Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM)

Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM) - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM)
link : Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM)

Baca juga


Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan diabetes mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing manis (Rahmatsyah Lubis, 11 Juli 2006). Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang karena peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com). Dengan prevalensi 8,4 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4 % wanita hamil menderita Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id).
1.2 TUJUAN
1.      Mengetahui dan memahami tentang penyakit diabetes mellitus dan penatalaksanaannya
2.      Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
3.      Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus?
2.      Apa saja pengkajian kesehatan pada diabetes melitus?
3.      Apa diagnosa NANDA, NOC, NIC terkait dengan diabetes melitus?
1.4. METODE PENULISAN
Makalah ini disusun dengan literasi buku dan internet.
1.5   SISTEMATIKA PENULISAN
Pada Karya Tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I       : PENDAHULUAN
Terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II      : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini membahas tentang beberapa permasalahan yang disampaikan pada Sub-bab permasalahan.
BAB III    : PENUTUP
Meliputi Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
            Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat dibedakan sebagai :
a.       Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b.      Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida penghubung (connecting peptide)
c.       Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan somatostatin.
d.      Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.
            Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh konsentrasi gula darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator automik.
            Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
            Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral. Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
·         Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
·         Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
·         Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen
·         Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
     
            Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth factor II (IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase.
2.2 PENGERTIAN
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
            Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
            Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
            Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
            Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2.3 KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS 
a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
            Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit.
b. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
            Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
c. DMGestational  (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1)      Defek genetik fungsi sel beta :
·         Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
·         DNA mitokondria
2)      Defek genetik kerja insulin
3)      Penyakit endokrin pankreas :
·         pankreatitis
·         tumor pankreas /pankreatektomi
·         pankreatopati fibrokalkulus
4)      Endokrinopati :
·         akromegali
·         sindrom Cushing
·         feokromositoma
·         hipertiroidisme
5)      Karena obat/zat kimia :
·         vacor, pentamidin, asam nikotinat
·         glukokortikoid, hormon tiroid
·         tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6)      Infeksi :
·         Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7)      Sebab imunologi yang jarang :
·         antibodi anti insulin
8)      Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
·         sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom  Turner, dan lain-lain.
2.4 ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001).
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2. Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001).
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a. Ras atau Etnis
            Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c. Kurang Gerak Badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999). 
            Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
            Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
            Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1.      Poliuria (peningkatan volume urine)
2.      Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3.      Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4.      Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul: 
1.      Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2.      Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3.      Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4.      Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
5.      Kelemahan tubuh
6.      Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7.      Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8.      Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9.      Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
a. Glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :
·         glukosa darah puasa
·         glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
·         glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu  ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau serum.
Bukan DM   
Belum pasti  DM
 DM       
Kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena      
< 110 
  110 – 199     
 200
darah kapiler   
   <   90     
     90  - 199         
 200
Kadar glukosa darah puasa
plasma vena     
  < 110   
110 – 125
 126
darah  kapiler                           
<   90 
  90  - 109  
  110  

b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c. Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
d. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
e. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
f. Elektrolit :
·         Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
·         Kalium : Normal
·         Fosfor : Lebih sering menurun
g. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
j. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
m. Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).
n. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1)      Memperbaiki kesehatan umum penderita
2)      Mengarahkan pada berat badan normal
3)      Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4)      Mempertahankan kadar KGD normal
5)      Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6)      Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7)      Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1)      Jumlah sesuai kebutuhan
2)      Jadwal diet ketat
3)      Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1)      Diit DM I     : 1100 kalori
2)      Diit DM II   : 1300 kalori
3)      Diit DM III  : 1500 kalori
4)      Diit DM IV  : 1700 kalori
5)      Diit DM V   : 1900 kalori
6)      Diit DM VI  : 2100 kalori
7)      Diit DM VII            : 2300 kalori
8)      Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
·         J I     : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
·         J II    : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
·         J III  : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR =  < BB (Kg) / TB (cm) – 100 > X 100 %
Kurus (underweight)
Kurus (underweight)   : BBR < 90 %
Normal (ideal)             : BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight)   : BBR > 110 %
Obesitas, apabila         : BBR > 120 %
Obesitas ringan           : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang          : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat             : BBR 140 – 200 %
Morbid                        : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
Kurus              : BB X 40 – 60 kalori sehari
Normal            : BB X 30 kalori sehari
Gemuk                        : BB X 20 kalori sehari
Obesitas          : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a.       Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b.      Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c.       Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d.      Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e.       Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f.       Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
·         kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
·         kerja OAD tingkat reseptor
2).  Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
·         Menghambat absorpsi karbohidrat
·         Menghambat glukoneogenesis di hati
·         Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1)      DM tipe I
2)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3)      DM kehamilan
4)      DM dan gangguan faal hati yang berat
5)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6)      DM dan TBC paru akut
7)      DM dan koma lain pada DM
8)      DM operasi
9)      DM patah tulang
10)  DM dan underweight
11)  DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
·         lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
·         Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
·         Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
·         Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
            Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid.   Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
c. Penyakit mikrovaskuler,  mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
            Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
            Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
b. Retinopati diabetik
            Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c. Nefropati diabetik
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
·         Grade 0           : Tidak ada luka
·         Grade I            : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
·         Grade II          : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
·         Grade III         : Terjadi abses
·         Grade IV         : Gangren pada kaki bagian distal
·         Grade V          : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.10 PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
               Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
Langkah-langkah untuk  menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa  > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu  200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal. 
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
·         (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
·         kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
·         puasa semalam, selama 10-12 jam
·         kadar glukosa darah puasa diperiksa
·         diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
·         diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl  , atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl     
      (Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Tn.R dengan Diabetes Melitus di ruang
rawat Interne Pria  Tanggal 12 Januari 2013
KASUS :
Tn. R berusia 60 tahun dirawat di IRNA Penyakit Dalam Pria RSUP M. Djamil Padang dengan keluhan masuk badan terasa lemah, penurunan berat badan 8 Kg dalam 1 bulan terakhir. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin. Penuturan keluarga akhir-akhir ini klien sering BAK, bila malam hingga 10 kali, sering lapar dan haus namun badan klien semakin kurus bukan semakin gemuk. Sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri dan dibawa kerumah sakit. Pada pemeriksaan didapatkan TD=170/100 mmhg, Nadi=80x/menit, RR=20x/menit, T=37,20C. Gula Darah sewaktu saat masuk 425 mg/dl.
3.1. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 12 Januari 2013
Waktu : 10.00 WIB
Ruang : IP (Interne Pria) RSUP M.Djamil Padang
a. Identitas
Nama : Tn. R
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pasar Baru
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 10 Januari 2013
No. RM : 00639342
Diagnosa Medis : Diabetes Melitus (DM) Tipe II
Identitas Penanggung jawab:
Nama : Nn. Y
Umur : 54 tahun
Alamat : Pasar Baru
Pekerjan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Istri
b. Keluhan Utama
Klien merasa badannya lemah, dan mengalami penurunan berat badan 8 kg dalam 1 bulan terakhir.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUP M. Djamil Padang tanggal 10 Januari 2013 melalui IGD dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri. Keluhan disertai dengan sering BAK terutama pada malam hari, sering lapar dan haus, namun badan klien semakin kurus bukan semakin gemuk. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang ternyata didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien dianjurkan untuk dirawat. Kemudian klien dipindahkan ke ruang Interne Pria. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 12 Januari 2013, klien masih terlihat lemah.
d.Riwayat Penyakit Dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.
f. Pemeriksaan Fisik
1)      Kesadaran : CMC
2)      TTV
TD : 170/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
S : 37,20 C
3)      TB : 164 Cm
BB : 68 Kg
4)      Kepala : Normoshepal
5)      Rambut : Beruban, tidak mudak dicabut
6)      Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
7)      Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada fraktur
8)      Mulut : Bibir sedikit kering
9)      Gigi : Caries (+)
10)  Leher : JVP 5-2 CmH2O
11)  Jantung :
Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus tidak teraba
Perkusi : Batas atas    : sela iga II linea parasternal kiri
   Batas kanan : sela iga V linea parasternal kanan
   Batas kiri : sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi :  BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
12)  Dada - Paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-)
13)  Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak  teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
14)  Punggung :
CVA = Nyeri tekan (-)
 Nyeri ketok (-)
15)  Alat Kelamin : Normal
16)  Anus : Normal
17)  Ekstremitas Atas dan Bawah : Tidak ada edema
g. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai Normal
Hb : 12,5 gr/dl                                                 Hb: L(13-16)  P(12-15) gr/dl
Hematokrit : 31,8 %                                        Hematokrit: L(40-54) P(37-47) %
Leukosit : 5.100 sel/mm3                                Leukosit: 5.000-10.000 sel/mm3
Trombosit : 137.000/ mm3                              Trombosit:150.000-450.000/mm3
MCV : 83 fL                                                   MCV : 81 – 99 fL
MCH : 26,8 pg                                                MCH : 27,0 – 31,0 pg
MPV : 7,4 fL                                                  MPV : 7,4 – 10,4 fL
MCHC : 32,3 g/dl                                           MCHC : 32 - 36 g/dl
Ureum : 50 mg/dl                                            Ureum : (18 – 55) mg/dl
Creatinin : 1,1 mg/dl                                       Creatinin :  (0,9 – 1,30)
GDS : 425 mg/ dl                                            GDS : 60 - 100 mg/dl
h. Terapi yang diperoleh
·         Infus RL 20 tts/mnt
·         Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
·         Glibenklamid  2xI
·         Neurosanbe 1 amp/hari
·         Antasid syrup 3xC I
i. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1)      Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Januari 2013 pada pukul 10.00, klien mengatakan bahwa ± 1 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit hipertensi dan diperbolehkan pulang karena sudah mengalami perbaikan dalam kesehatan selama perawatan, namun klien tidak pernah kontrol rutin sesuai dengan anjuran dokter . Saat ini, klien mendapatkan terapi infus RL 20 tts/mnt.
2)      Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Klien makan 3 x/hari, porsi makan cukup, nasi, lauk dan sayur.
Selama sakit : Klien makan diit berupa makanan lunak 3 x/hari yang diberikan RS, pasien makan hanya habis 3/4 porsi yang diberikan RS. Tetapi klien tetap mengkonsumsi buah-buahan seperti pepaya dan apel. Klien minum sekitar  2500 cc sehari.
3)      Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, konsistensi padat, BAK 6-7 x/hari.
Selama sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, BAK sering, bila malam hingga 10 kali, warna kuning agak keruh, bau khas.
4)      Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas mandiri tanpa bantuan orang lain, dan klien mengaku jarang berolahraga
Selama sakit : Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga.
5)      Pola Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasanya tidur ± 6-7 jam /hari.Pasien jarang tidur siang.
Selama sakit : Klien mengatakan tidur 5-6 jam pada malam hari.Pasien hanya dapat sebentar-bentar tidur siang.Klien mengalami gangguan dalam pola istirahat dan tidur karena sering BAK, terutama pada malam hari.
6)      Pola kognitif perseptual
Klien mengungkapkan  bahwa beliau juga sedikit bermasalah dengan penglihatannya yang akhir-akhir ini tiba-tiba sering kabur. Pendengaran klien normal (Tanpa alat bantu). Komunikasi  klien kurang lancar karena masih lemah. Pengecapan dan pembau klien normal.
7)      Pola Persepsi dan Konsep diri
Klien merasa cemas karena penyakit yang dideritanya, dengan penurunan berat badan yang cepat dalam 1 bulan terakhir. Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarga.
8)      Pola peran dan hubungan
Klien adalah seorang kepala keluarga dari 3 orang anak dan 1 istri, klien bekerja sebagai petani dan istri klien sebagai ibu rumah tangga, dan 3 orang anak klien sudah beranjak dewasa. Sebelum sakit klien menjadi tulang punggung keluarga namun sejak 1 bulan terakhir karena klien selalu merasa lelah, anak klien yang pertama yang menggantikan posisi sang ayah yang bekerja sebagai seorang petani. Hubungan klien dengan anggota keluarga baik hal ini terlihat dengan keluarga yang selalu menemani klien di rumah sakit.
9)      Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami gangguan dalam hal memenuhi kebutuhan seksualitasnya karena penyakit yang di deritanya menyebabkan klien sering merasa lemas.
10)  Pola Mekanisme koping dan stress
Klien mengatakan setiap ada masalah dibicarakan dengan keluarga. Klien terlihat cemas karena biaya pengobatan yang harus ditanggung oleh anak-anaknya. Klien berharap bisa cepat sembuh, sehingga dapat meringankan beban anak-anaknya.
11)  Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien adalah seorang muslim, meskipun dalam keadaan sakit klien masih tetap menjalankan kewajibannya untuk beribadah dan berdoa untuk kesembuhannya.
Aplikasi NANDA, NOC DAN NIC
NO
DIAGNOSA
NOC
NIC
1
Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Penurunan Insulin
-          Data Subjektif :
a)      klien sering merasa lapar dan haus
b)      klien mengatakan berat badannya menurun selama 1 bulan terakhir
-          Data Objektif :  
a)      Berat badan klien sebelum sakit 76 kg setelah sakit 68 kg
b)      Mukosa bibir kering
c)      Klien makan 3x/hari, menghabiskan 3/4 porsi makanan dan mengkonsumsi buah-buahan
·         Status Gizi : Asupan Makanan Dan Cairan
Klien diharapkan mampu untuk :
-          Mempertahankan berat badan
-          Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
-          Memiliki nilai laboratorium dalam batas normal
-          Melaporkan tingkat energi yang adekuat
·          Monitor gizi
Aktivitas yang dilakukan :
-          Amati kecenderungan pengurangandan dan penambahan BB
-          Monitor jenis dan jumlah latihan yang dilaksanakan
-          Monitor respon emosional klien ketika ditempatka pada suatu keadaan yang ada makanan
-          Monitor lingkungan tempat makanan
-          Monitor mual dan muntah
-          Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan,kelatihan dan kelemahan
-          Monitor masukan kalori dari bahan makanan
·         Manajemen Nutrisi
Aktivitas yang dilakukan :
-          Kaji apa klien ada alergi makanan
-          Kerja sama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan klien.
-          Ajari klien tentang diet yang bener sesuai kebutuhan tubuh
-          Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori
-          Timbang BB secara teratur
-          Pasyikan bahwa diet mengandung makanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
-          Pastikan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan
·         Manajemen Hiperglikemi
Aktivitas yang dilakukan :
-          Monitor guladarah sesuaiindikasi
-          Monitor tanda dan gejala poliuri, polidipsi, polifagia. Keletihan, pandangankabur atausakit kepala
-          Monitor TTV sesuai indikasi
-          Batasi latihan ketika gula darah besar dari 250mg/dl khusus nya adanya keton dalam urin
-          Monitor status cairan intake output sesuai kebutuhan
 2
Kekurangan Volume Cairan b.d Diuresis Osmotik
-          Data Subjektif :
a)      Klien mengatakan sering merasa haus
b)      Klien mengaku sering BAK, bila malam hari hingga 10 kali
c)      Klien mengatakan berat badannya menurun selama 1 bulan terakhir
-          Data Objektif :
a)      Klien minum sekitar  2500 cc sehari
b)      Klien terlihat kurang tidur, karena sering BAK, terutama pada malam hari
c)      Berat badan klien sebelum sakit 76 kg setelah sakit 68 kg
d)     Mukosa bibir kering
e)      TD : 170/100 mmHg
f)       N : 80x/menit
g)      RR : 20x/menit
h)      S : 37,2o C
·         Keseimbangan Elektrolit dan asam-Basa
Klien diharapkan mampu untuk menormalkan :
-          Albumin serum
-          pH serum
-          Kreatinin serum
-          Bikarbonat serum
-          pH Urine
·         Keseimbangan Cairan
Klien diharapkan mampu untuk menormalkan :
-          Tanda-tanda dehidrasi tidak ada
-          Mukosa mulut dan bibir lembab
-          Balan cairan seimbang
·         Hidrasi
Klien diharapkan mampu menormalkan :
-          Hidrasi kulit
-          Kelembaban membran mukosa\
-          Haus yang abormal
-          Pengeluaran urin
-          Tekanan darah
·         Manajemen Asam-Basa
Aktivitas yang dilakukan :
-          Monitor status hemodinamik termasuk CVP (tekanan vena sentral), MAP (tekanan arteri rata-rata), PAP (tekanan arteri paru)
-          Dapatkan hasil labor untuk menganalisa keseimbangna asam basa seperti ABG, urin dan level serum
-          Pantau ketidakseimbangan elektrolit yang semakin buruk dengan mengoreksi ketidakseimbangan asam basa
-          Dorong pasien dan keluarga untuk aktif dalam  pengobatan ketidakseimbangan asam basa
·         Manajemen Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
-          Timbang BB tiap hari
-          Pertahankan intake yang akurat
-          Monitor status hidrasi (seperti :kelembapan mukosa membrane, nadi)
-          Monitor status hemodinamik termasuk CVP,MAP, PAP
-          Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan BUN, Ht ↓)
-          Monitor TTV
-          Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi vena leher)
-          Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah dialisa
-          Monitor status nutrisi
-          Monitor respon pasien untuk meresepkan terapi elektrolit
·         Pemantauan Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
-          Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
-          Kaji kemungkinan factor resiko terjadinya imbalan cairan (seperti : hipertermia, gagal jantung, diaforesis, diare, muntah, infeksi, disfungsi hati)
-          Monitor BB, intake dan output
-          Monitor nilai elektrolit urin dan serum
-          Monitor osmolalitas urin dan serum
-          Monitor membrane mukosa, turgor dan rasa haus
-          Monitor warna dan kuantitas urin
3
Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
-          Data Subjektif :
a)      Klien mengaku jarang berolahraga saat waktu luang.
b)      Klien mengatakan lemas
-          Data Obejektif :
a)      Aktivitas klien dibantu perawat dan keluarga
b)      Klien terlihat lemah
c)      TB/BB : 164cm/68kg
d)     BMI : 25, 28 (overweight)
e)      Level Aktifitas : Level 3 (membutuhkan bantuan orang lain).
·         Toleransi Aktivitas
Klien diharapkan mampu untuk menyeimbangkan :
-          Denyut nadi saat beraktivitas.
-          Jumlah pernafasan saat beraktivitas.
-          Tekanan darah sistolik saat beraktivitas.
-          Tekanan darah diastolic saat beraktivitas.
-          Warna kulit.
-          Kekuatan tubuh bagian atas.
-          Kekuatan tubuh bagian bawah.
·         Daya Tahan Tubuh
Klien diharapkan mampu untuk menyeimbangkan :
-          Aktivitas
-          Daya tahan otot
-          Hemoglobin
-          Hematocrit
-          Glukosa darah
-          Serum elektrolit
-          Rasa lelah
·         Perawatan Diri : Aktivitas-aktivitas sehari-hari
Klien diharapkan mampu untuk menyeimbangkan :
-          Pola makan.
-          Berjalan.
-          Aktivitas
·         Terapi Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan :
-          Monitor program aktivitas klien.
-          Bantu klien untuk melalukan aktivitas yang biasanya ia lakukan.
-          Jadwalkan klien untuk latihan-latihan fisik secara rutin.
-          Bantu klien dengan aktivitas-aktivitas fisik.
-          Monitor respon fisik, sosial, dan spiritual dari klien terhadap aktivitasnya.
-          Bantu klien untuk memonitor kemajuan dari pencapaian tujuan.
·         Pengajaran : Penentuan Aktivitas dan Latihan
Aktivitas yang dilakukan :
-          Ajarkan klien tentang :
a.       Tujuan dan kegunaan aktivitas dan latihan.
b.      Bagaimana cara melakukan suatu aktivitas.
c.       Bagaimana cara memonitor toleransi aktivitas.
d.      Bagaimana menjaga latihan.
-          Berikan informasi kepada klien bagaiamana teknik-teknik untuk menyimpan energi.
-          Berikan informasi-informasi seputar kesehatan fisik klien.
·         Mengontrol berat badan
Aktivitas yang dilakukan :
-          Diskusikan dengan klien hubungan antara intake maknan, latihan, peningkatan berat badan dan kehilangan berat badan
-          Diskusikan dengan klien kondisi pengobatan yang mempengaruhi berat badan
-          Diskusikan hubungan resiko berat badan normal dan tidak normal
-          Beri informasi kepada klien tentang berat badan yang ideal
-          Diskusikan bersama klien metode tentang intake makanan sehari-hari
-          Minta informasi dari klien, apakah ada dukungan luar yang mempengaruhi berat badannya
-          Kaji peningkatan keseimbangan makanan
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
DM yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
4.2 SARAN
Bagi penderita diabetes mellitus diharapkan selalu menjaga gaya hidup karena ini sangat berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit itu sendiri maka dari itu penderita penyakit diabetes mellitus haus selalu menjaga kandungan gula dalam darah dengan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi. Untuk dari itu penderita bisa menggantinya dengan gula jagung. Pederita juga harus harus rajin dalam olahraga karena itu sangat penting bagi kesehatan anda.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing

Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.


Demikianlah Artikel Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM)

Sekianlah artikel Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Militus (DM) dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-diabetes.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar