Judul : LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA
link : LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA
LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA
A. PENGERTIAN
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam rongga pleura dapat setempat/ mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah, 1997).Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Diane C. Baughman, 2000).Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak dan Gallo, 1997).
B. PENYEBAB
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Bakteriologi :
a. Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
1. Demam
- Keringat malam
- Nyeri pleural
- Dispnea
- Anoreksia dan penurunan berat badan
- Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
- Perkusi dada, suara flatness
- Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
1. Emphiema akut:
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
c. Pucat, clubbing finger.
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
D. EPIDEMOLOGI
Penyebab empiema toraks yang paling utama adalah infeksi yang berasal dari paru, selain itu tindakan bedah (paru dan gastroesofageal) juga merupakan faktor predisposisi penting terjadinya empiema.9,16. Sejak ditemukannya antibiotik, penyakit ini diperkirakan sudah jauh berkurang, namun meskipun demikian morbiditas maupun mortalitasnya masih cukup tinggi.3,11,13. Di bagian Paru RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 - 2004, dirawat sebanyak 1,07 – 1,29% penderita dengan empiema toraks, dengan perbandingan pria : wanita = 3,4 : 1.1,2 .
Akibat kemajuan dari pemakaian obat antituberkulosa dan antibiotik menyebabkan para dokter cenderung untuk merawat penderita empiema secara medikamentosa, sehingga sering terjadi keterlambatan konsultasi dan tindakan bedah yang mana hal ini mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
E. PATOFISIOLOGI
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung–kantung yang melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluardari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan mengeleluarkanmediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi dan empiema torakis. Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat predominanneutrofil yang terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat selama pneumonia.Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia. Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasisecara cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.
2. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
3. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.
Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk. Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.
PATHWAY DARI EMPIEMA
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT scan :
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
5. Sinar x.
a. Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
6. GDA /nadi oksimetri.
a. Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
7. Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9. EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/ evaluasi program latihan.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya piopneumotoraks
d. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
4. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
a. Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
6. Dekortikasi, Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
a. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplast
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN EMPIEMA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Nama
b. Umur
c. Suku/ bangsa
d. Agama
e. Alamat
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik
b. Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
d. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus
e. Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,
f. Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas tubuh.
3. Dasar Data Pengkajian Pasien
1. Pernapasan
Gejala : Nafas pendek, batuk menetap dengan produksi sputum stiap hari, dispnea
Tanda : Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri, perkusi pekak,penurunan fremits, bunyi nafas menurun/ tak ada secara bilateral atau uni lateral
2. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, kehilangan nafsu makan.
Tanda : Turgor kulit buruk,kering, kehilangan tonus, berkeringat
3. Eliminasi
BAB dan BAK teratur
4. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, kelemhan umum/ kehilangan massa otot, takikardia, dispnea, nyeri
5. Istirahat dan Tidur
Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, pucat, lemah
6. Berpakaian
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda: pakaian pasien tidak pernah diganti, keluarga tampak memakaikan klien pakaian
7. Rasa nyaman
Data : nyeri, sesak.
Tanda : gelisah, meringis.
8. Rasa Aman
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau factor-faktor lingkungan adanya/ berulangnya infeksi.
9. Kebersihan Diri
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
10. Komuikasi dan Hubungan dengan orang lain
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/ orang terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress pernafasan, kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
11. Beribadah
Gejala: Klien lebih sering melakukan ibadah karena ingin sembuh dari penyakitnya
Tanda: wajah tampak lebih tenang
12. Bekerja
Gejala: Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress pernafasan, tidak bisa melakukan aktivitas dengan normal
13. Rekreasi
Gejala: Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress pernafasan, tidak pernak berekreasi dan lebih memilih untuk tinggal di rumah
14. Belajar
Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kegagalan untuk membaik
Tanda: kondisi semakin memburuk karena menggunakan erbagai obat untuk menyembuhkan diri
4. Pemeriksaan fisik
b. Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
c. Pemeriksaan TTV, RR : >24 x/mnt, Nadi : >100 x/mnt, TD : >120/70 mmHg Suhu : >36,5 oC
d. Pemeriksaan kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping hidung.
e. Pemeriksaan dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan fremitus, auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel chest.
f. Pemeriksaan abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt
g. Pemeriksaan ekstremitas : clubbing finger
4. Pemeriksaan penunjang
a. foto thorak
b. kultur darah
c. USG
d. Sampel sputum
e. Torakosenstesi
f. Pemeriksaan cairan Pleura
g. Hitung sel darah dan deferensiasi
h. Protein, LDH, glucose, dan pH
i. Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum, obesitas.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
4. Nyeri pleuritik b.d empiema
5. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
7. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan.
8. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. PRIORITAS MASALAH
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum, obesitas.
b. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
d. Nyeri pleuritik b.d empiema
e. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
g. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan.
h. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.
2. RENCANA KEPERAWATAN
NO | MASALAH KEPERAW-ATAN | TUJUAN | INTERVENSI | RASIONAL | ||
1 | Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum, obesitas. | Setelah diberikan asuhan selama 3x24 jam diharapakan dapat: a. Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas. b. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis. c. Mendemonstrasikan batuk efektif | 1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada 2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, missal krekels mengi. 3. Penghisapan sesuai dengan indikasi 4. Berikan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, tawarkan air hangat 5. Ajarakan metode batuk efektif dan terkontrol 6. Pemeriksaan sputum pasien di laboratorim |
| ||
2 | Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh. | Setelah diberikan asuhan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat: a. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital b. Menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan indicator gangguan sebagai berikut c. Kedalaman inspirasi dankemudahan bernapas. d. Ekspansi dada simetris. e. Tidak adanya penggunaanotot bantu. f. Bunyi napas tambahan tidak ada. g. Napas pendek tidak ada | 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara 2. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan 3. Palpasi fremitus 4. Anjurkan klien untuk tidak memikirkan hal-hal yang menyebabkan ansietas 5. Pertimbangkan penggunaan kantung kertas saat ekspirasi latih individu bernapas perlahan dan efektif 6. Pemberian oksigen 7. Jaga posisi agar tetap semifowler | 1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit 2. Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus / tertahannya secret 3. Penurunan tekanan vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak 4. Salah saut faktor penyebab hiperventilasi adalah ansietas 5. Meningkatkan kemampuan kontrol individu terhadap proses ekspirasi 6. Agar pernapasan dapat berjalan dengan baik 7. Posisi semifowler dapat mempermudah pasien dalam bernafas efektif | ||
3 | Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. | Setelah diberikan asuhan selama 3X24 jam diharapkan pasien dapat: a. Menyatakan nyeri hilang/terkontro b. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat. c. Mencapai fungsi paru yang maksimal. d. Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari | 1. Pantau perubahan tanda vital 2. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tempat tidur, duduk di kursi beberapa hari sekali 3. Bantu reposisi, setiap jam jika mungkin 4. Dorong klien untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk terkontrol 5 kali setiap jam | 1. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 2. Meningkatkan kemampuan ekspansi paru. Jika klien dalam posisi duduk, kemampuan ekspansi paru akan meningkat. 3. Membantu drainase postural, mencega depresi jaringan paru atau dada untuk pernapasan. 4. Meningkatkan ekspansi paru dan asupan oksigen kedalam paru dan sistem peredaran darah. | ||
4 | Nyeri pleuritik b.d empiema | Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat: a. Menunjukkan nyeri: efek merusak, dibuktikan dengan indikator berikut : 1. Penurunan penampilan peran/ hubungan interpersona 2. Gangguan kerja, kepuasaan hidup/ kemampuan untuk mengendalikan diri. 3. Penurunan konsentrasi 4. Terganggunya tidur. 5. Penurunan nafsu makan. | 1. Kaji Karakteristik nyeri, misal tajam, constan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/ lokasi/ intensitas nyeri 2. Pantau :Suhu setiap 4 jam, Hasil pemeriksaan SDP, Hasil kultur sputum 3. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman 4. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi keefektifannya. 5. Konsul pada dokter jika nyeri dan demam tetap ada atau mungkin memburuk. 6. Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya | 1. Nyeri dada, biasanya dada dalam beberapa derajat pada pneumonia seperti pericarditis dan endokarditis. 2. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan 3. Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi 4. Analgesik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsang nyeri. Nyeri pleuritik yg berat sering kali memerlukan analgetik narkotik untuk mengontrol nyeri lebih efektif 5. Hal tersebut merupakan tanda berkembagnya komplikasi 6. Antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi, efek maksimum dapat dicapai jika kadar obat dalam darah konsisten dan dapat dipertahankan. Interaksi satu obat dgn yg lain dpt mengurangi keefektifan pengobatan | ||
5 | Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan. | Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat: a. Pasien akan termoregulasi, dibuktikan dengan suhu kulit dalam rentang normal. b. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan. c. Perubahan warna kulit tidak ada. | 1. Pantau suhu minimal 2 jam sekali 2. Pantau:tekanan darah, nadi, pernapasan, aktifitas kejang, warna kulit 3. Berikan obat antipiretik sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya. 4. Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi demam seperti, gunakan matras dingin. | 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan. 2. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 3. Hal tersebut merupakan tanda berkembangnya komplikasi. 4. Gunakan matras dingin memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara konduksi dan evaporasi (penguapan). | ||
6 | Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah. | Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam maka pasien diharapkan: a. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat b. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat. | 1. Pantau : persentase jumlah makanan yg dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB setiap hari, Hasil pemeriksaan : protein total, albumin dan osmalalitas. 2. Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum tercium bau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan 3. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering yg mudah dikunyah jika ada sesak napas berat 4. Rujuk kepada ahli gizi untuk membantu memilih makanan yg dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas. | 1. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan 2. Bau yg tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan. 3. Makanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energy 4. Ahli gizi ialah spesialisasi dlm hal nutrisi yg dpt membantu pasien memilih makanan yg memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dgn keadaan sakitnya, usia, TB & BB. Kebanyakan pasien lebih suka mengkonsumsi makanan yg merupakan pilihan sendiri. | ||
7 | Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan. | Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan: a. Menungkapkan perasaan ansietas b. Memperagakan teknik bernapas untuk mengurangi dipsnea | 1. Jelaskan tujuan tarapi pada klien 2. Ajarkan tindakan untuk membentu mengontrol dispnea 3. Ajarkan klien melakukan latihan napas 4. Ajarkan dan evaluasi teknik drainase postural 5. Jelaskan bahayanya infeksi dan cara menurunkan resiko 6. Ajurkan klien untuk melaporkan gejala penting dengan segera 7. Ajarkan atau opserfasi penggunaan nebulizer atau inhaler dosis terukur | 1. Mengorientasikan program trapi, membantu menyadarkan klien untuk memperoleh control 2. Pengontrolan dipsnea melalui diet seimbang, istirahat cukup dan aktifitas yang dapat ditolerans 3. Latihan napas dengan spirometri insentif , latihan efek paru atau latihan posterior paru atau latihan area iga lateral bawah 4. Memfasilitasi pengeluaran sekret 5. Mencegah infeksi, baik skunder maupun primer yang mungkin diakibatkan oleh gangguan napas 6. Mencegah komplikasi yang tidak terpantau atau gejala yang dianggap normal oleh klien 7. Mencega penggunaan inhaler melebihi dosis | ||
8 | Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas. | Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan: a. Memeragakan metode batuk, bernapas, dan penghematan energi yang efektif. b. Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat di capai atau di pertahankan secara realistis. | 1. Jelaskan aktifitas dan factor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen 2. Ajarkan program hemat energi 3. Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap 4. Ajarkan teknik nafas efektif 5. Pertahankna terapi oksigen tambahan 6. Kaji respon abnormal setelah aktifitas 7. Beri waktu istirahat yang cukup | 1. Merokok, suhu ekstrim dan stres dan menyebabkan fasikonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung 2. Mencegah penggunanan energi yang berlebihan 3. Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan otot batu pernapasan 4. Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi 5. Mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah 6. Respon abnormal meliputi nadi, tekanan darah gan pernapasan yang meningkat 7. Meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan |
D. KRITERIA EVALUASI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan produksi sputum, obesitas.
a. Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
b. Menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis.
c. Mendemonstrasikan batuk efektif
2. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, ansietas, posisi tubuh.
b. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
c. Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan indicator gangguan sebagai berikut
d. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
e. Ekspansi dada simetris.
f. Tidak adanya penggunaan otot bantu.
g. Bunyi napas tambahan tidak ada.
h. Napas pendek tidak ada
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
a. Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
b. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, daan peningkatan aktivitas dengan tepat.
c. Mencapai fungsi paru yang maksimal.
d. Menutarakan pentingnya latihan paru setiap hari
4. Nyeri pleuritik b.d empiema
a. Menunjukkan nyeri : efek merusak, dibuktikan dengan indikator berikut :
1) Penurunan penampilan peran / hubungan interpersonal.
2) Gangguan kerja, kepuasaan hidup / kemampuan untuk mengendalikan diri.
3) Penurunan konsentrasi.
4) Terganggunya tidur.
5) Penurunan nafsu makan.
5. Hypertermi b.d infeksi saluran pernapasan.
a. Pasien akan termoregulasi, dibuktikan dengan suhu kulit dalam rentang normal.
b. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan.
c. Perubahan warna kulit tidak ada.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
2. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
7. Ansietas b.d nyeri pleuritik, dan ketidaktahuan.
c. Menungkapkan perasaan ansietas
d. Memperagakan teknik bernapas untuk mengurangi dipsnea
8. Intoleransi aktivitas b.d perubahan respon pernapasan terhadap aktivitas.
a. Memeragakan metode batuk, bernapas, dan penghematan energi yang efektif.
b. Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat di capai atau di pertahankan secara realistis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Empiema. Available at:
Ciyu. 2012. Laporan pendahuluan empiema. Available at:
http://ciyuinspirasiku.blogspot.com/2013/02/laporan-pendahuluan empiema.html. diakses tanggal 16 September 2014
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Sely. 2009. Keperawatan Empiema. Available at: http://sely biru.blogspot.com/2009/01/asuhan
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan 2., FK. UI, Media AES Culapius, Jakarta.
Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2 Edisi 8. EGC , Jakarta.
Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta
Demikianlah Artikel LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA
Sekianlah artikel LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluan-empiema.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar