Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group

Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group
link : Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group

Baca juga


Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group

BAB 2
PEMBAHASAN

 
2.1 Konsep Buzz Group
2.1.1 Definisi Buzz Group
Buzz Group merupakan metode yang digunakan untuk membagi kelompok diskusi besar menjadi kelompok-kelompok kecil. Sasaran dari kelompok kecil langsung diberi permasalahan. Dalam buzz group permasalahan yang diberikan dapat berbeda dengan kelompok lain. Setelah diberi permasalahan setiap kelompok mendiskusikan masalahnya tersebut dan selanjutnya membuat kesimpulan. Diskusi kelompok kecil (buzz group) adalah salah satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan melihat berbagai macam aspek permasalahan dan dilakukan dengan bertukar pikiran secara teratur dan terarah. Diskusi ini dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai masalah tersebut (Efendi & makhfudli, 2013).

2.1.2 Karakteristik buzz group
Menurut Sastra (2011), diskusi kelompok kecil atau Buzz Group ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. Terdapat dua ketua  yaitu sebagai fasilitator dan satunya sebagai moderator sekaligus berperan sebagai pemimpin diskusi dalam kelompok kecil.
  2. Melibatkan sejumlah orang yang terbagi dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 3-7 orang.
  3. Waktu terbatas, setiap kelompok kecil harus melakukan diskusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga saat waktu habis setiap kelompok telah siap dengan hasil diskusinya masing-masing.
  4. Memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai bersama, yakni ingin memecahkan suatu masalah yang sama dengan kerjasama antar kelompok.
  5. Berlangsung dalam situasi tidak terlalu formal. Artinya semua anggota kelompok atau peserta bisa saling mendengar dan beradu pandang serta berkomunikasi dengan yang lain.
  6. Pembicaraan tidak berurutan tapi dilakukan dengan spontanitas. Sehingga akan terdengar seperti dengungan-dengungan namun tetap berlangsung menurut proses yang teratur dan sistematis.
  7. Adanya istilah diskusi kecil dan diskusi besar atau evaluasi. Diskusi kecil merupakan diskusi antar anggota kelompok, sedangkan diskusi besar adalah suatu diskusi yang dipimpin oleh fasilitator dimana tiap juru bicara melaporkan hasil diskusinya dan terjadi sharing antar kelompok.
2.1.3 Prinsip pelaksanaan buzz group
Ada beberapa prinsip dasar Buzz Group yang harus dipenuhi menurut Sastra (2011), antara lain:
  1. Terdapat dua ketua, yaitu: ketua Buzz group yang bertugas memimpin diskusi besar dan ketua kelompok kecil (moderator) yang memimpin diskusi pada kelompok kecil.
  2. Anggota diskusi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk membahas masalah secara spesifik.
  3. Tiap kelompok melakukan diskusi sesuai waktu yang telah ditentukan.
  4. Penyatuan ide diperlukan untuk mendapat hasil yang maksimal.

2.1.4 Tahapan buzz group
Langkah-langkah penggunaan metode diskusi jenis Buzz Groups menurut Zaini, dkk (2007: 124) secara singkatnya adalah sebagai berikut:
  1. Langkah-langkah dan strategi ini biasanya dimulai dengan memilih orang yang akan melaporkan hasil diskusi atau juru bicara sekaligus memimpin diskusi.
  2. Kemudian meminta kepada setiap anggota kelompok untuk mengemukakan satu ide untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang didiskusikan.
  3. Akhirnya mereka harus menghasilkan satu ide yang disepakati bersama untuk dilaporkan ke kelas besar. Untuk strategi ini biasanya kelompok diberi batasan waktu seperti lima menit, sepuluh menit atau lebih tergantung kompleksitas masalahnya.
2.1.5 Jumlah peserta
Peserta Buzz grou tidak terlalu banyak, agar ada  rasa tanggung jawab anggota kelompok akan berkurang. Sehingga pemecahannya tidak akan ditemukan. Maka dari itu jumlah peserta dalam Buzz group adalah 3 atau 6 orang dan paling banyak 10 orang.

2.1.6 Waktu
Waktu dalam buzz group biasanya 45 menit sampai satu jam. Sebenarnya, waktu maksimal yang dapat digunakan dalam Buzz Group adalah dua jam. Hal itu juga tergantung pada kesuitan dari  masalah yang dibahas.

2.1.7 Perencanaan Kegiatan Penyuluhan
Sebelum Kegiatan Penyuluhan dilakukan maka dilakukan perencanaan dan persiapan terlebih dahulu.
Kegiatan-kegiatan persiapan tersebut adalah:
  1. Fasilitator menyusun rancangan tindakan berupa silabus, satuan layanan, dan materi diskusi buzz group.
  2. Fasilitator mempersiapkan angket dan lembar observasi untuk masing-masing pembantu pelaksana.
  3. Fasilitator menetapkan moderator diskusi kecil buzz group.
  4. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok kecil.
  5. Fasilitator melakukan pembagian moderator pada masing-masing kelompok.
  6. Fasilitator memberikan pengarahan kepada setiap moderator berkaitan dengan subbab topik yang akan didiskusikan dan mekanisme pelaksanaan diskusi buzz group agar diperoleh kesamaan persepsi antara moderator dengan peserta.

2.2 Konsep Pasangan Usia Subur
2.2.1 Definisi Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri dengan rentang usia antara 15-49 masih haid atau pasangan suami stri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri sudah berumur 50 tahun, tetapi masih haid (BKKBN, 2009 : 8).
Menurut Pedoman Podes 2008, Definisi PUS adalah pasangan suami istri yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan atau biasanya ditandai dengn belum datangnya waktu menopause (terhenti menstruasi bagi istri).

2.2.2 Proses Belajar Orang Dewasa
Proses belajar orang dewasa tentu sangat terkait dengan karakteristik usia perkembangannya. Dewasa berdasar dimensi psikologis dapat dilihat dan dibedakan dalam tiga kategori yaitu: dewasa awal (early adults) dari usia 16 sampai dengan 20 tahun, dewasa tengah (middle adults) dari 20 sampai pada 40 tahun, dan dewasa akhir  (late adults) dari 40 hingga 60 tahun (Kamil, tth).

Orang dewasa sebagai peserta didik berbeda sekali dengan anak usia dini dan remaja. Proses pembelajaran orang dewasa sangat unik karena proses belajar akan berlangsung apabila mereka terlibat langsung, ide dapat dihargai, dan materi ajar yang benar-benar dibutuhkan atau berkaitan dengan profesi serta hal baru bagi mereka (Najamuddin, tth).

Menurut Saraka tahun 2001 dalam (Kamil, tth), pada umumnya orang dewasa mereka memiliki kemampuan membaca, menulis, menghitung,  menguasai kemampuan verbal dan kecakapan mengambil keputusan yang relevan dengan kebutuhan pribadi serta tuntutan sosialnya. Karakteristik orang dewasa beragam sekali. Oleh karena itu diperlukan juga pemahaman mengenai bagaimana orang dewasa belajar untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Pannen dan Malati (1994), proses belajar orang dewasa mempunyai beberapa tahapan, yaitu :
  1. Kesadaran, yaitu pengenalan terhadap materi yang dipelajari
  2. Pemahaman, mulai dapat memahami konsep atau prinsip bahan yang dipelajari
  3. Keterampilan, bila di dalam proses pembelajaran diberikan kesempatan untuk praktek, peserta akan dapat mencapai tahap penguasaan keterampilan
  4. Penerapan pengetahuan dan keterampilan
  5. Sikap, setelah menerapkan pengetahuan dan mempraktekkan peserta akan mempunyai sikap tertentu
Berdasarkan tahapan tersebut, ketika memulai proses pembelajaran orang dewasa tersebut harus menyadari betul kebutuhan belajarnya dan keterkaitan materi yang dipelajari terhadap kebutuhan tersebut. Kesadaran ini akan mendorong mereka untuk memahami pengetahuan dan menguasai keterampilan yang harus dipelajari. Selanjutnya menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi dari pengalaman setelah menerapkan tersebut, akan muncul sikap, baik positif maupun negatif. Tentu saja ketika orang dewasa mendapatkan manfaat dari hal yang dipelajari akan muncul sikap positif dan sebaliknya apabila mereka tidak mendapatkan manfaat apapun, muncul sikap negatif.

Ada beberapa asumsi mengenai perilaku belajar orang dewasa menurut Lindeman (Knowles, 1990), antara lain :
  1. Orang dewasa selalu termotivasi untuk belajar sesuai dengan kebutuhan akan pengalaman dan minat bahwa belajar akan memuaskan. Oleh karena itu, hal ini merupakan salah satu cara untuk memulai mengorganisasikan aktivitas belajar orang dewasa.
  2. Orientasi belajar orang dewasa orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan. Oleh karena itu unit belajar yang tepat untuk mengorganisasikan adalah situasi nyata, bukan hal yang bersifat imaginatif.
  3. Pengalaman merupakan sumber belaar yang paling kaya dalam belajar orang dewasa. Oleh karena itu, metode pendidikan untuk orang dewasa adalah analisis pengalaman.
  4. Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri. Dengan demikian peran instruktur/trainer adalah menghubungkan proses eksplorasi yang seimbang dengan mereka daripada hanya sekedar mentransfer pengetahuan.
  5. Perbedaan individu makin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa seharusnya memberikan perbedaan dalam gaya, waktu, tempat dan tahapan belajar.
Dengan adanya asumsi di atas, maka untuk menciptakan suasana pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar bagi orang dewasa, yaitu :
  1. Partisipasi Aktif. Orang dewasa akan dapat belajar dengan baik apabila secara penuh mengambil bagian dalam aktivitas pembelajaran
  2. Materinya Menarik. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila materinya menarik bagi dia dan ada dalam kehidupan sehari-hari
  3. Bermanfaat. Orang dewasa akan belajar dengan sebaik mungkin apabila apa yang dipelajari bermanfaat dan dapat diterapkan
  4. Dorongan dan Pengulangan. Dorongan semangat dan pengulangan terus-menerus akan membantu orang dewasa untuk belajar lebih baik
  5. Kesempatan Mengembangkan. Orang dewasa akan belajar sebaik mungkin apabila dia mempunyai kesempatan yang memadai untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya
  6. Pengaruh Pengalaman. Proses belajar orang dewasa dipengaruhi oleh pengalamanpengalamannya yang lalu dan daya pikirnya
  7. Saling Pengertian. Saling pengertian yang lebih baik akan membantu pencapaian tujuan pembelajaran
  8. Belajar Situasi Nyata. Orang dewasa akan lebih banyak belajar dari situasi kehidupan nyata
  9. Pemusatan Perhatian. Orang dewasa tidak dapat memusatkan perhatian untuk waktu yang lama kalau hanya mendengar saja
  10. Kombinasi Audio dan Visual. Orang dewasa mencapai retensi (penyimpanan) tertinggi melalui kombinasi kata-kata dan visual

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa
Proses dan perilaku belajar orang dewasa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika belajar, seringkali perlu dipahami dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Ada beberapa faktor fisik dan psikis yang mempengaruhi proses belajar pada orang dewasa. Faktor-faktor tersebut adalah :
  1. Faktor-faktor Fisik
  1. Faktor penglihatan dan pendengaran Seiring dengan bertambahnya usia, ketajaman penglihatan dan pendengaran mulai berkurang. Oleh karena itu sebaiknya peserta pembelajaran tidak terlalu banyak. Jumlah peserta diusahakan antara 15-25 orang, sehingga memungkinkan penataan kursi lebih dekat dengan sumber belajar. Media pembelajaran ditempatkan sedemikian rupa sehingga semua peserta dapat melihat dan mendengarnya dengan jelas.
  2. Faktor artikulasi Bertambahnya usia juga memungkinkan struktur alat ucap sudah mengalami perubahan, seperti gigi tanggal, perubahan organ pita suara, bibir menurun dan sebagainya yang mempengaruhi pelafalan seseorang. Pelafalan ini tentu saja mempengaruhi makna bahasa. Instruktur sebaiknya dapat memahami hal ini dan mengupayakan pelafalan dengan tepat.
  3. Faktor ketahanan tubuh dan penyakit Selain faktor-faktor fisik di atas, fungsi organ pun mulai berkurang, bahkan muncul beberapa penyakit. Hal ini tentu saja mengurangi ketahanan fisik maupun psikis. Dengan demikian, hal yang perlu dipertimbangkan adalah untuk tidak menjadwalkan proses belajar sampai larut malam, latihan fisik yang berlebihan dan pengaturan menu makan yang bergizi.
  1. Faktor-faktor Psikis
  1. Harapan masa depan Adanya harapan di masa depan dapat mempengaruhi semangat belajar. Semangat belajar akan muncul apabila materi yang dipelajari berkaitan dengan pengembangan karier di masa depan.
  2. Latar belakang sosial Lingkungan sosial peserta yang merupakan masyarakat belajar akan mempengaruhi belajar peserta. Kesempatan belajar akan dirasakan sebagai peluang berharga yang dapat meningkatkan kepercayaan diri serta statusnya di lingkungan sosialnya.
  3. Keluarga Latar belakang merupakan faktor yang dominan. Keluarga yang harmonis dan mendukung minat belajar akan memberikan dorongan besar untuk belajar. Keluarga dengan banyak anak dan dengan sedikit anak juga akan mempengaruhi sikap belajar.
  4. Daya ingat Daya ingat untuk orang yang sudah beranjak dewasa akan semakin berkurang. Orang dewasa lebih mudah memahami sesuatu tetapi mudah melupakan. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran resume dan pengulangan materi sangat membantu.

Pendekatan dan Strategi Belajar
Orang dewasa yang melakukan proses belajar merupakan orang yang sudah mengalami berbagai peristiwa dan pengalaman. Hal yang diperlukan dalam belajar adalah hal-hal yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya selama ini. Oleh karena itu, Pannen dan Malati (1994) memberikan saran untuk strategi pembelajaran orang dewasa, yaitu :
  1. Memperbanyak diskusi
  2. Menyediakan acuan atau paling tidak memberikan informasi entang acuan yang digunakan dalam pembelajaran
  3. Meningkatkan partisipasi
  4. Menentukan rambu-rambu atau kriteria untuk mendampingi kebebasan yang diberikan pada peserta
  5. Menengahi perbedaan
  6. Mengkoordinasi dan menganalisis informasi
  7. Memberi ringkasan atau rangkuman
Adapun tindakan nyata bagi instruktur dalam pembelajaran orang dewasa adalah sebagai berikut :
  1. Mendengarkan pendapat peserta
  2. Turun bersama-sama peserta untuk mengetahui masalah yang dihadapi mereka
  3. Berdiskusi secara terbuka dengan peserta tentang masalah mereka dan bukan berbicara selaku orang yang lebih tahu terhadap orang yang tidak mengetahui atau lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang lebih rendah
  4. Menghormati peserta dengan meng”orang”kannya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan, menaruh perhatian, membantu mereka menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri dan tidak memberikan jawaban pertanyaan secara langsung.
Menurut Unesco tahun 1988 dalam (Kamil, tth), Sistem pembelajaran pada peserta didik dewasa dapat diarahkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya dan kebutuhan sumber serta bahan belajar, seperti pada: kelompok diskusi, bermain peran, simulasi, pelatihan, (group discusion, team designing, role playing, simulations, skill practice sessions).

2.2.3 Epidemiologi
Undang-Undang Nomor 57 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Data SDKI 2012 menunjukkan tren prevalensi penggunaan kontrasepsi atau Contraception Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat, sementara tren angka fertilitas atau Total Fertility rate (TFR) cenderung menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1 %) dengan capaian 61,9%, namun TFR belum mencapai target (2,39) dengan angka tahun 2012 sebesar 2,6. Data badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada 8.500.247 PUS (pasangan usia subur) yang merupakan peserta KB baru, dan hamper separuhnya (48,56%) menggunakan metode kontrasepsi suntikan.

Indonesia menghadapi berbagai persoalan kehidupan baik masalah  geografis, kependudukan, kesejahteraan, kesehatan reproduksi dan kultur masyarakat. Kami akan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasangan usia subur. Masalah pada pasangan usia subur banyak berkaitan dengan masalah kependudukan dan kesehatan reproduksi.

Pada masalah kependudukan menurut Manuaba (2007) laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,7-1,9%, perkiraan persalinan 5.500.000/bulan, angka kematian maternal 390/100.000 orang/tahun atau sekitar 195.000-200.000 persalinan hidup. Pada masalah kesehatan reproduksi merupakan masalah yang kompleks terutama terjadi pada perempuan. Kesehatan reproduksi dalam bidang obstetri mencakup:
  1. Fertilitas yang tidak terkendali
    • Jumlah anak lebih banyak
    • Jarak hamil terlalu pendek
    • Hamil pada umur terlalu tua
    • Kehamilan pada remaja
  2. Pemeriksaan antenatal care yang kurang
  3. Komplikasi kehamilan, persalinan, post partum dan kala nifas serta laktasi yang memerlukan perhatian serius.
  4. Penyakit yang menyertai kehamilan
  5. Komplikasi saat persalinan
Selain itu menurut  Muniroh (2013) mengemukakan bahwa masalah kependudukan di Indonesia yaitu meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dikaitkan dengan kualitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Metode kontrasepsi merupakan pilihan yang dapat mensukseskan program KB. Metode kontrasepsi mantap salah satunya MOW (Medis Operatif  Wanita) masih cenderung rendah dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya. Di wilayah Kabupaten Jember tahun 2012 ada peserta KB sebanyak 96.340 peserta dan peserta MOW sebanyak 943 peserta.

Berdasarkan data dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) (2012) dalam Pusat Data & Informasi (2013) menyatakan bahwa unmet need pada tahun 2012 masih tinggi yaitu 8,5%, hanya turun 0,6% dalam 5 tahun terakhir sedangkan target RPJMN 2014 sebesar 6,5%. Unmet Need merupakan proporsi wanita subur yang menikah atau hidup bersama (seksual aktif)yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat atau cara kontraasepsi.

2.2.4 Masalah Kesehatan pada Pasangan Usia Subur
Masalah yang banyak terjadi pada pasangan usia subur. Pasangan usia subur termasuk pada tahap perkembangan keluarga baru menikah hingga memiliki anak terakhir. Pada tahap keluarga baru menikah memiliki tiga tugas perkembangan keluarga yaitu membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, mampu berhubungan secara harmonis dengan sanak saudara dan perencanaan keluarga (keputusan untuk menjadi orang tua).

Menurut Goldenberg, 2000 & Heinrich, 1996 dalam Friedman (2003) menyatakan bahwa banyak pasangan yang mengalami masalah dalam penyesuaian seksual. Sering kali karena pengabaian dan kesalahan informasi yang menyebabkan pengharapan tidak realistik dan kekecewaan. Selain itu, banyak pasangan yang membawa kebutuhan dan hasrat mereka yang tidak terselesaikan ke dalam hubungan, hal ini akan memberi pengaruh buruk dalam hubungan seksual.

Pada tugas perkembangan kedua, pasangan yang baru menikah akan menghadapi tugas perpisahan diri mereka dari keluarga masing-masing, membentuk keluarga yang baru dan menjalani hubungan yang berbeda dari orang tua sebelumnya karena harus mampu beradaptasi dengan mertua dan saudara baru.

Sedangkan pada tugas perkembangan ketiga, pasangan yang baru menikah ingin memiliki atau tidak memiliki anak dan menetapkan waktu kehamilan merupakan keputusan yang penting.
Berdasarkan ketiga tugas perkembangan pada keluarga baru menikah di atas, yang menjadi perhatian pelayanan kesehatan adalah penyuluhan, konseling dan komunikasi mengenai penyesuaian peran seksual dan pernikahan, keluarga berencana serta kesiapan menjadi orang tua. Apabila kurang mendapat informasi maka akan timbul berbagai masalah seksual, emosional, ketakutan, perasaan bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan penyakit kelamin. 

Pada tahap keluarga kedua Childbearing yaitu keluarga pada tahap melahirkan anak pertama hingga anak tertua usia 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu:
  1. Membentuk keluarga muda sebagai unit yang stabil yaitu menggabungkan bayi baru lahir ke dalam keluarga
  2. Memperbaiki hubungan setelah terjadi konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan setiap anggota keluarga karena pada situasi ini suami, istri dan anak harus mempelajari peran barunya sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi dan tanggung jawabnya.
  3. Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan
  4. Memperluas hubungan dengan keluarga besar menambah peran menjadi kakek dan nenek.
Pada tahap ini pola komunikasi sangat penting karena banyak perubahan dan proses adaptasi yang harus dilalui baik dari istri, suami, anak dan anggota keluarga lain. Peran menjadi orang tua harus benar-benar dipersiapkan.

Perhatian yang diberikan oleh pelayanan kesehatan terhadap keluarga dengan tahap perkembangan ini yaitu:
  1. Persiapan istri untuk pengalaman melahirkan
  2. Transisi menjadi orang tua
  3. Perawatan bayi
  4. Perawatan bayi yang sehat
  5. Mengenali secara dini dan menangani masalah-masalah kesehatan fisik anak secara tepat
  6. Kebutuhan imunisasi anak
  7. Pertumbuhan dan perkembangan yang normal
  8. Keluarga berencana agar tidak terjadi kehamilan jarak dekat dengan kehamilan sebelumnya
  9. Interaksi keluarga
  10. Praktik kesehatan yang baik misalnya pola tidur, pola nutrisi seimbang, dan olahraga
Tahap keluarga ketiga yaitu keluarga dengan anak prasekolah dimulai usia anak pertama 2,5 tahun sampai 5 tahun. Pada tahap ini jumlah anggota keluarga bisa 3-5 orang karena sudah ada saudara baru. Kehidupan keluarga pada tahap ini menjadi sangat sibuk. Pasangan usia subur harus mampu mempertahankan pernikahan tetap hidup dengan baik. Pasangan usia subur pada tahap ini akan sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan tahap dan perkembangan anak. Berikut beberapa tugas perkembangan keluarga pada tahap ketiga yaitu:
  1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi, dan keamanan yang memadai
  2. Mensosialisasikan anak
  3. Mengintegrasikan anak kecil sebagai anggota keluarga baru, sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain
  4. Mempertahankan hubungan yang sehat di dalam keluarga termasuk hubungan pernikahan, hubungan orang tua dengan anak dan hubungan keluarga dengan keluarga besar serta komunitas
Perhatian pelayanan kesehatan terhadap perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu:
  1. Akan banyak masalah penyakit menular pada anak, cedera akibat jatuh, luka bakar, keracunan dan cedera lain yang terjadi.
  2. Hubungan psikososial keluarga termasuk hubungan pernikahan
  3. Hubungan sibling
  4. Keluarga berencana
  5. Kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan
  6. Isu-isu tentang hal menjadi orang tua
  7. Informasi terkait penganiayaan dan pengabaian anak

2.2.5 Peran Perawat Komunitas dalam Promosi Kesehatan
Perawat mempunyai dua peran dalam kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta sebagai pelaksana keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarat yang merupakan bagian dari promosi kesehatan. Diharapkan dengan peran perawat tersebut, visi promosi kesehatan dapat tercapai.

Peran perawat sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. Mengkaji kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam penyuluhan katau pendidikan kesehatan. Dari hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien, informasi apa yang diperlukan klien, dan apa yang ingin diketahui dari klien.
  2. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
  3. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk pemulihan kesehatan antara lain tentang pengobatan, higiene, perawatan, serta gejala dan tanda-tanda bahaya.
  4. Menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk topik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latian, penyakit, dan pengelola penyakit.
  5. Mengajarkan kepada klien informasi tentang tahap perkembangan.
  6. Membantu klien untuk memilih sumber informasi kesehatan dari buku-buku, koran, TV, teman, dan lainnya.
            Peran perawat sebagai pelaksana konseling keperawatan antara lain:
  1. Memberikan informasi, mendengarkan secara objektif, memberikan dukungan, memberikan asuhan, dan menjaga kepercayaan yang diberikan klien
  2. Membantu klien untuk mengidentifikasi masalah serta faktor-faktor yang memengaruhi.
  3. Memberikan petunjuk kepada klien untuk mencari pendekatan pemecahan masalah dan memilih cara pemecahan masalah yang tepat.
  4. Membantu klien menentukan pemecahan masalah yang dapat dilakukan



Lampiran 2
Satuan Acara Penyuluhan
Sasaran                 :Kelompok Pasangan Usia Subur di Puskesmas X
Hari/Tanggal        : Kamis/10 Desember 2015
Tempat                  : Puskesmas X
Pelaksana              : Mahasiswa Keperawatan
Waktu                   : Pukul 08.00 – 10.00 WIB

  1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat promosi kesehatan selama 45 menit, Kelompok Pasangan Usia Subur di Puskesmas X dapat menambah pengetahuan tentang keluarga berencana (KB).
  1. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapat promosi kesehatan,Kelompok Pasangan Usia Subur dapat :
  1. Mengetahui definisi keluarga berencana(KB)
  2. Mengetahui jenis-jeniskeluarga berencana(KB)
  3. Mengetahui cara kerjadan efektifitas dari jenis keluarga berencana(KB)
  1. Materi
  1. Konsep pemahaman keluarga berencana (KB)
  2. Konsep pilihan jenis alat kontrasepsi
  3. Konsep cara kerja dan efektifitas dari jenis alat kontrasepsi
  1. Metode
  1. Buzz Group
  1. Media
  1. LCD
  2. Microfon
  3. Leaflet
  4. Kertas
  5. Bolpoin
  1. Setting Tempat


  1. Pelaksanaan
No
Waktu
Kegiatan Promosi Kesehatan
Kegiatan Peserta
1
15 MenitPembukaan: (Fasilitator)
  1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
  2. Memperkenalkan diri
  3. Kontrak waktu
  4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
  5. Menyebutkan materi promosi kesehatan yang akan diberikan

  1. Menjawab salam
  2. Mendengarkan
  3. Memperhatikan


2
20 MenitPelaksanaan : (Fasilitator)
Mengkaji pengetahuan kelompok pasangan subur dan membuka persepsi kelompok mengenai pentingnya kontrasepsi.

  1. Mendengarkan dan memperhatikan

3
30 menitDiskusi:
  1. Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok kecil
  2. Masing-masing kelompok mendapat sub bab berbeda
Kelompok 1
: jenis-jenis kontrasepsi alami, cara penggunaan, dan kelebihan&kekurangan
Kelompok 2
 : jenis-jenis kontrasepsi tidak permanen, cara penggunaan, dan kelebihan&kekurangan

  1. 2 kelompok bergabung dan mempresentasikan hasil diskusi. Masing-masing saling menanggapi, bertanya atau menambahkan.
  2. Fasilitator memberikan tambahan penjelasan kepada semua peserta peserta diskusi mengenai maksud dari materi yang dibahas dalam diskusi sehingga peserta akan dapat memahami dan memilih kontrasepsi yang baik.

  1. Berdiskusi

4
15 MenitEvaluasi :
  1. Moderator, fasilitator dan para peserta mengevaluasi proses diskusi buzz group yang telah berlangsung.
  2. Moderator, fasilitator, dan para peserta membuat kesimpulan dari pelaksanaan diskusi buzz group

  1. Evaluasi bersama moderator dan fasilitator

5
10  MenitTerminasi :(Fasilitator dibantu moderator)
  1. Memberikan leaflet kepada peserta.
  2. Mengucapkan terima kasih kepada peserta
  3. Mengucapkan salam

  1. Mendengarkan dan membalas salam


  1. Evaluasi
  1. Kriteria struktur
  1. Kontrak waktu dan tempat diberikan pada hari sebelum acara dilakukan
  2. Pembuatan SAP, leaflet,  dilakukan maksimal 1 hari sebelumnya
  3. Peserta di tempat yang telah ditentukan
  4. Pengorganisasian penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan sebelum dan saat promosi kesehatan dilaksanakan.
  1. Kriteria proses
  1. Peserta antusias dan aktif dalam berdiskusi
  2. Pelaksanaan kegiatan sesuai SAP
  3. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
  1. Kriteria hasil
  1. Peserta dapat mengikuti acara dari awal sampai selesai
  2. Acara dimulai tepat waktu
  3. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan


MATERI PENYULUHAN
Macam-macam Metoda Kontrasepsi
  1. Kontrasepsi Sederhana
  1. Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Kelebihan dari kondom ini adalah mudah untuk digunakan. Sedang kekurangannya ia mempunyai efektifitas rendah (3-21 kehamilan per 100 perempuan).
  1. Coitus Interuptus
Coitus interuptus (senggama terputus) adalah menghentikan senggama dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, sedang kekurangannya adalah risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.
  1. KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks. Pada metode KB alami ini kelebihannya adalah tidak memerlukan alat. Sedang kekurangannya adalah cara ini sukar dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’ serta isteri harus terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
  1. Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Kekurangan dari metode ini adalah biasanya terdapat keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan.
  1. Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma. Kekurangannya sama seperti diafragma yakni biasanya terdapat keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan.
  1. Kontrasepsi Hormonal
  1. Pil KB
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Kelebihan dari penggunaan pil ini adalah ia mempunyai efektifitas yang cukup tinggi apabila digunakan secara teratur setiap hari. Sedang kekurangannya ia mempunyai beberapa efek samping diantaranya mual, perdarahan bercak, menekan produksi ASI hingga meningkatkan tekanan darah.
  1. Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan densitas tulang. Sedang kelebihannya, metode ini mempunyai efektifitas tinggi dan hanya diberikan sekali dalam sebulan ataupun tiga bulan sekali.
  1. Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya dilengan atas. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan sampai  5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan, efektifitasnya sangat tinggi, tidak terpengaruh faktor lupa dan tidak mengganggu ASI. Sedang kelemahannya, ia mempunyai efek samping berupa spotting (menstruasi tidak teratur) atau berat badan bertambah.
  1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Keuntungan dari IUD ini antara lain: efektifitasnya tinggi, dapat efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang (bertahan lama) dan tidak ada interaksi dengan obat- obatan. Sedang kelemahannya diantaranya: setelah pemasangan dapat terjadi kram dalam beberapa hari, terjadi perubahan siklus dan lama serta volume darah haid serta akan timbul nyeri saat haid.

  1. Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)
  1. Tubektomi
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim). Kelebihannya efektifitasnya mencapai 99%, akan tetapi kerugiannya klien akan tidak dapat hamil selamanya.
  1. Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%. Sedang kelemahannya, sterilisasinya tidak bersifat segera karena pengeluaran sperma secara total membutuhkan waktu 3 bulan atau 20 kali ejakulasi sehingga selama masa ini perlu digunakan metode kontrasepsi lain (Suratun, 2008)


DAFTAR PUSTAKA

www.BKKBN.go.id., diakses pada tanggal 30 November 2015

Effendy, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Friedman, M. M. (2003). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, & Praktik, Ed.5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kamil, M. (tth). Andragogi. Direktori File UPI

Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencanaa.  Jakarta Selatan

Manuaba, I. B. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Muniroh, I. D. (2013). Dukungan Sosial Suami terhadap Istri untuk Menggunakan Alat Kontrasaepsi Medis Opereatif Wanita (MOW). Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Najamuddin. (tth). Konsep Pembelajaran Orang Dewasa. Sumatera Utara: Kementerian Agama.

Pusat Data & Informasi, K. K. (2013). Buletin: Jendela Informasi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Rosita. 2011. Pemahaman Perilaku Dan Strategi Pembelajaran Bagi Orang Dewasa. Yogyakarta: UNY

Sastra, Senjakala. 2011. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group). Malang. Diakses melalui http://ningilun.blogspot.in/2011/03/diskusi-kelompok-kecil-buzz-group.html?m=1 pada 08 Desember 2015

www.bps.go.id, diakses pada tanggal 2 Desember 2015.




Demikianlah Artikel Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group

Sekianlah artikel Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2015/12/promkes-pada-pasangan-usia-subur-dengan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar