Judul : LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA
link : LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA
LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT EFUSI PLUERA
1. DEFINISI
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995). Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis
3. EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.
4. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal rongga pleura mengandung kurang lebih 10-20cc cairan dengan konsentrasi protein rendah, terdapat diantara pleura parietalis dan pleura visceralis yang berfungsi sebagai pelicin agar gerakan kedua pleura tidak terganggu saat respirasi. Cairan ini dibentuk oleh kapiler pleura parietalis dan direabsorbsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura visceralis. Keseimbangan ini tergantung pada tekanan hidrostatik dan osmotik dan kemampuan reabsorbsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura dan kemampuan penyaluran oleh pemuluh getah bening. Pada keadaan patologis rongga pleura dapat menampung beberapa liter cairan. Efusi pleura dapat terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik sistemik, penurunan tekanan osmotik koloid darah akibat hipoproteinemi, kerusakan dinding pembuluh darah, gangguan penyerapan kembali cairan pleura oleh saluran pembuluh getah bening, robeknya pembuluh darah atau saluran getah bening dan cairan acites yang dapat masuk melalui pembuluh getah bening diafragma.
Penjelasan secara ringkas seperti pada berikut
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral.
Di bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim dilakukan :
1) Rontgen dada : Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
2) CT scan dada: CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3) USG dada: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
b. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
c. Analisa cairan pleura
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu melalui thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
1) Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose
2) Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri
3) Pemeriksaan hitung sel
4) Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
d. Biopsi
Diagnosis dari Pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis cairan pleura dan biopsi pleura. Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnositik yang paling sensitif untuk Pleuritis TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 24%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan jarum.
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-sealatau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Dasar
Identitas Pasien | Penanggung | |
Nama | ||
Jenis Kelamin | ||
Usia | ||
Status Perkawinan | ||
Agama | ||
Suku bangsa | ||
Pendidikan | ||
Bahasa yang digunakan | ||
Pekerjaan | ||
Alamat | ||
Diagnosa medis | ||
Sumber biaya | ||
Hub. dengan keluarga |
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit lalu
4) Riwayat penyakit keluarga
c. Data Bio-Psiko-Spiritual
1) Bernapas
Mengeluh sesak nafas, batuk, Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, bunyi napas menurun dan fremitus menurun perkusi dada : hiperresonan di area terisi udara dan bunyi pekak di area terisi cairan. Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit :pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.
2) Makan dan minum.
Mengatakan mual, anoreksia
3) Eliminasi
- BAB :
- BAK :
4) Aktivitas
Mudah lelah, dan sesak saat beraktivitas.
5) Istirahat dan tidur
Susah tidur akibat nyeri yang dirasakan pada dada.
6) Pengaturan suhu tubuh
Mengeluh demam.
7) Kebersihan diri
Kurang terawat akibat ttidak dapat melakukan aktivitas dengan optimal.
8) Rasa Nyaman
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
9) Rasa aman
ketakutan, gelisah, cemas akan penyakit yang diderita.
10) Interaksi sosial
Komunikasi terganggu akibat sesak yang diderita.
11) Pengetahuan
Mengkaji seberapa pegetahuan pasien akan penyakit yang dideritanya.
12) Rekreasi
Mengkaji rekreasi yang dilakukan pasien.
13) Prestasi
Mengkaji prestasi yang pernah didapat klien.
14) Spiritual
Dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, pasien mengalami gangguan akibat susahnya melaksanakan aktivitas.
d. Pengkajian Fisik
1) Kesadaran Umum
Kesan umum : lemah
Kesadaran : compos metis
Postur tubuh : sedang, kurus
Kebersihan diri : baik
Turgor kulit : menurun
Warna kulit : sawo matang
2) Gejala Kardinal
Suhu : hipertermi
Nadi : takikardi, diritmia
TD : hipertensi/hipotensi
RR : Takipnea
3) Pemeriksaan Fisik
Gejala yang ditemukan melalui pemeriksaan fisik bervariasi tergantung dari volume efusi pleura. Secara umum, tidak dapat ditemukan jika volumenya < 300 ml. Jika > 300 ml pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan diantaranya:
a) Mata : Terdapat lingkar hitam pada mata (sianosis)
b) Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung.
c) Thorax :
· Suara pekak atau menurunnya resonansi pada perkusi
· Suara pernafasan berkurang atau menghilang
· Tactile fremitus melemah
· Egofoni
· Suara gesekan pleura
· Pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign)
· Pergeseran mediastinum hanya terlihat pada efusi yang masif (>1000 mL). Pada gambaran radiologi dijumpai adanya pergesaran trakea dan mediastinum ke arah kontra lateral lesi efusi.
e) Abdomen : massa intra abdomen atau nodul pada payudara
f) Ekstremitas: dapat mengalami udema, bahkan udema anasarka
e. Pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit
2. DIAGNOSAKEPERAWATAN
a. Data Fokus
1) Data subyektif
a. Mengeluh sesak nafas
b. Mengatakan mual, anoreksia
c. Mengeluh demam
d. Mengeluh nyeri dada
2) Data obyektif
a. Nafas pendek, dangkal, suara pernafasan lemah atau menghilang.
b. Tidur miring kaki ditekuk
c. Kadang meringis
d. Batuk
e. Dada tampak cembung, ruang antar iga datar, kurang bergerak sat pernafasan/tertinggal.
f. Getaran nafas saat perabaan menurun
g. Fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup
h. Berat badan menurun
Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit
Diagnosa yang mungkin timbul antara lain:
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
c. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
d. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
e. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan Asuhan Keperawatan EfusiPleura:
a. Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
5) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
6) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
b. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
3) Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
4) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
5) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional : Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
7) Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.
c. Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan :Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
3) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
4) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
5) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
6) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
d. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan :Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
1) Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
2) Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
3) Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
4) Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.
e. Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan :Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil :Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
2) Bantu px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
3) Awasi px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda px belum mampu beraktivitas secara penuh.
5) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.
f. Diagnosa Keperawatan VI
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
1) Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
2) PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
3) Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
1) Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
2) Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
3) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
4) Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
5) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
4. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan.
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi setelah rencana keperawata dilakukan untuk membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara berkelanjutan hingga tujuan tercapai.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan keperawatan secara obyektif, fleksibel dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Empiema. Available at:
Ciyu. 2012. Laporan pendahuluan empiema. Available at:
http://ciyuinspirasiku.blogspot.com/2013/02/laporan-pendahuluan empiema.html. diakses tanggal 16 September 2014
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Sely. 2009. Keperawatan Empiema. Available at: http://sely biru.blogspot.com/2009/01/asuhan
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 dan 2., FK. UI, Media AES Culapius, Jakarta.
Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 dan 2 Edisi 8. EGC , Jakarta.
Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
T. Heather Herdman. Ph D, RN. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta
Demikianlah Artikel LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA
Sekianlah artikel LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel LAPORAN PENDAHULUAN EFFUSI PLEURA dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/11/laporan-pendahuluan-effusi-pleura.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar