Hal ini menyebabkan thrombosis vena (Geinberg at al, 1998).

Manifestasi klinis trombosis vena
  1. 50% dari semua pasien tidak menunjukkan gejala
  2. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan ekstremitas
  3. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superfisial dapat lebih menonjol
  4. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untuk dideteksi
  5. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan mempalpasi ringan tungkai
  6. Tanda Homan (nyeri pada betis setelah dorsofleksi tajam kaki), tidak spesifik untuk thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapat didatangkan oleh setiap kondisi yang menyakitkan pada betis
  7. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya thrombosis vena profunda
  8. Thrombus (penonjolan) vena superfisial menyebabkan nyeri tekan, kemerahan, dan rasa hangat pada area yang terkena.

Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena poplitea, vena femoralis dan viliaca. Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu dapat dipastikan secara tepat lokasi/tempat terjadinya trombosis. Gambaran klasik adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif (sakit di calf atau di belakang lutut saat dalam posisi dorsoflexi). Keluhan dan gejala trombosis vena berupa:
  1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.

  1. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.

  1. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.

  1. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam (Majalah Kedokteran Andalas 2001).

WOC

WOC DPT, WOC DPT, Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena


Pemeriksaan diagnostik trombosis vena
Pemeriksaan trombosis vena berdasarkan gejala klinis saja menjadi kurang tepat, karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu;
  1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke vena iliaca.

  1. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femuralis dan iliaca dibandingkan vena di betis.

  1. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.

  1. Tes D-mer
Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-Dimer dan penurunan antitrombin.Peningkatan D-Dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif.Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan untuk meningkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 93%, spesivitas 77% dan nilai prediksi negatif 8% pada TVD proksimal, sedangkan pada TVD daerah betis sensitifitasnya 70%.

Penatalaksanaan trombosis vena
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan yang jarang menimbulkan kematian.

Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :
1.      Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2.      Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3.      Mengurangi keluhan post flebitis
4.      Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat dicegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.Prinsip pemberian anti koagulan adalah aman dan efektif. Aman artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli.Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu trombo plastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.
                  Penatalaksanaan:
  1. Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
  1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
  2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
  3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan  pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

  1. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin.Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin).Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia (HIT).

  1. Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Cara pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg  (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR : adalah 2,0 – 3,0.

Komplikasi trombosis vena
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena antara lain:
  1. Perdarahan
                        Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.

  1. Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.

  1. Sindrom post trombotik
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.


Prognosis trombosis vena
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.


  1. Asuhan Keperawatan Trombosis Vena
  1. Pengkajian
  1. Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, agama, suku bangsa pasien dan keluarga penanggungjawabnya.

  1. Riwayat Kesehatan
  1. KeluhanUtama :
        Keluhan klien saat pengkajian adalah
  1. Tungkai eritema, edema atau teraba seperti tali
  2. Homan’s sign : nyeri pada dorsopleksi pasif kaki

  1. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab thrombosis vena. Nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan dalam klien.  Misalnya dari riwayat: pasca operasi besar beberapa minggu sebelumnya, imobilisasi selama > 3 hari.

  1. Riwayat penyakit dahulu :
Pada pengkajian ini, perawat dapat menentukan kemungkinan penyebab DVT adalah imobilisasi yang lama atau pernah DVT sebelumnya.

  1. Riwayat penyakit keluarga: tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga.
  2. Riwayat Psikososial Spiritual
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari - hari, baik dalam keluarganya maupun dalam masyarakat.

  1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tanda – tanda klasik seperti edema kaki unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superficial teraba, dan Homan’s sign positif yaitu nyeri pada daerah betis setelah dilakukan dorso fleksi pada kaki, tidak selalu ditemukan.

Bila thrombosis terjadi akibat thrombus vena superficial maka akan didapatkan data :
  1. Nyeri
  2. Tenderness
  3. Redness
  4. Teraba hangat pada daerah yang terkena

Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer merupakan indicator adanya thrombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu bermakna untuk mendiagnosis adanya DVT, tetapi membantu menentukan factor resiko.

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. Penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan penurunan sirkulasi
  2. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
  3. Resiko injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan

  1. Intervensi Keperawatan
    1. Penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan penurunan sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama   x 24 jam, cardiak output klien kembali dalam nilai normal.
NOC
NIC
Circulation status
a. Tekanan darah
b. Kekuatan denyut kaki kanan
c. Kekuatan denyut kaki kiri
d. Pengisian kapiler
e. Edema perifer
f. Pucat
g. Penurunan rubor
h. Penurunan temperature tubuh
Circulatory Care: Venous Insufficiency
1. Tunjukkan tanda komphensif dari sirkulasi perifer (cek nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu)
2. Monitor ttv terutama peningkatan denyut nadi diikuti penurunan tekanan darah
3. Observasi tanda gejala perdarahan dari mulut dan rectum, karena perdarahan merupakan komplikasi yang serius pada pasien dengan terapi trombolitik
4. kolaborasikan dengan pemberian asam amino kaproic untuk menghentikan perdarahan
5. cek secara ketat perdarahan aktif selama 24 jam setelah terapi trombolitik dihentikan, 1 jam pertama 15 menit sekali, 8 jam berikutnya tiap 30 menit dan selanjutnya tiap jam
6. Observasi tanda reaksi alergi terhadap streptokinase seperti gatal, demam, sesak napas, bronkospasme, hipertensi
7. Hindari pemberian aspirin atau obat-obat yang bersifat hemolitik selama pemberian trombolik
8. Monitor EKG untuk mendeteksi adanya reperfusi disritmia akibat pemberian trombolitik dan kemungkunan diberikannya anti disritmia

  1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
NOC
NIC
Pain control (1605)
Indikator keberhasilan :
  1. Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan
  2. Melaporkan gejala tidak terkontrol
  3. Menggunakan terapi non-analgesik yang mengurangi nyeri
  4. Menggunakan terapi analgesic sesuai rekomendasi yang diberikan
  5. Melaporkan bahwa nyeri mampu dikontrol
Pain Management (1400)
  1. Kurangi faktor presipitasi
  2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non farmakologi)
  3. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  4. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  5. Kolaborasikan dengan dokter bila keluhan dari tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration (2210)
  1. Cek riwayat alergi
  2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
  3. Tentukan pilihan analgetik sesuai tipe dan beratnya nyeri
  4. Tentukanan algesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
  6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping pemberian.

  1. Resiko injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama   x 24 jam, tidak terjadi perdarahan pada klien
NOC
NIC
Blood Loss Severity
a. Penurunan Hb
b. Penurunan hematocrit (Hct)

Thrombolytic Therapy Management
1.    Monitor tanda vital untuk peningkatan nadi diikuti peningkatan tekanan sistolik karena menurunnya volume darah, akibat perdarahan internal dan eksternal.
2.    Cek Protrombin time pada pemberian warfarin dan PTT untuk pemberian heparin sebelum pemberian anticoagulan. Protombin time seharusnya 1,25 s/d 2,4. Jumlah platelet harus dimonitor sebab pemberian anti coagulan dapat menurunkan jumlah platelet.
3.    Cek  perdarahan dari mulut, hidung ( epistaksis), urine ( hematuria), kulit(petechie, purpura)
4.    Cek stool ( feses ) untuk mengetahui adanya perdarahan di intestinal.
5.    Khusus untuk pasien usila yang mendapat wafarin monitor harus lebih ketat, sebab kulit sangat tipis dan pembuluh darah sangat rapuh. Pemeriksaan PT harus lebih teratur.
6.    Harus selalu ada persediaan antagonis anticoagulan( protamine, vitamin K1 atau vitamin K3)  sewaktu dosis obat maningkat atau pada kondisi terjadinya perdarahan meningkat. Disamping itu persediaan plasma mungkin diperlukan untuk antisipasi diperlukannya transfusi.
7.    Ingatkan pada pasien untuk memberitahu dokter giginya bila memerlukan kontrol terhadap gigi bahwa pasien sedang dalam pengobatan anti coagulan.
8.    Anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan gusi.
9.    Anjurkan pasien (pria) untuk menggunakan alat cukur elektrik saat bercukur.
10.  Anjurkan pasien untuk selalu membawa kartu identitas sebagai pasien yang sedang dalam terapi anti coagulant.
11.  Anjurkan pasien untuk tidak merokok, karena merokok dapat meningkatkan metabolisme, selanjutnya dosis warfarin mungkin perlu ditingkatkan bila saat itu pasien masih aktif merokok.
12.  Ingatkan pasien untuk tidak menggunakan aspirin, gunakan obat analgesik yang mengandung asetaminofen.
13.  Ajarkan pada pasien untuk mengontrol perdarahan eksternal dengan cara penbekuan langsung pada daerah luka selama 5-10 menit dengan kasa bersih atau sterill.
14.  Anjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol yang dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi sayuran hijau, ikan, hati, kopi atau teh yamg kaya akan vitamin K.
15.  Jelaskan pada pasien untuk melaporkan perdarahan seperti : ptechie, echymosis, purpura, perdarah gusi, melena.

Kasus Trombosis Vena
Ny. X 33 tahun, usia kehamilan 8 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dibagian tungkai kaki. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, terlihat tonjolan-tonjolan vena di bagian tungkai, warna kemerahan, dan ketika diposisikan dorsofleksi Ny. X mengeluh sangat nyeri. Homan’s test (+). Tekanan darah 90/60 mmHg,suhu 380C ,berat badan 75kg, tinggi 152cm , sianosis dan akral teraba dingin. Tampak adanya edeme di tungkai.

Pengkajian

Anamnesa
  1. Identitas Pasien
Nama        : Ny. X                                    Usia Kehamilan: 32/33 minggu (8 bulan)
Usia          : 33 tahun                    Jenis kelamin: Perempuan      
BB/TB      : 75kg/152cm

  1. Keluhan Utama
Pasien akan mengeluhkan nyeri di bagian tungkai, edema.

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tampak pucat dan terjadi perubahan pada membran mukosa, tekanan darah mengalami penurunan

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit masa lalu

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga

  1. Pola aktivitas sehari-hari
Pasien jarang berolah raga

Pemeriksaan Fisik
  1. Primary Survey
  1. Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas pasien

  1. Breathing
Pernapasan normal, tidak ditemukan sesak napas.

  1. Circulation
  1. Hipotensi
  2. Sianosis perifer

  1. Disability
Alert: Pasien dalam kondisi sadar
Verbal: Pasien merespon saat ditanya
Pain: Pasien berespon saat nyeri
Unresponsive: -

  1. Exposure
Pasien mengalami kenaikan suhu akibat respon inflamasi sebesar 380C.

  1. Secondary Survey
B1 (breathing) : -
B2 (blood)       : Sianosis perifer, tekanan darah turun (hipotensi). Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalami trauma pada saat melahirkan.
B3 (brain)        : kompos mentis
B4 (bladder)    : -
B5 (bowel)      : -
B6 (bone)        : homan’s test (+)

  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
    2. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan

  1. Intervensi Keperawatan
  1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena

NOC
NIC
Pain control (1605)
Indikator keberhasilan :
  1. Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan
  2. Melaporkan gejala tidak terkontrol
  3. Menggunakan terapi non-analgesik yang mengurangi nyeri
  4. Menggunakan terapi analgesic sesuai rekomendasi yang diberikan
  5. Melaporkan bahwa nyeri mampu dikontrol
Pain Management (1400)
  1. Kurangi faktor presipitasi
  2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non farmakologi)
  3. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  4. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  5. Kolaborasikan dengan dokter bila keluhan dari tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration (2210)
  1. Cek riwayat alergi
  2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
  3. Tentukan pilihan analgetik sesuai tipe dan beratnya nyeri
  4. Tentukanan algesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
  6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping pemberian.

  1. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan
NOC
NIC
Blood Loss Severity
a. Penurunan Hb
b. Penurunan hematocrit (Hct)

Thrombolytic Therapy Management
1.    Monitor tanda vital untuk peningkatan nadi diikuti peningkatan tekanan sistolik karena menurunnya volume darah, akibat perdarahan internal dan eksternal.
2.    Cek Protrombin time pada pemberian warfarin dan PTT untuk pemberian heparin sebelum pemberian anticoagulan. Protombin time seharusnya 1,25 s/d 2,4. Jumlah platelet harus dimonitor sebab pemberian anti coagulan dapat menurunkan jumlah platelet.
3.    Cek  perdarahan dari mulut, hidung ( epistaksis), urine ( hematuria), kulit(petechie, purpura)
4.    Cek stool ( feses ) untuk mengetahui adanya perdarahan di intestinal.
5.    Khusus untuk pasien usila yang mendapat wafarin monitor harus lebih ketat, sebab kulit sangat tipis dan pembuluh darah sangat rapuh. Pemeriksaan PT harus lebih teratur.
6.    Harus selalu ada persediaan antagonis anticoagulan( protamine, vitamin K1 atau vitamin K3)  sewaktu dosis obat maningkat atau pada kondisi terjadinya perdarahan meningkat. Disamping itu persediaan plasma mungkin diperlukan untuk antisipasi diperlukannya transfusi.
7.    Ingatkan pada pasien untuk memberitahu dokter giginya bila memerlukan kontrol terhadap gigi bahwa pasien sedang dalam pengobatan anti coagulan.
8.    Anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan gusi.
9.    Anjurkan pasien (pria) untuk menggunakan alat cukur elektrik saat bercukur.
10.  Anjurkan pasien untuk selalu membawa kartu identitas sebagai pasien yang sedang dalam terapi anti coagulant.
11.  Anjurkan pasien untuk tidak merokok, karena merokok dapat meningkatkan metabolisme, selanjutnya dosis warfarin mungkin perlu ditingkatkan bila saat itu pasien masih aktif merokok.
12.  Ingatkan pasien untuk tidak menggunakan aspirin, gunakan obat analgesik yang mengandung asetaminofen.
13.  Ajarkan pada pasien untuk mengontrol perdarahan eksternal dengan cara penbekuan langsung pada daerah luka selama 5-10 menit dengan kasa bersih atau sterill.
14.  Anjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol yang dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi sayuran hijau, ikan, hati, kopi atau teh yamg kaya akan vitamin K.
15.  Jelaskan pada pasien untuk melaporkan perdarahan seperti : ptechie, echymosis, purpura, perdarah gusi, melena.

Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Hal. 184. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th ed. Missouri: Elsevier Inc.
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK UNPAD, Jakarta: EGC.
Damayanti. Ika Putri. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komperehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish
Dino W. Ramzi, M.D., C.M., And Kenneth V. Leeper, M.D. 2004. DVT and PPart II. Treatment and Prevention. American Academy of Family.
Geinberg at al. 1998. Critical Decisions in Thrombosis and Hemostatis. London: B. C Decker Inc
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Ed. 3. Hal. 156-157. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
http://healthosphere.com/thrombosis/#venous-thrombosis, diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
Jack Hirsh, MD; John Hoak, MD. Management of Deep Vein Thrombosis and        Pulmonary Embolism . A Statement for Healthcare Professionals From the         Council on Thrombosis (in Consultation With the Council on         Cardiovascular Radiology), American Heart Association
Jodi B. Segal. Et al. Diagnosis and Treatment of Deep Venous Thrombosis and      Pulmonary Embolism. AHRQ Publication No. 03-E016 March 2003
Klossner, NJ & Hatfield, NT 2010, ‘Introductory Maternity & Pediatric Nursing, 2nd Edition’, Lippicontt Williams & Wilkins, Philadelphia.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25.  Juli – Desember  2001.
Manuaba, Ida B G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida., Ayu C., dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida B G. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obsetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes 5th ed. Missouri: Elsevier Inc
Morton, PG & Fontaine, DK 2009, ‘Critical Care Nursing: A Holistic Approach, 9th Edition’, Lippicontt Williams & Wilkins, Philadelphia.
Prawirohardio, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardio, Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Rizki, Deri. 2013. Kupas tuntas seputar kehamilan. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Rohen, Johanes W.. 2009. Embriologi Fungsional: Perkembangan sistem fungsi organ manusia. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.






TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Fisiologi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta/ari) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau pun bisa melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba 2010).

Proses terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kontraksi (his). Tersapat dua hormon yang dominan saat wanita dalam kondisi hamil, hormon tersebut antara lain adalah:

Hormon
Fungsi
Esterogen
1.     Meningkatkan sensitivitas otot rahim
2.     Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
Progesteron
1.    Menurunkan sensitivitas otot rahim
2.    Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis
3.    Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.

Adapun gejala persalinan antara lain sebagai berikut:
  1. Adanya kontraksi atau his yang semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek
  2. Keluarnyalendir bercampur darah
  3. Dapat disertai amnion pecah
  4. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks:
1)   Perlunakan serviks
2)   Pendataran serviks
3)   Terjadi pembukaan serviks

Faktor-faktor yang penting dalam persalinan adalah sebagai berikut:
1.    Power
1)   HIS (kontraksi otot rahim)
2)   Kontraksi otot dinding perut
3)   Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4)   Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum

2.    Passanger (janin dan plasenta)
3.    Passageways (jalan lahir)
4.    Psycho (psikologis)
5.    Provider (tenaga kesehatan terampil dan non tenaga kesehatan)

Janin terletak dalam kantong amnion yang dilapisi oleh amnion pada bagian dalam dan chorion pada bagian luar. Bersamaan dengan diferensiasi jonjot korion yang menjadi plasenta padadaerah basal selaput lendir ibu (Chorion frondosum),  rongga amnion yang awalnya berupa gelembung kecil pada daerah embrioblas membesar dengan embrio yang berkembang di dalamnya sehingga bagian toproblas yang mengarah ke rongga rahim dan selaput lendir ibu (desidua capsularis) sedikit-demi sedikit bersamaan tertekan dan berdegenerasi (Rohen 2009).

Pada akhirnya desidua kapsularis bersama dengan desidua parietalis menyatu dan lumen uterus akan menghilang sehingga terbentuklah amnion beserta cairan amnionnya. Amnion beserta cairan amnion ini memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
  1. Proteksi         : Pelindung janin terhadap trauma ekterna;
  2. Mobilisasi      : Memungkinkan ruang gerak bagi janin;
  3. Homeostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan keseimbangan asa basa dalam rongga amnion;
  4.  Mekanik        : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh intra uterin;
  5. In partu         : Membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir (Yulaikha 2006).

Pada saat kelahiran, akan terjadi robekan amnion (ruptur amnion), air amnion akan mengalir keluar dan anak terdorong keluar dari jalan lahir. Seringkali amnion pecah mendekati akhir kala dua, akan tetapi pecahnya amnion juga dapat terjadi setiap saat sebelum atau selama persalinan (Rohen 2009).
Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena
KEHAMILAN



Gambar 2.1 Perkembangan rongga amnion dan amnion pada proses embriogenesis

2.2  Trombosis Vena
Definisi trombosis vena
Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi (Tambunan 2001). Trombosis vena merupakan pembentukan gumpalan darah terkonsentrasi di vena dan komplikasi dari thrombosis vena ini adalah emboli paru yang dapat mengancam kehidupan. Thrombosis vena dapat terjadi karena adanya tromboflebitis. Tromboflebitis adalah inflamasi dinding vena, sering disertai dengan pembentukan bekuan. Ketika bekuan pertama kali terjadi dalam vena sebagai akibat stasis atau hiperkoagulanilitas, tetapi tanpa inflamasi, proses ini disebut sebagai flebotrombosis. Thrombosis vena dapat terjadi dimana saja pada vena tetapi yang paling sering adalah vena pada ektermitas bawah. Baik vena superfisial atau vena profunda dari tungkai dapat terkena. Bahaya yang berkaitan dengan thrombosis vena adalah dimana bagian bekuan dapat terlepas dan menyebabkan sumbatan embolik pada pembuluh darah pulmonal. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) merupakan kondisi di mana darah pada vena-vena profundus pada tungkai atau pelvis membeku. Emboli dari thrombus menimbulkan emboli paru (pulmonary embolus, PE). Sementara kerusakan vena lokal dapat menyebabkan hipertensi vena kronis dan ekstermitas pascafeblitis (postpheblitic limb, PPL).

Klasifikasi trombosis vena
Ada berbagai jenis trombosis diklasifikasikan dalam trombosis vena dan ini adalah:
  1. Deep Vein Trombosis (DVT)
Penggumpalan darah jenis ini terbentuk dari jaringan di dalam vena dan umumnya mempengaruhi vena ekstermitas bawah. Penggumpalan terjadi dalam pembuluh darah dan tidak dapat dilihat melalui kulit. Hal ini terjadi terutama di betis kecuali selama kehamilan maka bekuan biasanya terletak dalam panggul dan paha.
DVT, Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

  1. Portal Vein Trombosis (PVT)
Jenis trombosis mempengaruhi pembuluh darah portal yang dapat menyebabkan hipertensi portal sehingga menghasilkan penurunan aliran darah ke hati. Hal ini diketahui dapat menyebabkan gangguan pada splen. Penyebab trombosis adalah karena kanker di hati, pankreas dan perut serta abses hati. Infeksi pusar adalah penyebab umum dari trombosis vena portal pada bayi baru lahir.

  1. Renal Vein Trombosis (RVT)
Hal ini terjadi terutama pada pasien dengan sindrom nefritik. Pembentukan bekuan dalam jenis ini merupakan trombosis di vena yang mengalirkan darah di ginjal.

  1. Cerebral Venous Sinus Trombosis (CVST).
Bentuk thrombosis yang parah dan jarang terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda. Thrombosis ini paling sering terjadi pada perempuan. Penyebabnya sulit ditentukan dan trombosis ini diyakini menjadi penyebab umum dari stroke.

  1. Jugular Vein Trombosis (JVT).
Suatu bentuk trombosis di jugularis internal atau eksternal. Thrombosis ini jarang terjadi dan biasanya menyerang sebagian besar pasien rumah sakit dan sebagian besar disebabkan intervensi intravena, infeksi dan keganasan.

Etiologi trombosis vena
Penyebab pasti dari trombosis vena masih belum jelas, meskipun tiga faktor yang dikenal sebagai trias virchow diyakini berperan penting dalam perkembangannya.

Trias Virchow
  1. Stasis, bisa diakibatkan oleh imobilitas, operasi lama, obesitas, gagal jantung dan trauma.
  2. Jejas endotel (cedera pada dinding pembuluh darah) bisa diakibatkan olehtrauma, kanul intralumen, inflamasi, dan infeksi .
  3. Perubahan koagulasi darah (hiperkoagulasi) bisa diakibatkan oleh polisitemia, trombositemia, leukemia, sepsis, trauma mayor, diabetes mellitus, kehamilan/pil kontrasepsi oral kombinasi, merokok dan keganasan.

Faktor risiko
  1. Usia di atas 40 tahun
  2. Imobilisasi
  3. Obesitas
  4. Keganasan
  5. Sepsis
  6. Trombofilia (misalnya defisiensi antitrombin III/protein C/protein S, Faktor V leiden, antibodi antikardiolipin)
  7. Penyakit inflamasi usus
  8. Trauma
  9. Penyakit jantung
  10. Kehamilan/estrogen

Patofisiologi trombosis vena
Trombosis vena rentan terjadi pada masa kehamilan trimester ke tiga dan periode post partum. Pada masa kehamilan terjadi perkembangan janin. Lama-kelamaan berat janin menekan vena-vena besar yang mengaliri pelvik dan ekstrimitas bawah. Plasma fibrinogen mengalami peningkatan 40% atau lebih namun waktu pembekuan tetap sama seperti masa sebelum kehamilan. Hal ini memudahkan terjadi pembekuan darah serta terjadi statis venosa menyebabkan ibu hamil mengalami thrombosis vena (Hamilton, 1995). Trombosis  vena akibat perubahan mekanisme pembekuan darah yang tidak terkontrol (Rizki, 2013).

Pada proses persalinan baik pervaginam maupun operasi sesar, plasenta akan melepaskan plasminogen ke jaringan. Plasminogen yang masuk ke sirkulasi dapat menyebabkan peningkatan koagulasi darah. Terjadi penurunan aktivitas fibrinolitik  selama kehamilan dapat menimbulkan hiperkoagulasi. Hal ini menyebabkan thrombosis vena (Geinberg at al, 1998).

Manifestasi klinis trombosis vena
  1. 50% dari semua pasien tidak menunjukkan gejala
  2. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan ekstremitas
  3. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superfisial dapat lebih menonjol
  4. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untuk dideteksi
  5. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan mempalpasi ringan tungkai
  6. Tanda Homan (nyeri pada betis setelah dorsofleksi tajam kaki), tidak spesifik untuk thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapat didatangkan oleh setiap kondisi yang menyakitkan pada betis
  7. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya thrombosis vena profunda
  8. Thrombus (penonjolan) vena superfisial menyebabkan nyeri tekan, kemerahan, dan rasa hangat pada area yang terkena.

Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena tungkai superfisialis, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti vena poplitea, vena femoralis dan viliaca. Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu dapat dipastikan secara tepat lokasi/tempat terjadinya trombosis. Gambaran klasik adalah edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan yang positif (sakit di calf atau di belakang lutut saat dalam posisi dorsoflexi). Keluhan dan gejala trombosis vena berupa:
  1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.

  1. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya edema. Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler.

  1. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.

  1. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam (Majalah Kedokteran Andalas 2001).

WOC

WOC DPT, WOC DPT, Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena


Pemeriksaan diagnostik trombosis vena
Pemeriksaan trombosis vena berdasarkan gejala klinis saja menjadi kurang tepat, karena banyak kasus trombosis vena yang besar tidak menimbulkan penyumbatan dan peradangan jaringan perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada beberapa jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu;
  1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke vena iliaca.

  1. Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femuralis dan iliaca dibandingkan vena di betis.

  1. Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.

  1. Tes D-mer
Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-Dimer dan penurunan antitrombin.Peningkatan D-Dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif.Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan sebenarnya lebih berperan untuk meningkirkan adanya trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 93%, spesivitas 77% dan nilai prediksi negatif 8% pada TVD proksimal, sedangkan pada TVD daerah betis sensitifitasnya 70%.

Penatalaksanaan trombosis vena
Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.Berbeda dengan trombosis arteri, trombosis vena dalam adalah suatu keadaan yang jarang menimbulkan kematian.

Oleh karena itu tujuan pengobatan adalah :
1.      Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
2.      Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
3.      Mengurangi keluhan post flebitis
4.      Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo emboli.

Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat dicegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.Prinsip pemberian anti koagulan adalah aman dan efektif. Aman artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli.Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu trombo plastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.
                  Penatalaksanaan:
  1. Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
  1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
  2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
  3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan  pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

  1. Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin.Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin).Pada pemberian heparin standar maupun LMWH bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced Thormbocytopenia (HIT).

  1. Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Cara pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg  (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR : adalah 2,0 – 3,0.

Komplikasi trombosis vena
Ada beberapa komplikasi dari trombosis vena antara lain:
  1. Perdarahan
                        Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.

  1. Emboli paru
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.

  1. Sindrom post trombotik
Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.


Prognosis trombosis vena
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.


  1. Asuhan Keperawatan Trombosis Vena
  1. Pengkajian
  1. Identitas
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, agama, suku bangsa pasien dan keluarga penanggungjawabnya.

  1. Riwayat Kesehatan
  1. KeluhanUtama :
        Keluhan klien saat pengkajian adalah
  1. Tungkai eritema, edema atau teraba seperti tali
  2. Homan’s sign : nyeri pada dorsopleksi pasif kaki

  1. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab thrombosis vena. Nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan dalam klien.  Misalnya dari riwayat: pasca operasi besar beberapa minggu sebelumnya, imobilisasi selama > 3 hari.

  1. Riwayat penyakit dahulu :
Pada pengkajian ini, perawat dapat menentukan kemungkinan penyebab DVT adalah imobilisasi yang lama atau pernah DVT sebelumnya.

  1. Riwayat penyakit keluarga: tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga.
  2. Riwayat Psikososial Spiritual
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari - hari, baik dalam keluarganya maupun dalam masyarakat.

  1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tanda – tanda klasik seperti edema kaki unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superficial teraba, dan Homan’s sign positif yaitu nyeri pada daerah betis setelah dilakukan dorso fleksi pada kaki, tidak selalu ditemukan.

Bila thrombosis terjadi akibat thrombus vena superficial maka akan didapatkan data :
  1. Nyeri
  2. Tenderness
  3. Redness
  4. Teraba hangat pada daerah yang terkena

Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer merupakan indicator adanya thrombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium lain umumnya tidak terlalu bermakna untuk mendiagnosis adanya DVT, tetapi membantu menentukan factor resiko.

  1. Diagnosa Keperawatan
  1. Penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan penurunan sirkulasi
  2. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
  3. Resiko injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan

  1. Intervensi Keperawatan
    1. Penurunan cardiak output berhubungan dengan penurunan penurunan sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama   x 24 jam, cardiak output klien kembali dalam nilai normal.
NOC
NIC
Circulation status
a. Tekanan darah
b. Kekuatan denyut kaki kanan
c. Kekuatan denyut kaki kiri
d. Pengisian kapiler
e. Edema perifer
f. Pucat
g. Penurunan rubor
h. Penurunan temperature tubuh
Circulatory Care: Venous Insufficiency
1. Tunjukkan tanda komphensif dari sirkulasi perifer (cek nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu)
2. Monitor ttv terutama peningkatan denyut nadi diikuti penurunan tekanan darah
3. Observasi tanda gejala perdarahan dari mulut dan rectum, karena perdarahan merupakan komplikasi yang serius pada pasien dengan terapi trombolitik
4. kolaborasikan dengan pemberian asam amino kaproic untuk menghentikan perdarahan
5. cek secara ketat perdarahan aktif selama 24 jam setelah terapi trombolitik dihentikan, 1 jam pertama 15 menit sekali, 8 jam berikutnya tiap 30 menit dan selanjutnya tiap jam
6. Observasi tanda reaksi alergi terhadap streptokinase seperti gatal, demam, sesak napas, bronkospasme, hipertensi
7. Hindari pemberian aspirin atau obat-obat yang bersifat hemolitik selama pemberian trombolik
8. Monitor EKG untuk mendeteksi adanya reperfusi disritmia akibat pemberian trombolitik dan kemungkunan diberikannya anti disritmia

  1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
NOC
NIC
Pain control (1605)
Indikator keberhasilan :
  1. Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan
  2. Melaporkan gejala tidak terkontrol
  3. Menggunakan terapi non-analgesik yang mengurangi nyeri
  4. Menggunakan terapi analgesic sesuai rekomendasi yang diberikan
  5. Melaporkan bahwa nyeri mampu dikontrol
Pain Management (1400)
  1. Kurangi faktor presipitasi
  2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non farmakologi)
  3. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  4. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  5. Kolaborasikan dengan dokter bila keluhan dari tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration (2210)
  1. Cek riwayat alergi
  2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
  3. Tentukan pilihan analgetik sesuai tipe dan beratnya nyeri
  4. Tentukanan algesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
  6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping pemberian.

  1. Resiko injury (perdarahan) berhubungan dengan pemberian antikoagulan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama   x 24 jam, tidak terjadi perdarahan pada klien
NOC
NIC
Blood Loss Severity
a. Penurunan Hb
b. Penurunan hematocrit (Hct)

Thrombolytic Therapy Management
1.    Monitor tanda vital untuk peningkatan nadi diikuti peningkatan tekanan sistolik karena menurunnya volume darah, akibat perdarahan internal dan eksternal.
2.    Cek Protrombin time pada pemberian warfarin dan PTT untuk pemberian heparin sebelum pemberian anticoagulan. Protombin time seharusnya 1,25 s/d 2,4. Jumlah platelet harus dimonitor sebab pemberian anti coagulan dapat menurunkan jumlah platelet.
3.    Cek  perdarahan dari mulut, hidung ( epistaksis), urine ( hematuria), kulit(petechie, purpura)
4.    Cek stool ( feses ) untuk mengetahui adanya perdarahan di intestinal.
5.    Khusus untuk pasien usila yang mendapat wafarin monitor harus lebih ketat, sebab kulit sangat tipis dan pembuluh darah sangat rapuh. Pemeriksaan PT harus lebih teratur.
6.    Harus selalu ada persediaan antagonis anticoagulan( protamine, vitamin K1 atau vitamin K3)  sewaktu dosis obat maningkat atau pada kondisi terjadinya perdarahan meningkat. Disamping itu persediaan plasma mungkin diperlukan untuk antisipasi diperlukannya transfusi.
7.    Ingatkan pada pasien untuk memberitahu dokter giginya bila memerlukan kontrol terhadap gigi bahwa pasien sedang dalam pengobatan anti coagulan.
8.    Anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan gusi.
9.    Anjurkan pasien (pria) untuk menggunakan alat cukur elektrik saat bercukur.
10.  Anjurkan pasien untuk selalu membawa kartu identitas sebagai pasien yang sedang dalam terapi anti coagulant.
11.  Anjurkan pasien untuk tidak merokok, karena merokok dapat meningkatkan metabolisme, selanjutnya dosis warfarin mungkin perlu ditingkatkan bila saat itu pasien masih aktif merokok.
12.  Ingatkan pasien untuk tidak menggunakan aspirin, gunakan obat analgesik yang mengandung asetaminofen.
13.  Ajarkan pada pasien untuk mengontrol perdarahan eksternal dengan cara penbekuan langsung pada daerah luka selama 5-10 menit dengan kasa bersih atau sterill.
14.  Anjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol yang dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi sayuran hijau, ikan, hati, kopi atau teh yamg kaya akan vitamin K.
15.  Jelaskan pada pasien untuk melaporkan perdarahan seperti : ptechie, echymosis, purpura, perdarah gusi, melena.

Kasus Trombosis Vena
Ny. X 33 tahun, usia kehamilan 8 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dibagian tungkai kaki. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, terlihat tonjolan-tonjolan vena di bagian tungkai, warna kemerahan, dan ketika diposisikan dorsofleksi Ny. X mengeluh sangat nyeri. Homan’s test (+). Tekanan darah 90/60 mmHg,suhu 380C ,berat badan 75kg, tinggi 152cm , sianosis dan akral teraba dingin. Tampak adanya edeme di tungkai.

Pengkajian

Anamnesa
  1. Identitas Pasien
Nama        : Ny. X                                    Usia Kehamilan: 32/33 minggu (8 bulan)
Usia          : 33 tahun                    Jenis kelamin: Perempuan      
BB/TB      : 75kg/152cm

  1. Keluhan Utama
Pasien akan mengeluhkan nyeri di bagian tungkai, edema.

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tampak pucat dan terjadi perubahan pada membran mukosa, tekanan darah mengalami penurunan

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit masa lalu

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga

  1. Pola aktivitas sehari-hari
Pasien jarang berolah raga

Pemeriksaan Fisik
  1. Primary Survey
  1. Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas pasien

  1. Breathing
Pernapasan normal, tidak ditemukan sesak napas.

  1. Circulation
  1. Hipotensi
  2. Sianosis perifer

  1. Disability
Alert: Pasien dalam kondisi sadar
Verbal: Pasien merespon saat ditanya
Pain: Pasien berespon saat nyeri
Unresponsive: -

  1. Exposure
Pasien mengalami kenaikan suhu akibat respon inflamasi sebesar 380C.

  1. Secondary Survey
B1 (breathing) : -
B2 (blood)       : Sianosis perifer, tekanan darah turun (hipotensi). Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang mengalami trauma pada saat melahirkan.
B3 (brain)        : kompos mentis
B4 (bladder)    : -
B5 (bowel)      : -
B6 (bone)        : homan’s test (+)

  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
    2. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan

  1. Intervensi Keperawatan
  1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena

NOC
NIC
Pain control (1605)
Indikator keberhasilan :
  1. Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan
  2. Melaporkan gejala tidak terkontrol
  3. Menggunakan terapi non-analgesik yang mengurangi nyeri
  4. Menggunakan terapi analgesic sesuai rekomendasi yang diberikan
  5. Melaporkan bahwa nyeri mampu dikontrol
Pain Management (1400)
  1. Kurangi faktor presipitasi
  2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan non farmakologi)
  3. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  4. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  5. Kolaborasikan dengan dokter bila keluhan dari tindakan nyeri tidak berhasil
Analgetic Administration (2210)
  1. Cek riwayat alergi
  2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
  3. Tentukan pilihan analgetik sesuai tipe dan beratnya nyeri
  4. Tentukanan algesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
  6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping pemberian.

  1. Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan
NOC
NIC
Blood Loss Severity
a. Penurunan Hb
b. Penurunan hematocrit (Hct)

Thrombolytic Therapy Management
1.    Monitor tanda vital untuk peningkatan nadi diikuti peningkatan tekanan sistolik karena menurunnya volume darah, akibat perdarahan internal dan eksternal.
2.    Cek Protrombin time pada pemberian warfarin dan PTT untuk pemberian heparin sebelum pemberian anticoagulan. Protombin time seharusnya 1,25 s/d 2,4. Jumlah platelet harus dimonitor sebab pemberian anti coagulan dapat menurunkan jumlah platelet.
3.    Cek  perdarahan dari mulut, hidung ( epistaksis), urine ( hematuria), kulit(petechie, purpura)
4.    Cek stool ( feses ) untuk mengetahui adanya perdarahan di intestinal.
5.    Khusus untuk pasien usila yang mendapat wafarin monitor harus lebih ketat, sebab kulit sangat tipis dan pembuluh darah sangat rapuh. Pemeriksaan PT harus lebih teratur.
6.    Harus selalu ada persediaan antagonis anticoagulan( protamine, vitamin K1 atau vitamin K3)  sewaktu dosis obat maningkat atau pada kondisi terjadinya perdarahan meningkat. Disamping itu persediaan plasma mungkin diperlukan untuk antisipasi diperlukannya transfusi.
7.    Ingatkan pada pasien untuk memberitahu dokter giginya bila memerlukan kontrol terhadap gigi bahwa pasien sedang dalam pengobatan anti coagulan.
8.    Anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang lembut untuk mencegah terjadinya perdarahan gusi.
9.    Anjurkan pasien (pria) untuk menggunakan alat cukur elektrik saat bercukur.
10.  Anjurkan pasien untuk selalu membawa kartu identitas sebagai pasien yang sedang dalam terapi anti coagulant.
11.  Anjurkan pasien untuk tidak merokok, karena merokok dapat meningkatkan metabolisme, selanjutnya dosis warfarin mungkin perlu ditingkatkan bila saat itu pasien masih aktif merokok.
12.  Ingatkan pasien untuk tidak menggunakan aspirin, gunakan obat analgesik yang mengandung asetaminofen.
13.  Ajarkan pada pasien untuk mengontrol perdarahan eksternal dengan cara penbekuan langsung pada daerah luka selama 5-10 menit dengan kasa bersih atau sterill.
14.  Anjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol yang dapat meningkatkan terjadinya perdarahan. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi sayuran hijau, ikan, hati, kopi atau teh yamg kaya akan vitamin K.
15.  Jelaskan pada pasien untuk melaporkan perdarahan seperti : ptechie, echymosis, purpura, perdarah gusi, melena.

Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Hal. 184. Jakarta: EGC.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th ed. Missouri: Elsevier Inc.
Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK UNPAD, Jakarta: EGC.
Damayanti. Ika Putri. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komperehensif pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish
Dino W. Ramzi, M.D., C.M., And Kenneth V. Leeper, M.D. 2004. DVT and PPart II. Treatment and Prevention. American Academy of Family.
Geinberg at al. 1998. Critical Decisions in Thrombosis and Hemostatis. London: B. C Decker Inc
Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Ed. 3. Hal. 156-157. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
http://healthosphere.com/thrombosis/#venous-thrombosis, diakses pada tanggal 15 Maret 2016.
Jack Hirsh, MD; John Hoak, MD. Management of Deep Vein Thrombosis and        Pulmonary Embolism . A Statement for Healthcare Professionals From the         Council on Thrombosis (in Consultation With the Council on         Cardiovascular Radiology), American Heart Association
Jodi B. Segal. Et al. Diagnosis and Treatment of Deep Venous Thrombosis and      Pulmonary Embolism. AHRQ Publication No. 03-E016 March 2003
Klossner, NJ & Hatfield, NT 2010, ‘Introductory Maternity & Pediatric Nursing, 2nd Edition’, Lippicontt Williams & Wilkins, Philadelphia.
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25.  Juli – Desember  2001.
Manuaba, Ida B G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida., Ayu C., dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida B G. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obsetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes 5th ed. Missouri: Elsevier Inc
Morton, PG & Fontaine, DK 2009, ‘Critical Care Nursing: A Holistic Approach, 9th Edition’, Lippicontt Williams & Wilkins, Philadelphia.
Prawirohardio, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardio, Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Rizki, Deri. 2013. Kupas tuntas seputar kehamilan. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Rohen, Johanes W.. 2009. Embriologi Fungsional: Perkembangan sistem fungsi organ manusia. Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.


Demikianlah Artikel Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena

Sekianlah artikel Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Assuhan Keperawatan Kegawatan Kehamilan: Trombosis Vena dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2018/04/askep-kegawatan-kehamilan-trombosis-vena.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar