Judul : ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
link : ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
A. Pengertian Hukum
Menurut Deden Dermawan dan Sujono Riyadi(2010) hukum didefinisikan sebagai Ugeran(norma )yang mengatur hubungan kemasyarakatan.Menurut KBBI hukum adalah Undang-Undang peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat,yang dikukuhkan oleh penguasa,pemerintah atau otoritas.Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
B. Prinsip-Prinsip Hukum
Prinsip atau asas hukum, sebagai sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang serta menunjukan kalau hukum itu bukan sekedar kosmos kaedah. Kekosongan atau kumpulan dari peraturan belaka, sebab asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan melahirkan suatu peraturan selanjutnya.
Dari uraian di atas, menunjukan betapa pentingnya asas hukum agar termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Asas hukum adalah jiwa (soul) dan jantung dari peraturan hukum sehingga hukum itu menjadi kuat landasan sosiologis dan filsufisnya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memiliki landasan asas atau prinsip yang berfungsi sebagai patokan dalam penerapan penegakan hukum.
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai dasar dan adanya hierarki jenjang norma hukum.
b. Sistem konstitusional, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya membentuk kesatuan sistem hukum.
c. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi. Hal ini tampak pada Pembukaan UUD 1945: “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan” dan pasal 1A ayat 2 UUD 1945: “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.”
d. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27A ayat (1) UUD 1945).
1. Adanya organ pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden).
2. Sistem pemerintahannya adalah presidensiil.
3. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif).
4. Hukukm bertujuan melindungi untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
5. Adanya jaminan akan hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia (pasal 28A—28J UUD 1945).
C. Sumber Dan Macam-Macam Hukum
a. Pancasila
Kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah:
1. Sebagai dasar negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
2. Sebagai jiwa dan pandangan hidup bangasa Indonesia.
3. Meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia.
4. Mewujudkan cita-cita hukum,yang menguasaia hukum dasar negara,baik yang tertulis(UUD) maupun hukum dasar yang tidak tertulis(aturan-aturan dasar yang tumbuh dan terpelihara dalam politik penyelenggaraan negara,meskipun tidak tertulis),aturan –aturan semacam ini disebut Konvensi.
Dalam sistem /tata urutan hukum di Indonesia,Pancasila sebgai sumber dari segala sumber hukum.
b. Undang-Undang Dasar 1945
1. Menciptakan pokok-pokok pikiran(Pancasila) dalam pasal-pasalnya
2. Memuat aturan-aturan pokok,sedang aturan yang menyelenggarakan aturan pokok diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah carnya membuat,merubah dan mencabut.
3. Dalam sistem hukum,UUD 1945 sebagai sumber hukum dengan demikian peraturan prundang-perundang yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
4. UUD 1945 berisi norma,aturan atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah,setiap Lembaga Negara,lembaga masyarakat dan setiap warga negara dan penduduk Indonesia.
5. Dalam kerangka tata susunan atau tata tingkat norma hukum yang berlaku merupakan hukum yang menempati kedudukan tinggi.
6. UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Para ahli membagi suber hukum menjadi 2 bagian:
a. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor yg turut serta menentukan isi hukum. Dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dan sebagainya. Dalam kata lain sumber hukum materil adalah faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap keputusan hakim, dsb). Atau faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum, atau tempat darimana materi hukum tiu diambil. Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.Faktor tersebut adalah:
1. Faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
2. Faktor kemasyarakatan
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan. Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, dan sebagainya.
Dalam berbagai kepustakan hukum ditemukan bahwa sumber hukum materil itu terdiri dari tiga jenis yaitu (van Apeldoorn) :
a. Sumber hukum historis (rechtsbron in historischezin) yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
1) Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis : dokumen-dokumen kuno, lontar, dan lain-lain.
2) Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
b. Sumber hukum sosiologis (rechtsbron in sociologischezin) yaitu Sumber hukum dalam arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dan sebagainya.
c. Sumber hukum filosofis (rechtsbron in filosofischezin) sumber hukum ini dibagi lebih lanjut menjadi dua :
1) Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
a) pandangan theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
b) pandangan hukum kodrat; menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
c) pandangan mazhab hostoris; menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran hukum.
2) Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum.
b. Sumber Hukum Formal
1) Undang-undang
Undang-undang yaitu suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara
Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai 2 arti :
a) Dalam arti formil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya (misalnya, dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen)
b) Dalam arti material, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat setiap penduduk.
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 10/2004) :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c) Peraturan Pemerintah;
d) Peraturan Presiden;
e) Peraturan Daerah (propinsi, kabupaten, desa)
2) Kebiasaan (custom)
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh apabila seorang komisioner sekali menerima 10 % dari hsil penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang dan juga komisioner yg lainpun menerima upah yang sama yaitu 10 % maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yg lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru sekarang ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat susila/zinah, perlakunya ditelanjangi kekeliling kampung.
Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :
a) Adanya perbuatan tertentu yg dilakukan berulang2 di dalam masyarakat tertentu (syarat materiil)danya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis = bahwa perbuatan tsb merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual
b) Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
c) Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat istiadat. Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi serta lebih banyak berbau sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak sama dengan yang berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tertentu.
3) Yurisprudensi (keputusan2 hakim)
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang terdahulu yag dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang sama.
a) Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokanuntuk memutuskan suatu perkara (standart arresten).
b) Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standart arresten.
4) Traktat (treaty)
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara atau lebih yang mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu melainkan mengikat pula warga negara-negara dari negara-negara yang berkepentingan.
Macam-macam Traktat :
a) Traktat bilateral, yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya perjanjian internasional yang diadakan diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang “Dwikewarganegaraan”.
b) Traktat multilateral, yaitu perjanjian internasional yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.Perjanjian (overeenkomst) adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Para pihak yang telah saling sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya (asas (pact sunt servanda).
5) Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Pendapat sarjanan hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.
D. Fungsi Hukum Dalam Praktek Keperawatan
1. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akutabilitas di bawah hukum
2. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum
3. Membedakan tanggungjawab perawat dengan profesi lain
4. Membantu menentukan batasan kewenagan tindakan keperawatan mandiri
5. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan
E. Perawat Sebagai Saksi Ahli
1. Pengertian Saksi Ahli
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut (Franklin C.A, 1988).Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai saksi ahli harus dapat menarik kesimpulan, serta menyatakan pendapat sesuai dengan keahliannya. Berdasarkan pasal 184 KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli di pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang syah. (Rahman Ardan, 2007).
2. Syarat Perawat Sebagai Saksi Ahli
Pengacara melihat beberapa faktor ketika mereka mempertahankan perawat baik konsultan hukum atau saksi ahli, dengan syarat : (Paterson, 2007)
a. Seorang perawat harus memiliki minimal sarjana ilmu di keperawatan untuk menarik minat firma hukum atau lembaga kesehatan.
b. Perawat yang memiliki pengalaman klinis saat ini di bidang minat atau perhatian.
c. Sertifikasi Specialty adalah faktor lain yang akan dipertimbangkan ketika mempertahankan perawat konsultan hukum atau saksi ahli.
d. Reputasi perawat di daerahnya, keahlian merupakan faktor penting juga.
e. Seorang perawat yang memiliki masalah hukum sebelumnya tidak dapat dijadikan sebagai saksi ahli.
f. Seorang perawat harus dapat menerjemahkan isu-isu kompleks tentang kesehatan dengan istilah sederhana yang dimengerti oleh pengacara lain, juri, dan hakim.
3. Perbedaan Perawat sebagai Konsultan Hukum dengan Saksi ahli
Ada beberapa perbedaan penting antara perawat konsultan hukum dan saksi ahli :
a. Perawat konsultan hukum biasanya disewa untuk meninjau kasus-kasus dan menentukan apakah kasus ini berjasa. Dalam membuat penentuan ini, mereka biasanya mengatur catatan medis yang bersangkutan dan menyiapkan kronologis atau waktu yang terkait dengan kasus tertentu. Mereka mungkin juga bertanggung jawab untuk meneliti sastra dan standar pelayanan yang penting berkaitan dengan isu-isu dalam kasus tersebut. Beberapa konsultan hukum perawat membantu pengacara karena mereka merumuskan pertanyaan yang akan ditanyakan pada deposisi atau di pengadilan. Konsultan Hukum perawat juga dapat disewa oleh organisasi perawatan kesehatan untuk melayani sebagai manajer risiko atau ahli pengurangan risiko. Salah satu perbedaan yang sangat penting adalah bahwa perawat konsultan hukum tidak biasanya menawarkan kesaksian ahli di deposisi atau di pengadilan. Akibatnya, beberapa perawat praktek maju mungkin merasa sulit untuk disewa oleh sebuah firma hukum karena biro hukum mungkin tidak ingin menduplikasi meninjau grafik dan persiapan kasus ketika mereka akan harus memiliki saksi ahli juga meninjau kasus untuk bersaksi. Jika Anda dipertahankan sebagai perawat konsultan hukum Anda mungkin mengharapkan imbalan kurang daripada jika anda melayani sebagai saksi ahli karena tanggung jawab kurang terlibat.
b. Saksi ahli ,perawat terlibat dalam kegiatan yang mirip dengan perawat konsultan hukum. Sebagai contoh, mereka mungkin akan diminta untuk mengatur catatan medis, menyiapkan garis waktu, penelitian literatur terkait, dan menyelidiki standar asuhan keperawatan. Namun, juga diharapkan bahwa mereka akan bersedia untuk bersaksi di deposisi dan sidang harus perlu timbul. Seperti perawat konsultan hukum, saksi ahli juga bisa disewa oleh organisasi perawatan kesehatan di posisi pengurangan risiko. Ahli saksi biasanya cukup dibayar sedikit lebih untuk layanan mereka.
4. Tata Cara Pemanggilan Saksi Ahli
Tata cara pemanggilan saksi ahli diatur dalam pasal 227 KUHAP, secara garis besarnya adalah :
a. Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan.
b. Petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil.
c. Bila orang yang dipanggil tidak terdapat disalah satu tempat tinggalnya atau tempat kediamannya yang terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa atau pejabat, dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat dimana orang yang dipanggil tinggal.
5. Persiapan Perawat Sebagai Saksi Ahli
Perawat konsultan hukum dan peran saksi ahli membutuhkan fleksibilitas. Dalam sejumlah kasus, saksi atau ahli konsultan perlu :
a. Menyiapkan bahan dan meninjau dokumen produktif dalam waktu yang relatif singkat.
b. Saksi ahli perawat juga harus siap untuk tampil di deposisi atau dalam sidang ketika diperintahkan.
6. Kewajiban dan Hak Perawat sebagai Saksi Ahli
Didasarkan KUHAP, saksi ahli memiliki kewajiban dan hak sebagai berikut:
a. Kewajiban sebagai saksi alih:
1) Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHA Pidana saksi ahli wajib menghadap ke persidangan setelah dipanggil dengan patut.
2) Didasarkan pasal 160 KUHA Pidana, saksi ahli wajib ber-sumpahmenurut agamanya untuk memberi keterangan yang sebenarnya.
b. Hak sebagai saksi ahli:
1) Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak mendapatpenggantian biaya menurut Undang-undang yang berlaku.
Walaupun seorang perawat dapat menggunakan hak ingkar untuk tidak memberikan keterangan karena adanya kewajiban menyimpan rahasia jabatan,berdasarkan pasal 179 ayat (1) KUHA Pidana, setiap orang yang diminta - minta pendapatnya sebagai keperawatan atau tenaga kesehatan lainya, kita harus wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Sekalipun perawat memiliki hak ingkar untuk dapat menolak memberikan keterangan yang berhubungan dengan pasiennya, karena kewajiban menjaga rahasia jabatan, tetapi harus disadari tanggung jawabnya untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara. Perawat dapat membuka kerahasiaan pasien bila :
a) Ada perintah dari hakim, sesuai pasal 180 ayat (1) KUHA Pidana.
b) Ada permintaan tertulis dari penyidik, sesuai pasal 133 KUHA Pidana.
c) Untuk melaksanakan perintah atasan, sesuai pasal 51 KUHA Pidana, contoh Perawat Militer.
d) Untuk melaksanakan ketentuan Undang Undang, sesuai pasal 50 KUHA Pidana.
e) Kasus yang dihadapi menyangkut kepentingan umum yang membahayakan ketertiban umum, dimana pendapat dan keterangan yang diberikan perawat dapat memberi nilai bagi proses keadilan. Apabila perawat menolak memenuhi kewajiban untuk dipanggil sebagai saksi ahli dibidang Keperawatan, maka berdasarkan pasal 224 KUHA Pidana, diancam pidana penjara.
7. Perencanaan dalam Pembuatan Usaha Perawat sebagai Saksi Ahli
a. Proses Perencanaan Usaha
1) Mengidentifikasi Peluang Usaha
Pada saat ini banyak sekali kelalaian yang dilakukan oleh perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan perawat juga banyak berurusan dengan masalah hukum. Masalah seperti ini yang dapat mendasari untuk membuka peluang usaha entrepreneurship.
2) Menentukan Jenis Usaha yang akan dijalankan
Sebagai seorang perawat entrepreneurship dapat membantudalam menyelesaikan masalah masalah kelalaian perawat dalam melakukan tindakan keperawatan perawat dapat membuka peluang usaha sebagai saksi ahli.
3) Faktor Pendukung
a) Banyaknya kelalaian yang dilakukan seorang perawat dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien
b) Adanya kelegalan dalam usaha perawat sebagai saksi ahli
4) Faktor Penghambat
a) Terbatasnya sumber modal yang ada
5) Faktor Lingkungan
a) Internal contohnya kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan pengala man dalam berwirausaha.
b) External contohnya banyaknya pesaing dalam penyediaan jasa yang sama.
6) Implementasi
Tahap ini merupakan tahap yang paling inti dalam proses berbisnis dan tentu saja merupakan tahap yang paling sulit. Semua orang bisa punya ide, namun tidak semua orang berani take action.
a) Sasaran : Perawat yang berurusan dengan masalah hukum yang melakukan kelalaian ( malpraktek ) dalam tindakan keperawatan.
b) Biaya : Biaya diambil dari keputusan dua belah pihak antara partner dan kita sebagai perawat sebagai saksi ahli.
7) Evaluasi
Dari evaluasi ini, kita bisa mengetahui implementasi yang kita lakukan berhasil atau tidak. Sama dalam dunia bisnis, evaluasi akan memberikan gambaran kepada kita konsep yang sudah kita jalankan berhasil atau tidak. Jika berhasil, maka kita bisa lakukan peningkatan, namun jika tidak, perubahan rencana dan strategi bisa dilakukan.
ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
A. Dasar hukum dalam praktik keperawatan
1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
a. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
b. BAB III perizinan,
Pasal 8, ayat 1, 2, & 3 :
c. Pasal 9, ayat 1
d. Pasal 10
e. Pasal 12
f. Pasal 13
g. Pasal 15
h. Pasal 21
i. Pasal 31
B. Proses Perizinan SIP, SIK, SIPP dan STR
1. Proses Perizinan SIP, SIK dan SIPP
Perizinan praktek perawat tidak lepas dari adanya profesionalisasi keperawatan dan legislasi. Perawat yang professional bertanggung jawab berwenang memberikan pelayanan keperawatan kepada masyarakat baik secara mandiri ataupun berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Seorang perawat tidaklah mudah menjalankan tugasnya tanpa memperoleh beberapa registrasi, sertifikasi dan surat izin praktik. Setiap perawat yang akan menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki :
a. Surat Izin Perawat (SIP) yaitu Bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh wilayahIndonesia.
b. Surat Izin Kerja (SIK) yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
c. Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/kelompok.
1) Registrasi untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Perawat)
Perawat wajib mendaftarkan diri pada Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan SIP sebagai persyaratan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIP adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Registrasi terbagi Dua yaitu registrasi awal dan registrasi ulang. Registrasi awal dilakukan oleh setiap perawat setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan keperawatan sedangkan registrasi ulang diberikan kepada perawat yang sudah bekerja dan dilakukan setiap 5 tahun.
Kelengkapan Registrasi Sebagai dimana yang dimaksud meliputi :
a. Surat permohonan
b. Foto kopi ijazah pendidikan keperawatan
c. Surat Keterangan sehat dari dokter
d. Pas foto 4x6 sebanyak 2 lembar
e. Biodata
f. Sertifikat Kompetensi
g. Sertifikat Registrasi
2) Pembuatan SIK (Surat Izin Kerja)
Setelah mendapatkan SIP, perawat baru dapat membuat SIK. Sasaran Izin Kerja Perawat adalah semua perawat. SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat yang menerbitkan SIK adalah Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.
Kelengkapan permohonan SIK Perawat sebagai berikut :
a. Surat permohonan dengan melampirkan :
b. Fotocopi yang masih berlaku
c. Surat rekomendasi dari Organisasi Profesi (PPNI Kabupaten/Kota)
d. Surat keterangan sehat dari dokter
e. Surat keterangan dari Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan yang menyatakan tanggal mulai bekerja.
f. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak dua lembar
3) Penerbitan SIPP
Pembuatan SIPP dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat. SIPP diterbitkan kepada perawat yang minimal memiliki pendidkan dasar DIII keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih tinggi. Permohonan diajukan dengan melampirkan :
a. Foto kopi Ijazah pendidikan keperawatan terakhir
b. Surat Pengalaman kerja minimal 3 tahun dari pimpinan sarana kesehatan tempat bekerja, khusus untuk Ahli Madya Keperawatan
c. Foto kopi SIP yang masih berlaku
d. Rekomendasi dari organisasi profesi PPNI Kabupaten/Kota
e. Surat keterangan sehat dari dokter
f. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak dua lembar
SIK dan SIPP berlaku sepanjang SIP belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat diperbarui kembali.
2. Prosedur Perizinan STR
Surat Tanda Registrasi yang disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan ang telah memiliki sertifikat kompetensi. dengan STR, maka perawat dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatanuntuk mendapatkan STR, perawat harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi. Dan Ijazah serta sertifikat kompetensi tersebut diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian program pendidikan dan uji kompetensi. Ijazah dikeluarkan oleh perguruan tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh MTKI.
Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1796/Menkes/Per/Viii/2011 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, merupakan pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Permenkes tersebut menegaskan bahwa setiap tenaga kesehatan wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebelum tenaga kesehatan tersebut melaksanakan tugas keprofesiannya.
Alur pengurusan STR sesuai dengan kebijakan MTKI terbaru adalah sebagai berikut :
a. Pengajuan berkas persyaratan STR ke PPNI Provinsi
b. PPNI Provinsi menyerahkan berkas persyaratan STR ke MTKP
c. MTKP menginput data dan menverfikasi
d. MTKP mengirim berupa softcopy data dan pas foto saja ke MTKI.
e. MTKI melakukan verifikasi data ulang (yang berupa softocopy) , setelah data diverikasi softcopy data siap dicetak, ditempel foto, dan disahkan lalu dibuat legalisirnya.
f. STR dan dikirim ke MTKP dan STR diambil di MTKP.
Syarat-syarat pengajuan STR :
a. Fotocopy ijazah yang dilegalisir cap basah : sekolah perawat kesehatan/ DIII Keperawatan/ DIV keperawatan/ S1 keperawatan + profesi ners / S2 Keperawatan + ners spesialis
b. Pas Foto 4x6 dengan background merah
c. Untuk Pengajuan STR mulai dari Juni 2013 terkena PNBP sesuai PP.21 . Setiap orang yang mengurus membayar Rp. 100.000 dan ditransfer ke rekening Pustanserdik.
d. Khusus untuk pengajuan STR Luar Negeri terbagi menjadi dua:
a) Apabila yang bersangkutan sedang bekerja di Luar negeri, maka pengurusan STR sbb: Fotocopy ijazah yang dilegalisir cap basah : sekolah perawat kesehatan/ DIII Keperawatan/ DIV keperawatan/ S1 keperawatan + profesi ners / S2 Keperawatan + ners spesialis.
b) Pas Foto 4x6 dengan background merah
c) Fotocopy passport
d) Surat yang menyatakan bahwa Bapak sedang bekerja di Luar negeri dr instansi setempat
e) Surat rekomendasi dari Pusrengun BPPSDM Kesehatan Kemenkes RI (mohon kirim berkas terlebih dahulu ke Pusrengun) dengan alamat: Jalan. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
f) Apabila yang bersangkutan akan bekerja di luar negeri dan tidak butuh segera STR mohon diajukan ke MTKP setempat. Jika STR dibutuhkan mendesak maka diperbolehkan mengajukan ke MTKI dengan persyaratan dan prosedur sesuai dengan nomer 1 di atas.
C. Kebijakan Memperoleh SIP atau STR, SIK dan SIPP
1. KEPUTUSAN MENKESRI NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
3. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG HK.02.02/ PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
D. Politik dalam pembuatan kebijakan dalam bidang kesehatan dan keperawatan
Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental yaitu sehat merupakan hak warga negara. Sehingga dalam pengambilan keputusan politik khususnya kesehatan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebaliknya politik juga dipengaruhi oleh kesehatan dimana jika derajat kesehatan masyarakat meningkat maka akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.Masalah kesehatan bukan lagi hanya berkaitan erat dengan tehnis medis, tetapi sudah lebih jauh memasuki area-area yang bersifat social, ekonomi dan politik karena masalah kesehatan merupakan masalah politik maka untuk memecahkannya diperlukan komitmen politik.
Beberapa contoh pengaruh politik terhadap kesehatan antara lain anggaran kesehatan, UU Tembakau; Cukei rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat dan Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok. Kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan pemerintah dalam bidang kesehatan meliputi undang-undang, peraturan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, dan peraturan lainnya.
1. Pembangunan Kesehatan meliputi:
a. Kedudukan
Pembangunan Kesehatan merupakan salah satu bagian dan modal utama dari Pembangunan Nasional.
b. Landasan Kebijakan Pembangunan Kesehatan sebagai berikut:
1. UU Nomor : 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. UU Nomor : 25 tahun 2000 tentang PROPENAS
3. Kep. Man. Kesh. Nomor :131/MENKES/SK/II/2004, tentang : Sistem Kesehatan Nasional
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 574/MENKES/SK/IV/2000, tentang : Kebijakan Kesehatan Indonesia Sehat 2010
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1202/MENKES/SK/VIII/2003, tentang : Indikator Indonesia Sehat 2010.
c. Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010
1. Paradigma Pembangunan Sehat merupakan Dasar Pandang Baru dan Mmodel Pembangunan Kesehatan yang dalam jangka panjang :
a. Mendorong masyarakat untuk bersikap lebih mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri.
b. Mengutamakan upaya pelayanan yang bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
2. Visi Pembangunan Sehat
Visi adalah Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai :”INDONESIA SEHAT 2010” yang dilandasi dengan:
a. Penduduk Indonesia hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku sehat.
b. Penduduk indonesia memiliki kenangan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.
c. Penduduk Indonesia memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia.
3. Misi Pembangunan Sehat
a. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
c. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,merata dan terjangkau.
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,keluarga, dan masyarakat beserta lingkungan.
4. Tujuan pembangunan Kesehatan
Meningkatkan kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, melalui terciptanya Visi Indonesia sehat 2010.
5. Indikator Indonesia Sehat 2010
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih kongkrit / nyata tentang Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan indikator – indikator dan target – target yang ingin dicapai pada tahun 2010, melalui Kep.Kesh Nomor :2012/MENKES/VIII/2003, tentang : Indikator Indonesia Sehat 2010.
a. Pengertian
Indikator adalah Variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan – perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu
b. Pengelompokan indikator
1. Indikator hasil akhir :
Indikator derajat kesehatan : Mortalitas,Morbiditas,status Gizi
2. Indikator hasil antara
Indikator yang mempengaruhi derajat kesehatan :perilaku sehat,akses dan mutu pelayanan kesehatan.
3. Indikator proses dan masukan,meliputi :pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan,manajemen kesehatan dan konstribusi sektor terkait.
c. Target indikator
Beberapa target indikator pada akhir tahun 2010 antara lain :
1. Indikstor mortslitas
a. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup:40
b. Angka harapan hidup waktu lahir :67,9 tahun
2. Indikator Morbiditas :
a. Angka kesakitan DBD per 100000 penduduk :2
b. Angka kesakitan HIV terhadap penduduk beresiko ;0,9
3. Indikator status gizi
a. Prosentase balita dengan gizi buruk :15
2. Kebijakan pembangunan kesehatan meliputi:
a. Pemantapan kerjasama lintas sektoral
b. Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
c. Peningkatan kesehatan lingkungan
d. Peningkatan upaya kesehatan
e. Peningkatan sumber daya kesehatan
f. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
g. Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap penggunaan formasi, makanan, dan alat kesehatan yang tidak absah / illegal
h. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahajo J.Setiajadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC
Dermawan,Deden dan Sujono Riyadi.2010.Keperawatan Profesional Edisi 1.Yogjakarta:Gosyen Publishing.
Kusnanto.2004.Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional.Jakarta:EGC.
Purnama.2013.Prinsip Hukum.Terdapat:http://purnama-bgp.blogspot.com/2013/05/prinsip-negara-hukum-indonesia.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Damang.2010.Prinsip Hukum.Terdapat:http://www.negarahukum.com/hukum/prinsip-prinsip-hukum.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Pino.2012.Hukum dan Regulasi dalam Keperawatan.Terdapat: http://pinocc.blogspot.com/2012/12/makalah-keprof-askep-hukum-dan-regulasi.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Infokom Uniriyo.2011.Perawat Sebagai Saksi.Terdapat: http://infokomaccess.blogspot.com/2011/07/kata-pengantar-puji-syukur-penyusun.html(diakses tanggal 17 September 2014).
Demikianlah Artikel ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN
Sekianlah artikel ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel ASPEK HUKUM DAN REGULASI DALAM KEPERAWATAN dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/10/aspek-hukum-dan-regulasi-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar