Atresia Bilier

Atresia Bilier - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Atresia Bilier, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Atresia Bilier
link : Atresia Bilier

Baca juga


Atresia Bilier

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier
Sistem bilier terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.berikutini urutan transportasi empedu:
  1. Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir dari hati melalui saluran hati kanan dan kiri.
  2. Saluran ini akhirnya mengalir ke saluran hepatik umum.
  3. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kandung empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
  4. Sekitar 50% dari empedu yang dihasilkan oleh hati yang pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
  5. Ketika makanan dikonsumsi, kontrak kandung empedu dan rilis disimpan empedu ke duodenum untuk membantu memecah lemak.

    Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:
    1. untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
    2. untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
    Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
    1. untuk membawa pergi limbah
    2. untuk memecah lemak selama pencernaan
    Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University,2011)

    2.2 Definisi Atresia Billier
    Atresia billier merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang disebabkan oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu ekstrahepatik. Keadaan ini terjadi pada 1:10.000 kelahiran hidup. Atresi billier merupakan satu-satunya penyebab kematian karena penyakit hati pada awal usia kanak-kanak (akibat sirosis billier yang bersifat progresif dengan cepat) dan 50-60% anak-anak yang dirujuk untuk menjalan transplantasi hati merupakan pasien atresia billier. (Hull, 2008).

    Atresia billier merupakan suatu penyakit yang didapat pada kehidupan  pascanatal dini akibat percabangan saluran billier yang sebelumnya paten menjadi sklerotik. Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk.

    2.3 Klasifikasi Atresia Billier
    Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
    1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis, segmen proksimal paten
    2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
    3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu normal
    4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai ke hilus


    Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.

    2.4 Etiologi
    Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.

    Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut.Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut(Richard, 2009) :
    1. Infeksi virus atau bakteri
    2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
    3. Komponen yang abnormal empedu
    4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
    5. Hepatocelluler dysfunction

    2.5 Manifestasi Klinis Atresia Billier
    1. Ikterus timbul sejak lahir, tetapi dapat tidak nyata sampai beberapa minggu pertama. Urin menjadi gelap dan tinja akolik. Abdomen secara bertahap menjadi terdistensi oleh hepar yang membesar atau asites. Akhirnya, limpa juga membesar. Ikterus karena peninggian bilirubin direk. Ikterus yang fisiologis sering disertai dengan peninggian bilirubin yang konyugasi. Dan harus diingat peninggian bilirubin yang tidak konyugasi jarang sampai 2 minggu.
    2. Kolestasis neonatal terlihat pada bayi dengan berat lahir normal dan meningkat pascanatal. Jika tidak diatasi (dengan transplantasi hati) kematian terjadi dalam waktu 2 tahun sejak bayi dilahirkan.
    3. Bayi-bayi dengan Atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal dan perkembangannya baik pada minggu pertama.
    4. Hepatomegali akan terlihat lebih awal.
    5. Splenomegali sering terjadi, dan biasanya berhubungan dengan progresivitas penyakit menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal.
    6. Pasien dengan bentuk fetal /neonatal (sindrom polisplenia/asplenia)  pertengahan liver bisa teraba pada epigastrium.
    7. Adanya murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan kelainan jantung.
    8. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.
    9. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
    10. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
    11. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh.
    Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
    1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
    2. Gatal-gatal
    3. Rewel

    2.6 Patofisiologi Atresia Billier
    Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.

    Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

    Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.

    Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati  juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.

    Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.

    Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.

    Patofisiologi dari Atresia biliaris masih sulit dimengerti, penelitian terakhir dikatakan kelainan kongenital dari sistim biliris. Masalah ontogenesis hepatobilier dicurigai dengan bentuk atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain. Walaupun yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang progresif, dengan dugaan infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus biliaris.

    Pada tipe III : yang sering terjadi adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi yang komplit sebagian sistim biliaris ekstra hepatal. Duktus biliaris intra hepatal yang menuju porta hepatis biasanya pada minggu pertama kehidupan tampak paten tetapi mungkin dapat terjadi kerusakan yang progresif.Adanya toksin didalam saluran empedu menyebabkan kerusakan saluran empedu extrahepatis. Identifikasi dari aktivitas dari inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal tampaknya merupakan lesi yang didapat.

    Walaupun tidak dapat didentifikasi faktor penyebab secara khusus tetapi infeksi merupakan faktor penyebab terutama isolasi dari atresia bentuk neonatal.Banyak penelitian yang menyatakan peninggian titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita atresia biliaris dibandingkan dengan yang normal. Virus yang lain yang sudah diimplikasi termasuk rotavirus dan Cytomegali Virus(CMV)

    2.7 WOC (terlampir)


    2.8 Pemeriksaan Diagnostik
    a)Laboratorium: Pemeriksaan darah ,urine dan feses untuk menilai fungsi hati dengan peninggian bilirubin
    b) Biopsi liver : Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang tipis dan dibawah mikroskop dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier.
    c) Imejing

         1) USG
    1. Hati dapat membesar atau normal dengan struktur parenhim yang inhomogen dan ekogenitas yang tinggi tertama daerah periportal akibat fibrosis
    2. Nodul-nodul cirrhosis hepatis
    3. Tidak terlihat vena porta perifer karena fibrosis
    4. Tidak terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
    5. Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik lebih spesifik untuk atresia bilier extra hepatal
    6. Kandung empedu tidak ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm . Kandung empedu biasanya lebih kecil dari 1,9 cm,dinding yang tipis atau tidak terlihat ,ireguler dengan kontur yang lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada gambaran ini dikatakan sensitivitas 97 % dan spesifisitas 100%.
    7. Gambaran kandung empedu yang normal (panjang >1,5 cm dan lebar >4 cm ) dapat terlihat sekitar 10 % kasus.
    8. Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah periportal.
    9. kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti: Situs inversus, Polisplenia

    2) Skintigrafi : HIDA scan
    Radiofarmaka (99m TC )- labeled iminodiasetic acid derivated sesudah 5 hari dari intake phenobarbital , ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar kedalam usus ,karena tidak dapat meliwati sistim bilier yang rusak.Tes ini sensitif untuk atresia bilier (100%)tapi kurang spesifik (60 %) . Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada hepar sangat kurang


    3) Kholangiografi
    1. Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu yang terlihat : Gambaran atresia bilier bervariasi dan pengukuran dari hilus hepar jika atresia dikoreksi secara pembedahan dengan menganastomosis duktus biliaris yang intake
    2. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dengan menyuntik senyawa penontras dapat dilihat langsung keadaan duktus biliaris ekstra hepatal seperti obstruksi duktus kholedokus dan dapat melihat distal duktus biliaris ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus komunis, serta dapat melihat kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal daerah porta hepatisMRI
    3. MRI
    • MRCP : dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstrahepata untuk menentukan ada tidaknya atresia billier
    • Peninggian sinyal daerah periportal pada T2 weighted images



    4. Intubasi duodenum
    Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub diletakkan didistal duodenum.tidak adanya bilirubin atau asam empedu ketika diaspirasi menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.

    2.9 Penatalaksanaan
    a. Penatalaksanaan Medis
    1. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk
    a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal : luminal
    b) Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat 310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk

    1. Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan berkembang seoptimal mungkin yaitu:
    a) Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT)untuk mengatasi malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior
    b) Penatalaksanaan defisiensi  vitamin yang larut dalam lemak.
    c) Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.

    3. Terapi Bedah
    Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe Idan II. Pada atresia bilier yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan Frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten maka dilakukan operasi kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.

    Operasi
    1. Kasai prosedur : tujuannya untuk mengangkat daerah yang mengalami atresia dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga cairan empedu dapat lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y hepatoportojejunostomy
    2. Transplantasi hati : Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur tidak berhasil , atresia total atau dengan komplikasi cirhosis hepatis

    2.10 Pemeriksaan Penunjang
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
    1. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
    2. USG perut
    3. Rontgen perut (tampak hati membesar)
    4. Kolangiogram
    5. Biopsi hati
    6. Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).

    2.11Komplikasi Atresia Billier
    Komplikasi yang dapat terjadi pada atresia biliaris adalah:
    1. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu keluar hati dan kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
    2. Progresif serosis hepatis trjadi jika aliran hanya dapat dibuka sebagian oleh prosedur pembedahan, permasalahan dengan pendarahan dan penngumpalan.
    3. Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
    4. Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
    5. Hipertensi portal
    6. Pendarahan yang mengancam nyawa dari pembesaran vena yang lemah  di esofaguc dan perut, dapat menyebabkan Varises Esophagus.
    7. Asites merupakan akumulasi cairan dalam kapasitas abdomen yang disebabkan penurunan produksi albumin dalam protein plasma.
    8. Komplikasi Pasca Bedah: yakni “kolangitis menaik”. Tanda-tanda kolangitis menaik adalah : badan panas, tampak iterik, perut membuncit, leukositosis, anemia, peningkatan LED, GOT dan GPT, serta bilirubin darah. Kolangitis menaik dibagi 2:Kolangitis menaik dini (early ascending cholangitis). Hal ini bias berakibat fatal bila terjadi.Kolangitis menaik lambat (late cholangitis). Hal ini tidak bersifat fatal, tetapi hamper selalu terjadi pada pasca operasi.Cara mencegah kolangitis menaik adalah dengan modifikasi kimura pada tekhnik operasi Kasai I (Halimun, EM, 1983).

    2.12 Prognosis
    Harapan hidup pasien yang tidak diobati adalah 18 bulan.Progresi fibrosis hepatic sering terjadi walaupun sudah mendapat terapi bedah paliatif, meskipun 30 – 50 % pasien mungkin tetap anikterik.Angka harapan hidup transplantasi jangka pendek sekitar 75 %.

    Menurut Carlassone & Bensonsson (1977) menyatakan bahwa operasi atresia biliaris tipe “noncorrectable” adalah buruk sekali sebelum adanya operasi Kasai, tapi sampai sekarang hanya sedikit penderita yang dapat disembuhkan. Bila pasase empedu tidak dikoreksi, 50 % anak akan meninggal pada tahun pertama kehidupan, 25 % pada tahun ke dua, dan sisanya pada usia 8-9 tahun. Penderita meninggal akibat kegagalan fungsi hati dan sirosis dengan hipertensi portal (koop, 1976).





    BAB 3
    ASUHAN KEPERAWATAN

    Pengkajian
    1. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
    2. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
    3. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
    4. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
    5. Pemeriksaan Fisik
    1. BI : sesak nafas, RR meningkat
    2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
    3. B3: gelisah atau rewel
    4. B4: urine warna gelap dan pekat
    5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
    6. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
    f. Pemeriksaan Penunjang
     g. Laboratorium
    1. Bilirubin direk dalam serum meninggi
    2. nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
    3. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas
    4.   Tidak ada urobilinogen dalam urine
    5. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)

    Pemeriksaan diagnostik
    1. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
    2. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
    3. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic
    4. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
    Tahap Tumbuh Kembang umur  6-9 Bulan
    1. Duduk (sikap tripoid-sendiri)
    2. Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
    3. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
    4. Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
    5. Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu benda pada saat yang bersamaan
    6. Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
    7. Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa
    8. Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
    9. Bermain tepuk tangan atau ciluk ba
    10. Bergembira dengan melempar benda
    11. Makan kue sendiri
    Umur 9-12 bulan
    1. Mengangkat badannya ke posisi berdiri
    2. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
    3. Dapat berjalan dengan di tuntun
    4. Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang diinginkan
    5. Menggenggam erat pensil
    6. Memasukkan benda ke mulut
    7. Mengulang menirukan bunyi yang didengar
    8. Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
    9. Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
    10. Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
    11. Senang diajak bermain “ ciluk ba”
    12. Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum dikenal
    Umur 12-18 bulan
    1. Berdiri sendiri tanpa berpegangan
    2. Membungkuk memungut mainan  kemudian berdiri kembali
    3. Berjalan mundur 5 langkah
    4. Memanggil ayah dengan  kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”. Tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan dipanggil “ayah.

    1. Diagnosa Keperawatan
    1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual muntah
    2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah
    3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus
    4. Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan dengan penyakit kronis
    5. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

    1. Intervensi Keperawatan

    DX
    Tujuan
    Tindakan
    Rasional
    IBayi akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai dengan pengisian kembali dengan kapiler kurang dari 3 detik, turgor kulit baik, produksi urine 1-2ml/kgBB/jam
    1. Memantau asupan dan cairan bayi perjam(cairan infuse, susu per NGT, atau jumlah ASI yang diberikan, (timbang popok)

    1. Periksa feses tiap hari






    1. Memantau lingkar perut bayi setiap hari
    2. Observasi tanda-tanda dehidrasi (oliguria, kuilt kering, turgor kulit buruk, ubun-ubun dan mata cekung


    1. Kolaborasi  untuk pemeriksaan elektrolit, kadar protein total, albumin, nitrogen urea darah dan kreatinin serta darah lengkap
    1. Memungkinan evaluasi keseimbangan cairan bayi dan tindakan lebih lanjut
    2. Mengetahui kadar PH feces untuk menentukan absorbsi lemak dan karbohidrat bayi. (PH normal 7-7,5)
    3. Untuk mendeteksi asites
    4. Tanda dehidrasi mengindikasikan intervensi segera dalam mengatasai kekurangan cairan pada bayi

    1. Mengevaluasi keseimbangan dan elektrolit


    II


























    III
    Bayi akan menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal






















    Bayi akan
     mempertahankan kelembapan kulit yang ditandai dengan kulit tidak kering, tidak ada pruritus, jaringan kulit utuh dan bebas lecet
    1. Ukur masukan diet harian (MCT)




    1. Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwatyat berat badan




    1. Berikan perawatan mulut sering






    1. Mandikan dengan air hangat sehari dua kali dan di olesi baby cream



    1. Pertahankan sprei kering dan bersih



    1. Rubah posisi tidur sesuai jadwal





    1. Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung tangan bila memungkinkan


    1. Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin)
    1. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/Defisiensi

    2. Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indicator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites
    3. Pasien cenderung mengalami luka/perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia

    4. Mencegah kulit kering berlebihan dan memberikan penghilang rasa gatal

    1. Kelembapan meningkatkan pruritus dan resiko kerusakan kulit

    1. Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan dan untuk memperbaiki sirkulasi

    1. Mencegah dari cidera tambahan pada kulit khususnya bila tidur

    1. Antihistamin dapat mengurangi rasa gatal
    IVBayi akan bertumbuh dan berkembang secara normal yang ditandai dengan mencapai tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai1. Berikan stimulus pada bayi yang menekankan pencapaian keterampilan motorik kasar





    ü  2. Jelaskan pada orangtua bahwa bayi mereka dapat saja  tidak mencapai tahap-tahap penting perkembangan dengan kecepatan yang sama seperti pada bayi sehat




    ü  3. Sedapat mungkin lakukan intervensi secara berkelompok
    ü  1. Stimulasi bayi yang terencana membantu tahap-tahap penting dalam perkembangan dan membantu orangtua memiliki ikatan dengan bayi

    ü  2. Dapat menghilangkan stress pada orangtua yang menghadapi masalah dan memberikan informasi penting tentang cara-cara menstimulasi perkembangan

    ü  3. Mengelompokkan intervensi memungkinkan bayi beristirahat tanpa gangguan, istirahat diperlukan untuk tahap tumbuh kembang bayi
    VBayi akan mempertahankan pola nafas efektif, bebas dispneu dan sianosis, dengan nilai GDA dan kapasitas vital dalam rentang normalü  1. Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan





    ü  2. Auskultasi bunyi nafas krekles, mengi dan ronchi







    ü  3. Observasi perubahan tingkat kesadaran



    ü  4. Berikan posisi kepala bayi lebih tinggi
    Berikan tambahan O2 sesuai indikasi

    ü  5. Kolaborasi untuk pemeriksaan GDA
    ü 1. Pernafasan dangkal, cepat/dispneu mungkin ada hubungan hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen

    ü 2. Menunjukan terjadinya komplikasi (contoh adanya bunyi tambahan menunjukan akumulasi cairan/sekresi) meningkatkan resiko infeksi
    ü 3. Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksia dan gagal nafas

    ü 4. Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diagfragma

    5. Untuk mencegah hipoksia
    Mengetahui perubahan status pernafasan dan terjadinya komplikasi paru


    BAB 4
    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

    Kasus semu
    An. Y (laki-laki) berusia 2 bulan dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan mual, muntah, kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati. Kulit teraba hangat dan tampak kuning di seluruh tubuh.Mata konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik.Perut tampak buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi padat keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani, shifting dullness positif, bising usus positif normal.Ekstrimitas hangat, perfusi baik, ditemukan pitting edema. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, sadar, TD 110/60 mmHg, nadi 130x/menit, RR 40x/menit, suhu tubuh 36,5oC, tinggi badan 70 cm, berat badan 5 kg.


    ASUHAN KEPERAWATAN
    4.1 Pengkajian Anak
    Anamnesa
    1. Data Demografi klien :
    Nama               : An. Y
    Usia                 : 2 bulan
    Jenis Kelamin  : Laki-laki
    Suku / bangsa  : Jawa/ Indonesia
    Alamat             : Surabaya
    Agama             :Islam
    Tanggal MRS  : 10 November 2014
    Jam MRS         : 14.00 WIB
    Diagnosa         : Atresia Billier
    1. Identitas Penanggung Jawab :
    Nama                                       : Tn. G
    Umur                                       : 39 tahun
    Jenis kelamin                           : Laki-laki
    Pendidikan/ pekerjaan             : SLTA/ wiraswasta
    Hubungan dengan klien          : ayah klien
    1. Keluhan Utama
    Ibu klien mengatakan anak Y mengalami mual muntah
    1. Riwayat Penyakit Sekarang
    Mual muntah, kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh, perut membesar dan selalu rewel
    1. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
    2. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
    Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan  waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio oral  diberikan bersamaan dengan DTP
    1. Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)
    2. Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial : Klien An. Y mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
    3. Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual : Klien An Y. menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan orang tua, saudara dan orang lain.
    1. Riwayat Kesehatan Keluarga:
      1. Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. Y dalam merawat klien.
      2. Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan di sekitar adalah perumahan
      3. Kultur dan kepercayaan : -
      4. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan :  -
      5. Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan

    Pemeriksaan Fisik
    1. B1 (breath)
    RR meningkat 40x/menit, Suhu (36.5°C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.
    1. B2 (blood)
    TD meningkat 110/60 mmhg,  HR meningkat 130x/ menit (tachicardi).
    1. B3 (brain)
    gelisah (rewel)
    1. B4 (bladder)
    Perubahan warna urin dan feses
    Urine  : warna gelap seperti teh, pekat
    Feses : warna pucat seperti dempul
    1. B5 (bowel)
    anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, dehidrasi, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5 Kg/ 70 cm), distensi abdomen. Perut tampak buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi padat keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani.
    1. B6 (bone) :
    Letargi/ kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), jaundice, kerusakan kulit.

    Pemeriksaan Penunjang
    Laboratorium
    1. Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 – 1,9 mg/dl)
    2. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
    3. Tidak ada urobilinogen dalam urin.
    4. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).
    Pemeriksaan Diagnostik
    1. USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstrahepatik (dapat berupa dilatasi kritik saluran empedu)
    2. Memasukkan pipa lambung sampai duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
    3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu dan mengeksresikan ke saluran empedu dampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat terjadi atresia inrahepatik
    4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

    4.2 Analisis Data

    No
    Data
    Etiologi
    Masalah Keperawatan
    1.
    DS : -
    DO : Penurunan turgor kulit
    BAK berwarna seperti teh
    Frekuensi nadi meningkat > 115x/menit
    Produksi keringat meningkat
    Input = 700 ml/hr
    Output = 1000 ml/hr   
    Pembesaran hepar





    Distensi abdomen


    Perut terasa penuh

    Mual muntah





    cairan banyak yang keluar
    Kekurangan volume cairan
    2.
    DS: Anoreksia, rewel, mual/muntah.
    Do:
    Berat badan turun (6 kg menjadi 5 kg) muntah, konjungtiva anemis.
    Obstruksi aliran dari hati ke dalam usus

    gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)


    Nutrisi kurang dari kebutuhan
    Gangguan pemenuhan
    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    3.
    Ds:-
    Do:
    Anak tampak tidak nyaman dengan posisi tidurnya
    Terdapat pruritus di daerah pantat & punggung anak
    Albumin 3,27 g/dL (N:3,8-5,4)

    cairan asam empedu balik ke hati





    itching dan akumulasi dari toksik


    tersebar ke dalam darah dan kulit


    Pruiritis (gatal) pd kulit
    Kerusakan integritas kulit

    4.
    DS :  pasien terlihat sesak.
    DO :
    Penggunaan otot bantu pernapasan
    Napas pendek

    cairan asam empedu balik ke hati





    Peradangan sel hati

    Hepatomegali (pembesaran hepar)


    distensi abdomen

    menekan diafragma

    peningkatan Komplain paru





    Kebutuhan oksigen meningkat

    Frekuensi napas meningkat
    Pola napas tidak efektif
    5.
    DS: Orang tua sering menanyakan keadaan anaknya
    DO: Orang tua tampak gelisah dan bingung
    Kurang sumber informasi

    ansietas
    Ansietas


    4.3 Diagnosa Keperawatan
    1. Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
    2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, penurunan berat badan
    3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
    4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
    5. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang pengetahuan

    4.4 Intervensi Keperawatan
    1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
    Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi seimbang.
    Kriteria hasil :
    1. Tanda-tanda vital stabil.
    2.  Turgor kulit membaik.
    3. Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
    4. Haluaran  urine individu sesuai.

    Intervensi
    Rasional
    1. Berikan cairan IV (biasanya glukosa) elektrolit.
    2. Awasi nilai laboraturium, contoh  Hb/Ht, nat, albumin.



    1. Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit.
    2. Awasi intake dan output, bandingkan dengan BB . misal muntah
    1. memberikan terapi cairan dan penggantian elektrolit
    2. menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasikan retensi natrium/ kadar protei yang dapat menimbulkan pembentukan edema.
    3. indikator volume sirkulasi/ perfusi.


    1. memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian cairan / efek terapi.

    1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, penurunan berat badan
    Tujuan      : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nutrisi adekuat.
    Kriteria hasil :  -   BB pasien stabil
      -    Konjungtiva tidak anemis
    Intervensi
    Rasional
    Mandiri:
    1. Kaji distensi abdomen

    1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah

    1. Timbang BB setiap hari.
    2. Berikan makanan /minuman sedikit tapi sering.
    3. Berikan kebersihan oral sebelum makan

    Kolaborasi:
    1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi.


    1. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat dan batasi makanan penghasil gas.

    1. Berikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) sesuai indikasi.

    1. Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program.
    2. Berikan vitamin-vitaminyang larut dalaam lemak (A, D, E dan K)

    1. Distensi abdomen merupakan tanda non verbal gangguan pencernaan.
    2. Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi dengan mengetahui intake dan output klien.
    3. Mengawasi keefektifan rencana diet
    4. Untuk menurunkan rangsang mual/muntah.
    5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

    1. Berguna dalam memenuhi kebutuhan nutrisi individu dengan diet yang paling tepat.
    2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsang pada kantung empedu.
    3. Meningkatkan pencernaan dan absorbsi  lemak serta vitamin yang larut dalam lemak.

    1. Memberi informasi tentang keefektifan terapi.
    2. Vitamin-vitamin tersebut terganggu penyerapannya.

    1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
    Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit baik
    Kriteria hasil : - tidak ada pruritus/lecet
      - jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi
    Intervensi
    Rasional
    Mandiri:
    1. Gunakan air mandi biasa atau pemberian lotion/ cream, hindari sabun alkali. Berikan minyak kalamin sesuai indikasi.
    2. Berikan massage pada waktu tidur.

    1. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan


    1. Gunting kuku jari, berikan sarung tangan bila diindikasikan.
    Kolaborasi:
    1. Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin).
    2. Berikan obat resin kholestiramin (questian).
    3. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. (bilirubin direk dan indirek)


    1. Mencegah kulit kering berlebihan, memberikan penghilang rasa gatal, sekaligus menghindari infeksi.

    1. Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dan menurunkan integritas kulit.
    2. Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkanresiko kerusakan kulit.
    3. Mencegah pasien dari cidera tambahan pada kulit, khususnya bila tidur.
    4. Antihistamin dapat mengurangi gatal.

    1. Berfungsi untuk mengurangi pruritus dan hiperbilirubinemia.
    2. Bilirubin direk dikonjugasi oleh enzim hepar glukoronitin direk yang dikonjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam darah atau terikat pada albumin.

    1. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen
    Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
    Kriteria Hasil   :
    1. Frekuensi pernapasan bayi umur 6-12 bulan 30x/menit
    2. Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
    3. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
    Intervensi
    Rasional
    Mandiri:
    1. Kaji distensi abdomen

    1. Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan.
    2. Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat
    Kolaborasi:
    1. Persiapkan operasi bila diperlukan.


    1. dengan mengukur lilitan atau lingkar abdomen
    2. Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien
    3. Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas

    1. Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien

    1. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya pengetahuan
    Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
    Kriteria hasil : -   Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
     -   Berpartisipasi dalam pengobatan.

    Intervensi
    Rasional
    1. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, dosis, reaksi obat dan tujuannya



    1. Jelaskan pentingnya stimulasi pada anak, pendengaran, visual, sentuhan
    2. Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, dan diare.

    1. Mengidentifikasi area kekurangan dan pengetahuan/ salah informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
    2. Stimulasi dapat meningkatkan kekebalan tubuh klien

    1. Membantu perawat dalam melakukan pengkajian selanjutnya terhadap output klien



    DAFTAR PUSTAKA

         Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
    National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2012. Biliiary Atresia.Diakses dari http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia_508.pdf pada 10 November 2014
    https://helda.helsinki.fi/bitstream/handle/10138/38267/lampela_dissertation.pdf?sequence=1
    Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC
    Majalah Kedokteran Andalas, 2009. Vol.33. No.2
    Mitchell (et al).2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbin & Cotran. Ed.7.Jakarta:EGC
    Pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../pustaka_unpad_atresia_biliaris.pdf di akses pada hari Sabtu 18 Oktober 2014 pukul 06.42
    Richard N. Mitchell, et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Robbins & Cotran Ed. 7.Jakarta : EGC.
    Shires,Schwartz. Spencer.2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed.6. Jakarta:EGC.



    Demikianlah Artikel Atresia Bilier

    Sekianlah artikel Atresia Bilier kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

    Anda sekarang membaca artikel Atresia Bilier dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2015/01/atresia-bilier.html

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar