Sex Ambiguity

Sex Ambiguity - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sex Ambiguity, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sex Ambiguity
link : Sex Ambiguity

Baca juga


Sex Ambiguity

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1        Definisi Sistem Reproduksi
Sistem reproduksinya dibedakan menjadi organ reproduksi pria dan wanita. Begitu pula dengan alat kelamin wanita dibedakan menjadi alat kelamin luar dan alat kelamin dalam. Fertilisasi (pembuahan) diawali dengan pembentukan spermatozoa didalam testis dan ovum di dalam ovarium. Proses reproduksi meliputi maturasi seksual (perangka fisiologis untuk reproduksi), pembentukan gamet (spermatozoa dan ovum), fertilisasi (penyatuan gamet), kehamilan dan laktasiihasilkan.


2.2        Anatomi Sistem Reproduksi
A.    Reproduksi Laki – Laki
Organ reproduksi membentuk traktus genetalis yang berkembang setelah traktus urinarius. Kelamin laki-laki maupun wanita semenjak lahir sudah dapat ditentukan, tetapi sifat-sifat kelamin belum dapat dikenal (Syaifudin,1997).
Peran reproduksi laki-laki adalah membentuk dan mengeluarkan sperma agar seorang wanita menjadi hamil.Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, maka pria dilengkapi dengan organ-organ seksual interna dan seksual eksterna.Struktur interna dan eksterna mencakup testis, tubulus-tubulus yang membawa sperma keluar testis, bermacam-macam kelenjar, dan penis.

a.       Testis
Testis adalah gonad pria. Testis terbentuk selama gestasi sebagai respons terhadap sintesis androgen oleh mudigah laki-laki. Androgen primer adalah testosteron, yang sintesisnya dimulai pada usia kehamilan 8 minggu.
Selama masa gestasi dini, testis janin terletak di dalam rongga abdomen. Pada usia gestasi sekitar 6 bulan, testis turun dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam kantong eksterna, yang disebut skrotum. Pembuluh-pembuluh darah, saraf dan korda penunjang juga ikut turun dari rongga abdomen secara bersamaan.Setelah turun, lubang kanalis bagian abdomen tertutup.Skrotum terletak di sebelah dorsal penis, dan karena letaknya di luar, suhunya lebih rendah daripada tubuh.Hal ini memberikan kondisi optimum bagi spermatogenesis, atau pembentukan sperma.
b.      Tubulus seminiferus
Setiap testis terisi oleh ratusan tubulus panjang bergelung-gelung yang disebut tubulus seminiferus. Sperma imatur terbentuk dari sel-sel tunas yang terletak di dinding tubulus dan kemudian bermigrasi melalui lumen tubulus. Tubulus seminiferus terbentuk dari dua jenis sel: sel sertoli, yang melapisi bagian dalam tubulus, dan sel interstisium Leydig, yang mengelilingi bagian luar tubulus. Sperma yang tengah berkembang mendapat tunjangan penting dan makanan dari sel-sel sertoli selama pematangannya.Sel-sel interstisium Leydig mensintesis dan mengeluarkan testosteron selama masa gestasi dan pubertas.Testosteron penting untuk pematangan sperma dan kelangsungan hidup sel sertoli.
c.       Epididimis, Vas Deferens, dan Uretra
Dari tubulus seminiferus, sperma berjalan ke tubulus panjang lain, epididymis. Epididymis berjalan melingkar di bagian belakang testis kemudian menuju ke atas ke arah rongga peritoneum. Epididimis berjalan menuju vas deferens. Vas deferens masuk ke rongga peritoneum dan melebar untuk membentuk suatu rongga yang disebut ampula, yang memiliki struktur mirip kelenjar berkelok-kelok yang disebut vesikula seminalis di kedua sisi.
Pada ampula, vas deferens membentuk duktus ejakulatorius.Duktus ejakulatorius melewati kelenjar prostat dan bergabung dengan uretra interna di bawah kandung kemih.Uretra interna memasuki penis membentuk uretra.Kelenjar panskresi-mukus melapisi uretra.
d.      Pematangan Sperma
Sperma di tempat masuk epididimis masih belum matang dan tidak mampu membuahi sel telur. Setelah berjalan melalui vas deferens (memakan waktu sekitar 2 minggu), sperma akan menjadi matang. Sperma matang dapat disimpan dalam vas deferens dan ampula dan bertahan hidup selama sebulan lebih.
e.       Vesikula Seminalis
Pada perangsangan seksual, vesikula seminalis mengeluarkan suatu zat mirip mucus yang mengandung gula, prostaglandin, dan fibrinogen ke dalam duktus ejakulatorius.Sperma menggunakan gula untuk energinya dan prostaglandin membantu sperma menembus serviks wanita.Prostaglandin juga dapat menyebabkan kontraksi saluran genetalia wanita, yang mendorong sperma dalam perjalanannya menuju sel telur.
f.       Prostat
Prostat adalah kelenjar berbentuk seperti buah kenari yang terletak tepat di bawah kandung kemih. Sewaktu perangsangan seksual, prostat mengeluarkan cairan encer seperti susu dan mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius.
Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma.Cairan prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap di dalam vagina wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini menetralkan sekresi vagina yang bersifat asam; cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah.
g.      Persarafan Sistem Reproduksi Pria
Neuron-neuron sensorik eferen serabut simpatis dan parasimpatis eferen dijumpai di seluruh genetalia pria.Serabut-serabut sensorik eferen menjadi aktif sebagai respons terhadap perangsangan taktil dan mengirimkan informasi tersebut ke korda spinalis.Saraf-saraf parasimpatis keluar dari spina setinggi daerah sakralis dan mempersarafi arteri dan arteriol penis.Serabut-serabut parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter asetilkolin, yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.Saraf simpatis keluar dari spina dari suatu area di atas lumbar dan mempersarafi otot-otot polos vas deferens dan ampula.Saraf-saraf simpatis mengeluarkan neurotransmitter norepinefrin, yang menyebabkan kontraksi prostat dan vesikula seminalis.Neuron-neuron desendens dari pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk korteks serebrum, memengaruhi pelepasan muatan serabut-serabut simpatis dan parasimpatis.
B.     Anatomi Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita secara umum dibagi dua, yaitu organ reproduksi wanita yang terdapat di luar dan di dalam tubuh.


1)      Alat Genitalia Luar
a)      Labia Mayora (bibir besar)
Dua lipatan dari kulit diantara kedua paha bagian atas.Labia mayora banyak mengandung urat syaraf (Syaifudin, 1997).Labia mayora merupakan struktur terbesar genetalia eksterna wanita dan mengelilingi organ lainnya, yang berakhir pada mons pubis.
b)      Labia Minora (bibir kecil)
Berada di sebelah dalam labia mayora.Jadi untuk memeriksa labia minora, harus membuka labia mayora terlebih dahulu.
2.3        Determinasi dan Perkembangan Alat Reproduksi
1.      Determinasi Kromosom
Pada fertilisasi terjadi persatuan antara sel telur dan sel mani sehingga terjadi sebuah zigot yang mempunyai jumlah kromosom yang normal ialah dua kali sebanyak kromosom yang dipunyai sel benih (gamet). Karena itu pembentukan gamet terjadi dengan meiosis yang menghasilkan pengurangan jumlah kromosom.
Meiosis ini harus berlangsung dengan baik untuk pembentukan keturunan yang sehat, gangguan pada meiosis menghasilkan gamet yang tidak memungkinkan reproduksi, menyebabkan kematian bayi dan menimbulkan kelainan konginetal. Genotip laki-laki normal adalah 46, XY ( 22 pasang autosom dan 2 kromosom kelamin , X dan Y) . Setelah pembelahan secara meiosis saat spermatogenesis, setiap spermatozoa akan mengandung kromosom , X atau Y. Genotip perempuan normal adalah 46 bersifat diploid, XX ( 22 pasang autosom dan 2 kromosom kelamin, X dan X). Setelah pembelahan secara meiosis saat oogenesis, setiap oosit akan mengandung kromosom haploid dan hanya satu kromosom X (Veldman, 2004)
Fertilisasi terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat disisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata (Koes Irianto. 2012).
Jika  sebuah sperma pembawa X membuahi ovum yang memiliki autosom 22 + X dan dari sperma 22 + X dari ovum akan berjenis kelamin perempuan. Jika sperma pembawa Y membuahi ovum, zigot yang terbentuk (XY) akan memiliki autosom yang lengkap; 22+Y dari sperma dan 22+X dari ovum dan akan berjenis kelain laki-laki (XY). Dengan demikian, genetik jenis kelamin turunan ditentukan oleh spermatozoa.
2.      Perkembangan Normal Sistem Reproduksi
Proses diferensiasi gonad mejadi testis atau ovarium dan perkembangan sistem saluran internal dimulai pada minggu kempat perkembangan embrionik dan akan selesai secara keseluruhan pada minggu kedua belas setelah fertilisasi. Secara normal, terdapat 2 fase yang terlibat dalam pembentukkan dan perkembangan organ reproduksi manusia, yaitu:
a.       Fase Determinasi
Jenis kelamin ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor kromosom, faktor gonad dan faktor hormonal. Penentuan fenotip seks dimulai dari seks genetik yang kemudian diikuti oleh suatu kaskade, yaitu kromosom seks menentukan jenis gonad, gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal (mülleri dan wolfii).
b.      Fase Diferensiasi
1)      Minggu ke 4-7
Perkembangan gonad dimulai pada sekitar minggu ketujuh masa gestasi dari mesoderm intermediet dan bersifat bipotensial, yaitu dapat berdiferensiasi menjadi testis maupun ovarium. Telah dipahami bahwa pada saat konsepsi, kromosom kelamin telah terbentuk. Pada individu dengan kromosom seks XY, gonad indeferen akan berkembang menjadi testis dan akan menimbulkan maskulinisasi, sedangkan pada individu XX akan terbentuk ovarium. Jika ada jaringan testis maka terbentuk dua produk, yaitu testosteron dan substansi penghambat yaitu mülleri inhibition stimulation (MIS) atau anti-mülleri hormon (AMH) yang disekresi oleh sel sertoli testis yang berada dalam tubulus seminiferus.
  1. Peran utama MIS adalah merepresi perkembangan duktus mülleri (tuba falopii, uterus, vagina atas). Pada fetus laki-laki dengan fungsi testis normal, maka MIS merepresi perkembangan duktus Mülleri
  2. Testosteron menstimulasi perkembangan duktus Wolfii. Testosteron yang diproduksi oleh sel Leydig testis akan merangsang duktus Wolfii (mesonefrik) agar berkembang menjadi epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis.
Determinasi gonad indeferen menjadi testis dalam bulan kedua kehidupan fetus ini dipandu oleh informasi genetik yang ada pada lengan pendek kromosom Y. yaitu pada area yang disebut area penentu seks pada kromosom Y yang mengandung gen SRY. 

Genitalia eksterna kedua jenis kelamin identik dalam 8 minggu pertama masa embrio. Tanpa pengaruh hormonal, tuberkel genital menjadi klitoris,lipatan urogenital menjadi labia minora, dan pembengkakan labioskrotal menjadi labia mayora. (Veldman, James, 2004)
2)      Minggu ke 9-12
Pada gonad laki-laki, diferensiasi menjadi fenotip laki-laki secara aktif terjadi antara minggu 9-12
3)      Minggu ke 12-14
Masa gestasi dan akan terbentuk sempurna sekitar minggu 12-14 masa gestasi. Diferensiasi ini dipengaruhi oleh testosteron, yang berubah menjadi 5-DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase yang ada didalam sitoplasma sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. DHT berikatan dengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudian ditransport ke nukleus, selanjutnya menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik.Pada akhirnya, menyebabkan perkembangan genitalia eksterna menjadi laki-laki normal (Luean A. Hughes,2008).
Perkembangan normal dari ketiga fase ini sangat penting untuk menentukan identitas gender seorang manusia. Fase-fase ini sangat dipengaruhioleh ekspresi gen dari kromosom seks dan paparan hormon-hormon seks pada masa embrio.
2.4        Definisi Sex Ambiguity
Sex ambiguity adalah merupakan suatu keadaan dimana sulit menentukan jenis kelamin karena ketidak cocokan antara dua bentuk fisik badan, alat kelamin  terutama alat kelamin luar, status kromoson dan hormonnya. Sex ambiguity  adalah  jenis kelamin yang meragukan, namun belakangan ini para ahli endokrin menggunakan istilah Disorders of Sexual Development(Sultana,2011). Sex   ambiguity  adalah  kelainan dimana memiliki alat kelamin luar yang meragukan, dan kadang-kadang organ sexual yang tampak di luar tidak sesuai dengan organ sexual di dalamnya. Ambigus genetalia adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya organ genetalia eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis kelamin. Kelamin ini dapat disebabkan oleh kelainan kromosom (genetic), kelainan hormonal, defisiensi enzim, dan kelainan lain yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, berasal dari jaringan fetus (Susanto 2004).

A.    Klasifikasi Sex Ambiguity
1.      Hemoprodit semu laki-laki (male pseudohermaphroditism)
Adalah individu yang memiliki kromosom Y (kromosom laki-laki) namun organ genitalia luarnya gagal bertumbuh menjadi alat genital pria normal. Ada beberapa jenis cacat hormon laki-laki yang menimbulkan gejala hermaprodit semu laki-laki antara lain:  yang paling sering adalah Sindrom Resistensi Androgen atau Androgen InsensitivitySyndrome (AIS) atau Testicular Feminization Syndrome. AIS dapat terjadi dalam bentuk complete Androgen Insensitivity Syndrome (CAIS) atau incomplete/partialAndrogen Insensitivity Syndrome (PAIS). Penderita PAIS adalah laki-laki dengan kelainan alat kelamin luar yang sangat bervariasi, mempunyai penis yang kecil yang tampak seperti pembesaran clítoris, disertai dengan hipospadia berat. CAIS, penderita dengan penampilan seperti perempuan normal, dengan alat kelamin luar seperti wanita, mempunyai vagina yang lebih pendek dari normal dan payudara akan tumbuh mulai masa prepubetas.

2.      Hemaprodit semu perempuan (female pseudohermaphroditism)
Kariotip dari pseudohermaproditisma ini adalah 46,XX (Burns,1983). Seharusnya individu semacam itu berkelamin betina (perempuan) tetapi tanda-tanda kelamin mengarah kepada ciri jantan (laki-laki). Fenotip umum individu ini pseudohermaprodit ini adalah seperti pria; alat kelamin eksternal meragukan, sedangkan ovarium tetapi tidak sempurna. Penyebabnya adalah proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak pseudohermaprodit tersebut.
Berkenaan dengan proliferasi kelenjar anak ginjal sebagai suatu alternative penyebab female pseudohermaphroditsm seperti tersebut, dalam Stren (1973) dinyatakan bahwa yang mengalami proliferasi atau pertumbuhan berlebih adalah korteks kelenjar anak ginjal, sebagai akibatnya adalah hormone laki-laki berlebih. Selain itu pertumbuhan berlebih dari korteks anak ginjal janin itu disebabkan oleh homozigotas enzim-enzim pada metabolism steroid. Pada umur lanjut dapat muncul female pseudohermaphroditism, penyebab utamanya kadang-kadang adalah tumor kelenjar.
Kelainan ini bisa timbul akibat paparan hormon androgen eksogen bisa disebabkan bahan hormonal yang bersifat androgenik yang dikonsumsi ibu saat mengandung janin wanita, misalnya preparat hormonal yang mengandung progestogen, testosteron atau danazol. Berat ringannya kelainan alat genital janin tergantung dari usia kehamilan, potensi, dosis serta lama pemakaian obat. Sebab-sebab paling umum dari kelainan ini adalah Congenital adrenal hyperplasia (CAH) yang menyebabkan  kekurangan/ ketidak hadiran ensim 21α-hidroksilase , 11β-hidroksilase dan 3β-hidroksilase dehidrogenase. Anak-anak penderita CAH akan tumbuh cepat tapi kemudian pertumbuhan akan berhenti lebih awal, sehingga pada keadaan dewasa mereka akan lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal
3.      True hermaphroditism
Sebenarnya jarang dijumpai orang yang hermaprodit sejati. Biasanya individu hermaprodit sejati telah dapat diidentifikasi di saat kelahiran karena struktur alat kelamin yang tidak jelas atau meragukan. Pemeriksaan histologist maupun sitologis biasanya memperlihatkn bahwa jaringan individu hermaprodit sejati terdiri dari dua tipe sel yang berbeda(Maxson dkk,1985 dalam Corebima 1997). Tubuh individu sejati tersusun dari dua tipe sel yang memiliki kariotip berbeda, hal ini dapat dijelaskan sebagai hasil mekanisme fusi sel pada awal perkembangan, antara zigot-zigot yang  berbeda. Individu-individu semacam itu disebut chimera.
Individu-individu hermaprodit sejati dapat juga muncul sebagai suatu akibat dari kejadian gagal berpisah mitosis. Kejadian awal berpisah tersebut berlangsung pada awal perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XY atau XXY, yang menghasilkan suatu mosaic dari galur-galur sel XO/XX/XY dan sebagainya.
Kebanyakan chimera ditemukan karena zigot-zigot yang mengalami fusi berkelamin berbeda. Kariotip chimera semacam itu adalah chi 46XX/46XY. Selain itu chimera dapat terbentuk melaluiseatu polar body dibuahi oleh sperma pada waktu bersamaan di saat ovum atau sel telur dibuahi oleh sperma yang lain. Dalam hal ini jika satu sperma memiliki kromosom kelamin X, sedangkan lainnya kromosom Y, maka zigot-zigot yang terbentuk memiliki kelamin yang berbeda, dan fusi yang terjadi kemudian antara kedua zigot akan menghasilkan individu yang memiliki dua tipe sel yang berbeda (dua kariotip yang berbeda).
Macam-macam chimera antara lain:
a)      chi 46,XX/ 46,XY  yang paling umum
b)      chi 45,XX / 46,XY
c)      chi 46,XX/ 47,XXY
d)     chi 45,XO/ 46,XY/ 47,XYY

4.      Disgenesis gonad
Merupakan penyakit interseks. Terjadi akibat kelainan kromososm seks atau autosom, meliputi spectrum anomaly dari tidak adanya perkembangan gonad sama sekali sampai keterlambatannya manifestasi pada gonad. Tampilan anak mirip perempuan tetapi mempunyai kariotip 46, XY yang kromososm Y biasanya tidak berfungsi sehingga terjadi gonad disgenesis.
2.5        Etiologi
A.    Penyebab Ambiguity dalam alat Kelamin Perempuan
1.      Hiperplasia adrenal kongenetal (CAH)
Kelenjar adrenal mensintesis tiga kelas utama hormon, yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid dan androgen, misal: testosteron. Sintesis hormon golongan mineralortikoid terjadi dalam zona glomerulosa korteks adrenal, sedangkan hormone glukokortikoid disintesis di zona fasikulata dan retikularis korteks adrenal.
Ketiga hormon ini sangat penting bagi tubuh. Fungsi dari masing-masing hormone tersebut adalah sebagai berikut:
  1.  Kortisol membantu tubuh dalam mengatasi stress ataupun tekanan seperti pada kondisi luka maupun sakit.
  2. Aldosteron berperan dalam memastikan agar tubuh dapat menyimpan garam dalam jumlah yang cukup, sedangkan,
  3. Testosteron terlibat dalam pembentukan sifat maskulin manusia, seperti distribusi rambut pada tubuh dan perkembangan organ seks laki-laki. Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memproduksi testosteron. Namun, pada laki-laki produksi hormon ini jumlahnya lebih banyak
Beberapa bentuk kondisi genetik menyebabkan kelenjar adrenal untuk membuat hormon pria (androgen) secara berlebihan. Hiperplasia adrenal congenital adalah penyebab paling umum gangguan perkembangan. CAH merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini ditandai oleh defisiensi enzim yang terlibat jalur steroidogenesis pada kelenjar adrenal.
Ada beberapa klasifikasi CAH yang dapat menyebabkan genetalia ambigua yaitu:
a)      Hiperplasia Adrenal Kongenital Non Klasik
Bayi perempuan dilahirkan dengan genetalia eksterna yang normal. Manifestasi paling dini ditemukan pada anak perempuan usia 6 bulan yang telah menunjukkan pertumbuhan rambut pubis. Pada masa anak-anak atau remaja, symptom pada wanita dapat berupa hirsutisme, kebotakan temporal, akne kistik yang berat, keterlambatan menarche, gangguan menstruasi dan infertilitas.
b)      Hiperplasia Adrenal Kongenital Klasik “non salt-losing”
Karena fungsi adrenokortikal mulai aktif pada janin usia kehamilan 3 bulan, maka janin dengan gangguan ini mengalami peningkatan hormon androgen justru pada masa kritis berlangsungnya diferensiasi seksual. Oleh sebab itu bayi perempuan mungkin lahir dengan genetalia ambigua. Pada kasus yang berat maskulinisasi dapat terjadi dengan sangat nyata, sehingga uretra terbentuk sebanyak falus dan sercara fenotipik sulit dibedakan dengan laki-laki normal. Namun demikian, pada umunya fenotip genetalia yang ditemukan adalah pembesaran klitoris dengan fusi lipatan labios krotal. Pembentukan 2/3 bagian distal dari vagina dan uretra ada dibawah kontrol androgen, Oleh karena itu mungkin terbentuk sinus urogenital. Perkembangan organ genetalia interna adalah normal. Bayi laki-laki mempunyai genetalia eksterna yang normal, oleh sebab itu diagnosis difisiensi 21-hidroksilase pada bayi laki-laki dan perempuan yang keliru dianggap laki-laki sering terlambat sampai terlambat timbulnya firilisasi yang progresif. Bayi-bayi ini menunjukkan pembesaran falus dan pada masa anak-anak dapat timbul pubertas prekoks acne, suara besar dan berat, percepatan pertumbuhan tinggi dan muskuloskeletal. Disusul dengan fusi prematur epifisis. Jadi walaupun pertumbuhan tinggi sangat cepat, potensi untuk mencapai tinggi yang sharusnya menjadi berkurang dan anak-anak ini akan mempunyai perawakan pendek.
c)      Hiperplasia Adrenal Kongenital Klasik “salt-losing”
Kehilangan garam terjadi sebagai akibat terjadi dari kurangnya produksi aldosteron yang dibutuhkan untuk membantu tubulus renalis distal mereabsorbsi natrium. Bentuk ini terjadi pada 70-75% dari semua kasus defisiensi 21 hidroksilase klasik. Gejala klinis lain  pada bentuk ini sama seperti pada defisiensi 21-hidroksilase klasik non salt-losing. Hilangnya garam dapat lebih berat karena adanya efek matri uresis pada prekursor kortisol. Kehilangan garam dan volume plasma disertai dengan hiperkalemia dapat menuju krisis adrenal. Dehedrasi dan syok karena hilangnya garam dapat terjadi pada minggu I-IV kehidupan. Pada saat dimana diagnosis sering kali baru ditegakkan atau pada saat timbul pencetus seperti misalnya infeksi sistemik. Bayi laki-laki mempunyai resiko tinggi untuk jatuh dalam krisis adrenal karena tidak didapatkannya genetalia ambigua yang dapat dipakai sebagai rambu. Pencegahan krisi adrenal merupakan salah satu alasan diperlukannya program skrening bayi baru lahir dan diagnosis
2.      Prenatal terpapar zat yang dengan aktivitas hormon laki-laki
Beberapa obat, termasuk progesterone (diambil pada tahap awal kehamilan untuk menghentikan perdarahan) dan steroid anabolic, dapat menyebabkan alat kelamin perempuan menjadi maskulin.
3.      Tumor
Tumor jarang menjadi penyebab pada ambiguity genetalia. Tumor ini di janin atau ibu dapat menghasilkan hormone laki-laki. Berbagai tumor ovarium (tumor sel stroma ovarium) dilaporkan telah menghasilkan virilisasi dari janin perempuan.


B.     Penyebab  ambiguity dalam alat kelamin laki-laki
1.      Kekurangan MIS (Mullerian Inhibiting Substance)
Kekurangan MIS adalah sindrom yang jarang dan biasanya tidak terlihat pada periode bayi baru lahir karena alat kelamin tampak seperti laki-laki dengan testis yang tidak turun. Sindrom ini menarik karena fenotipik tepat sesuai yang diharapkan dalam 46,XY genetik dan gonad laki-laki namun mengalami kelainan testis berupa kegagalan yang lengkap untuk menghasilkan MIS.
2.      Adrogen insetivitas sindrom
Dalam kondisi ini, jaringan genetalia berkembang tidak merespon terhadap hormon laki laki normal.
3.      Kelainan dengan testis atau testoteron
Berbagai kelainan dapat menggangu aktivitas testis. Hal ini dapat meliputi masalah struktur dengan testis, masalah dengan produksi hormon testosteron laki-laki atau masalah dengan reseptor seluler yang menggapai testosterone.
4.      Kekurangan 5 alpha-reductase
Ini merupakan cacat enzim yang mengganggu produksi hormone laki-laki normal.
5.      Prenatal terpapar zat dengan aktivitas perempuan
Jika seorang wanita terus minum pil KB selama kehamilan, perkembangan janin dapat terpapar hormone estrogen wanita. Beberapa obat, termasuk fenitoin atau anti-kejang (dilantin).
2.6        Patofisiologi  
A.    Embriologi diferensiasi seksual
Penentuan fenotip seks dimulai dari seks genetik yang kemudian diikuti oleh kaskade: kromosom seks menentukan seks gonad, akhirnya menentukan fenotip seks. Tipe gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal (mulleridan wolfili). Identitas gender tidak hanya ditentukan oleh fenotip individu, tetapi juga oleh perkembangan otak prenatal dan postnatal.
B.     Diferensiasi gonad 
Dalam bulan kedua kehidupan fetus, gonad indeferen dipandu menjadi testes oleh informasi genetik yang ada pada lengan pendek kromosom Y disebut Testes Determining Factor  (TDF), merupakan rangkaian 35-kbp dalam subband, area ini disebut daerah penentu seks pada kromosom Y (SRY). Bila mana daerah ini tidak ada atau berubah, maka gonad indeferen menjadi ovarium. Gen lain yang penting dalam perkembangan testes antara lain DAX 1 pada kromosomX, SF1 pada  9q33, WT1 pada  11p13, SOX9 pada  17q24 - q25, dan  AMH pada 19q13.3.
1.      Diferensiasi duktus internal
Perkembangan duktus internal akibat efek parakrin gonad ipsilateral. Penelitian klasik Jost pada tahun 1942 dengan kelinci menjelaskan dengan sangat baik peran gonad dalam mengendalikan perkembangan duktus internal dan fenotip genitalia eksterna. Bila ada jaringan testes, maka ada dua substansi produk untuk perkembangan duktus internal laki-laki dan fenotip laki-laki, yaitu testosteron dan substansi penghambat mulleri (MIS) atau hormon anti-mulleri (AMH). Testosteron diproduksi sel Leydig testes, merangsang duktus wolfii menjadi epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis. Struktur wolfii terletak paling dekat dengan sumber testosteron, duktus wolfii tidak berkembang seperti yang diharapkan bila testes atau gonad disgenetik sehingga tidak memproduksi testosteron. Kadar testosteron lokal yang tinggi penting untuk diferensiasi duktus wolfii namun pada fetus perempuan androgen ibu saja yang tinggi tidak menyebabkan diferensiasi duktus internal laki-laki, hal ini juga tidak terjadi pada bayi perempuan dengan Congenital Adrenal  Hyperplasia (CAH). MIS diproduksi oleh sel Sertoli testes, penting untuk perkembangan duktus internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan berat molekul 15.000,yang disekresi mulai minggu ke delapan. Peran utamanya adalah represi perkembangan pasif duktus mulleri (tuba falopii, uterus, vagina atas). Testosteron dan estrogen tidak mempengaruhi peran MIS
2.      Diferensiasi genitalia eksterna
Genitalia eksterna kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu pertama masa gestasi. Tanpa hormon androgen (testosteron dan dihidrotestosteron-DHT), genitalia eksterna secara fenotip perempun. Bila ada gonad laki-laki, diferensiasi terjadi secara aktif setelah minggu ke-8 menjadi fenotip laki-laki. Diferensiasi ini dipengaruhi oleh testosteron, yang berubah menjadi DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase dalam sitoplasma sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. DHT berikatan dengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudian ditranspor ke nukleus, menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik, akhirnya menyebabkan perkembangan genitalia eksterna laki-laki normal, bagian primordial membentuk scrotum , dari pembengkakan genital membentuk batang penis, dari lipatan tuberkel membentuk glans penis, dari sinus urogenitalis menjadi prostat. Maskulinisasi tidak sempurna bila testosteron gagal berubah menjadi DHT atau DHT gagal bekerja dalam sitoplasma atau nukleus sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. Kadar testosteron tetap tinggi sampai minggu ke-14. Setelah minggu ke-14, kadar testosteron fetus menetap pada kadar yang lebih rendah dan dipertahankan oleh stimulasi human chorionic gonadotrophin (hCG) maternal dari pada oleh LH. Kemudian pada fase gestasi selanjutnya testosteron bertanggung jawab terhadap pertumbuhan falus yang responsif terhadap testosteron dan DHT.
2.7        Manifestasi Klinis
Beberapa keadaan dibawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus genetalia ambiguity secara umum:
1.      Pada laki-laki:
a.       Testis tidak teraba pada bayi aterm
b.      Hipospadia dengan skrotum bifidum
c.       Kriptorkismus dengan hipospadi
2.      Pada perempuan:
a.       Vulva dangkal hanya dengan satu lubang (vulva yang sempit)
b.      Hernia inguinal yang berisi gonad
3.      Pada kelainan CAH dapat menunjukkan beberapa manifestasi klinis yang berbeda yaitu:
a.       Salt losing/wasting HAK
1)      Hiponatremia
2)      Gagal tumbuh
3)      Dehidrasi
4)      Hiperkalemia
b.      Tipe Non klasik
1)      menstruasi tidak teratur
2)      fertilitas menurun
3)      Kelebihan androgen walaupun ringan

2.8        Pemeriksaan Diagnostik
A.    Laboratorium
Pemerikasaan termasuk serum elektrolit, kadar gula darah, 17-OH progesterone (Normal: 82-400ng/dl), LH, FSH, DHEA, Rasio testosterone /DHT.
B.     USG
Untuk mengetahui keadaan pada pelvis, gonad ragio ingunal, testis intraabdominal.
C.     CT scan
Untuk memperjelas keadaan anatomis millier.
D.    MRI
Untuk menggambarkan anatomis bagian tubuh organ dalam (organ kandungan dan organ testis).
E.     Karyotype
F.      Genitografi
Untuk mengidentifikasi adanya vagina, kanals uteri, tuba falopi, vasa deferentia, melihat sinus uregenetalis, termasuknya urether ke vagina dan adanya bentuk serviks.
G.    Laparaskopi/biopsy gonad
Untuk menentukan histology gonad, setelah biopsy gonad dapat mengidentifikasi jaringan ovarium, jaringan tetis, ovotetis/lapisan gonad.
H.    Pemeriksaan psikologis/psikiatri.

2.9        Penatalaksanaan
A.    Penentuan jenis kelamin (sex assessment)
B.     Pola asuh seksual (sex rearing)
C.     Pengobatan hormonal
Yaitu obat endrogin (glukokortikoid) hormone untuk menekan retensi garam, fungsinya untuk menekan perkembangan maskulin dan feminim diberikan pada saat pubertas dan diminum seumur hidup.
D.    Pembedahan/operasi
Tindakan operasi pada laki-laki pada umur 6 bulan sampai 11 ½ bulan, sedangkan pada perempuan pada usia pubertas karena keadaan organ lebih jelas, estrogen meningkat sehingga vagina dapat ditarik ke bawah lebih mudah.
E.     Faktor psikologis
1.      Penanganan psikososial pada masa bayi.
Berikan penjelasan mengenai diagnosis awal, orang tua juga perlu diberi informasi tentang transmisi genetik, obat-obatan yang diperlukan dan jenis serta tahapan operasi rekonstruksi.
2.      Penanganan psikososial pada masa anak.
Pada masa ini, anak-anak sudah mulai bertanya-tanya tentang masalah yang tidak mudah dijawab, misalnya bagaimana status dia waktu lahir, pengobatan dan operasi apa yang pernah dia jalani dan yang mungkin masih harus dijalani. Penderita mungkin mulai merasa adanya perbedaan antara dia dan teman-temannya, baik secara emosi maupun perilaku. Kemungkinan dia akan bereaksi negatif bila dicemooh oleh kawan-kawannya. Di samping itu mungkin juga timbul masa ketidakpatuhan dalam konsumsi obat-obatan yang diperlukan. Dalam keadaan ini orang tua perlu didampingi oleh psikolog anak. Sebagai tambahan informasi dasar dan pengaruhnya terhadap perkembangan personal interpersonal, perlu juga dibahas tentang perkembangan seksual, karena mereka sudah mulai ada keingintahuan kepada bentuk badannya yang mungkin berbeda dengan yang lain.
3.      Penanganan psikososial pada masa remaja.
Operasi rekonstruksi, walaupun dapat memperbaiki genetalia eksterna secara anatomi dan fungsional tetapi tidak menjamin tercapainya fungsi psikoseksual yang adekuat. Penderita yang secara genotip laki-laki tetapi dibesarkan sebagai perempuan, atau penderita genotip perempuan yang terpapar kepada hormone androgen, mungkin mempunyai beberapa reaksi yang berbeda.
Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan pengarahan psikologi yang kemungkinan dalam waktu yang cukup lama. Karena itu, banyak ahli yang sepakat bahwa operasi ulang sebaiknya dilakukan setelah umur 16 tahun, dimana pada saat keadaan psikoseksualnya sudah lebih stabil. Dimana merupakan saat yang menentukan agar penanganan interseks dapat berhasil secara maksimal dengan keharusan untuk melanjutkan terapi hormone dan pelaksanaan operasi ulang.
4.      Penanganan psikososial pada masa dewasa.
Pada saat memasuki usia dewasa, mereka kesulitan dalam mempertahankan hubungan jangka panjang dengan pasangannya antara lain karena: adanya kelainan fisik, tidak yakin akan identitas atau orientasi gendernya, serta karena mereka melakukan hubungan yang bersifat heteroseksual. Meskipun ada yang bisa hamil tetapi banyak diantaranya yang bisa, kecuali bila tanpa intervensi khusus. Untuk genotip perempuan yang mempunyai hubungan hetero atau homoseksual, pilihannya yaitu: inseminasi buatan, adopsi, surogasi atau anak tiri. Sedangkan untuk genotip laki-laki tetapi fenotip perempuan pilihannya yaitu: adopsi atau anak tiri.


2.10    Komplikasi
A.    Krisis adrenal
B.     Depresi
C.     Gangguan orentasi seksual
D.    Keganasan


BAB 3
ASUHAN  KEPERAWATAN
3.1        Pengkajian
3.1.1  Anamnesis
1.      Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.      Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada Riwayat kelainan endokrin/genetik dalam keluarga Orang tua penderita (satu ayah lain ibu) mempunyai kelainan yang sarna dengan penderita (DSD).
3.      Pengkajian psiko-sosio-spiritual
  • Keadaan Psikologis : Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental
  • Keadaan Psikoseksual : Melihat dan menganalisa apakah klien mengalami ketidaksesuaian pada perkembangan psikologinya. Umumnya pasien akan mengalami perubahan akibat pengaruh kelainan hormon yang terjadi.
4.      Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Apakah kejadian penyulit yang dialami ibu waktu kehamilan. Apakah pemakaian obat-obatan seperti obat KB, jamu sewaktu ibu hamil. Riwayat ibu sakit sewaktu hamil. Riwayat terancam keguguran
3.2.1  Pemeriksaan Fisik
Umumnya Normal, Namun ada kesulitan untuk mengetahui jenis kelamin pasien.
3.3.1  Pemeriksaan Diagnostik
1.      USG testis dan genitalia interna.
Untuk kelainan organ reproduksi bagian dalam. Apakah terlihat testis di inguinal/skrotum/labia kanan dan kiri. Apakah terlihat uterus/ovarium.
2.      Analisis kromosom
Untuk menganalisa jumlah kromosom dan adanya kelainan kromosom. Dengan teknik G Banding, telah dipelajari kromosom dari 40 sel dan mendapatkan jumlah kromosom adalah mos 45,X(12)/46,XY(28y),ang artinya ada 2 populasi sel (mosaik) yaitu:
  • 45,X, yang artinya adalah jumlah kromosom 45 buah dengan satu buah kromosom X (monosomi X), yang ditemukan pada 12 sel (30%) yang dibaca.
  • 46,XY, yang artinya adalah jumlah kromosom 46 buah dengan kromosom seks adalah XY, yang ditemukan pad a 28 sel (70%) yang dibaca Keadaan mosaik terjadi pada saat paska pembuahan (post zygotic) dan manifestasi klinisnya tergantung pada persentase sel dengan jumlah kromosom normal (46,XY) terutama pada sel-sel gonad 
Anjuran :
Dilakukan pemeriksaan FISH (Fluoresence In Situ Hybridization) pada kromosom X dan Y untuk mendapatkan rasio mosaik yang lebih akurat.
3.      USG testis dan genitalia interna
Mencaritahu tampak tidaknya testis kanan dan kiri di labioscrotal fold kanan da kiri dan tampak testis di regio inguinal kanan dan kiri maupun di abdomen.


3.2         Analisa Data
NoDataEtiologiMasalah keperawatan
1DO :
a.       Saat ini klien dinyatakan sebagai laki-laki/perempuan
b.      Klien memiliki jakun seperti laki-laki pada umumnya
DS :
a.       Klien menyatakan bahwa adanya perbesaran payudara
b.      Menurut Orang tua klien, berdasarkan keluarga kakeknya pernah ada yang mengalami kasus serupa seperti anaknya. Paman dari kakek ibunya pernah mengalami hal tersebut.
c.       Orang tua menyatakan tidak terlalu memperdulikan anaknya yang memiliki payudara agak besar, karena si anak juga memiliki jakun layaknya seorang laki-laki

Sex ambiguity


Anak terlahir dg alat kelamin ambigu/tdk jelas


Perkembangan genitalia terganggu


Organ genitalia tdk spesifik saat dewasa


Gangguan citra tubuh
Gangguan Citra Tubuh
2DO :
a.       Saat ini klien dinyatakan sebagai seorang laki-laki
b.      Klien memakai pakaian seperti laki-laki saat datang kerumah sakit
c.       Suara dan perilaku klien nampak seperti wanita
DS :
a.       Orangtuanya menyatakan bahwa sering memanja anaknya layaknya wanita karena dia adalah anak tunggal
b.      Klien menyatakan bahwa payudaranya semakin membesar

Sex ambiguity


Anak terlahir dg alat kelamin ambigu/tdk jelas


Gangguan identitas personal

Gangguan identitas personal
3DO :
a.      Klien terlihat tidak percaya diri ketika mengungkapkan keinginannya
b.      Adanya perbedaan keinginan antara klien dan orang tuanya
DS :
a.       Klien menyatakan ia tidak memiliki teman dekat di sekolahnya.
b.      Klien tidak ingin masuk sekolah karena malu akan keadaannya saat ini.

Sex ambiguity

Anak terlahir dg alat kelamin ambigu/tdk jelas


Perkembangan genitalia terganggu


Organ genitalia tdk spesifik saat dewasa






Kehilangan kepercayaan diri


Harga diri rendah
Harga diri rendah

3.3  Diagnosa Keperawatan
1.    Gangguan citra tubuh b.d persepsi tidak nyata terhadap penampilan sekunder : efek dari penampilan
2.    Gangguan identitas personal b.d perkembangan neurologis gangguan atau disfungsi tumbuh kembang
3.    Harga diri rendah b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap kehilangan bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh




3.4        Intervensi & Rasional
Gangguan citra tubuh b.d persepsi tidak nyata terhadap penampilan sekunder : efek dari penampilan
Tujuan             : Klien akan mengimplementasikan mekanisme koping baru dan memberikan persepsi posotof terhadap penampilan dan tubuhnya
Kriteria hasil    :
a.       Klien dapat mengidentifikasi kekuatan personal
b.      Klien dapat mengenali perubahan yang actual terhadap dirinya
c.       Klien menunjukkan penerimaan penampilan
d.      Bersikap realistic mengenai hubungan antara dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan.
IntervensiRasional
1.    Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh pasien

2.    Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien

3.    Membangun hubungan terapeutik perawat dengan klien
a.    Mendorong orang untuk mengungkapkan perasaan, terutama tentang cara pasien merasa, berpikir, atau pandangan terhadap dirinya.
b.    Anjurkan klien untuk mengakui perasaan kesedihan, ketakutan, dan ketergantungan; mengajarkan strategi menghadapi emosi
c.    Kaji sistem kepercayaan (misalnya, apakah hukuman rasa sakit, penderitaan, kehilangan)
d.   Mendorong klien untuk bertanya tentang masalah kesehatan, pengobatan, dan kemajuan prognosis
4.      Peningkatan Citra Tubuh (NIC)
a.       Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
b.      Tentukan apakah persepsi ketidaksukaan terhadap karakteristik fisik tertentu membuat disfungsi paralisis social bagi remaja dan kelompok resiko tinggi lainnya
c.       Tentukan apakah perubahan fisik saat ini telah dikaitkan kedalam citra tubuh pasien
5.    Anjurkan interaksi sosial
a.       Hindari overproteksit
b.      Mendorong gerakan bagi klien
c.       Membantu klien untuk menerima bantuan dari orang lain
d.      Dukungan keluarga untuk adaptasi klien
e.       Siapkan orang lain yang mendukung untuk perubahan fisik dan emosional klien

6.    Menyediakan intervensi khusus dalam situasi terpilih
a.       Ajarkan sumber daya masyarakat yang tersedia, jika diperlukan (misalnya, pusat kesehatan mental)

1.     Memudahkan perawat untuk mengetahui bagaimana persepsi klien saat berinteraksi mengenai penampilan pasien

2.     Mengetahui intervensi selanjutnya yang akan perawat lakukan kepada pasien

3.     Sering kontak dengan perawat menunjukkan penerimaan dan dapat memfasilitasi kepercayaan. Klien mungkin ragu – ragu untuk mendekati perawat karena konsep dari negatif, perawat harus menjangkau






4.     Membantu pasien untuk meningkatkan persepsi sadar terhadap kondisi pasien saat ini










5.     Interaksi sosial dapat menegaskan kembali bahwa orang tersebut dapat diterima dan bahwa sistem dukungan sebelumnya masih utuh. Isolasi dapat meningkatkan perasaan bersalah, ketakutan dan malu.




6.     Konseling profesional diindikasikan untuk klien dengan kekuatan ego yang buruk dan tidak memadai mengatasi sumber daya. Peningkatan interaksi sosial melalui keterlibatan dalam kelompok memungkinkan seseorang untuk menerima dan sosial stimulasi intelektual yg meningkatkan harga diri.


2.      Gangguan identitas personal b.d perkembangan neurologis gangguan atau disfungsi tumbuh kembang
Tujuan             : Pasien dapat mengidentifikasi kekuatan personal dan mempertahankan hubungan interpersonal yang dekat
Kriteria Hasil   :
a.       Pasien dapat meningkatkan penilaian personalterhadap dirinya sendiri
b.      Mengungkapkan secara verbal kejelasan tentang identitas personal dirinya sendiri
c.       Memperlihatkan kesesuaian perilaku verbal dan nonverbal mengenai dirinya sendiri
IntervensiRasional
1.      Membantu pasien untuk menghilangkan perilaku melukai dirinya sendiri

2.      Peningkatan harga diri (NIC) :
a.       Pantau pernyataan pasien tentang dirinya
b.      Nilai apakah pasien percaya diri terhadap penilaiannya
c.       Pantau frekuensi ungkapan verbal yang negative terhadap dirinya sendiri
3.      Dorong pasien untuk mengungkapkan secara verbal konsekuensi dari perubahan fisik dan emosi yang mempengaruhi hubungan personal
4.      Dorong pasien dan keluarga untuk menyalurkan perasaan mereka

5.      Berikan perawatan dengan sikap yang tidak menghakimi, mempertahankan privasi dan martabat pasien

6.      Kolaboratif : minta konsultasi kepada psikiatrik
1.      Jika pasien tidak dapat mengontrol emosi dengan baik, hal itu bisa berdampak buruk terhadap dirinya sendiri
2.      Menilai dan mengukur respon verbal pasien terhadap kondisinya saat ini





3.      Menilai dan mengukur respon verbal pasien terhadap kondisinya saat ini

4.      Membantu untuk mengurangi beban pasien serta pasien dapat merasa berharga di lingkungannya

5.      Menghormati pasien apapun kondisi pasien saat ini

6.      Lebih menekankan pada respn psikis pasien agar lebih baik lagi

3.    Harga diri rendah b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap kehilangan bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh
Tujuan             :   Pasien akan mengekspresikan pandangan positif untuk masa depannya
Kriteria hasil :
a.       Pasien dapat mengenail kekuatan diri
b.      Berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tentang rencana asuhan
c.       Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal
d.      Meningkatnya rasa percaya diri pada dirinya sendiri
IntervensiRasional
1.      Peningkatan harga diri (NIC):
a.       Pantau pernyataan pasien tentang harga diri
b.      Tentukan rasa percaya diri paisen dalam penilaian dirinya sendiri

2.      Ajarkan keterampilan untuk bersikap positif melalui bermain peran dan diskusi

3.      Membantu klien untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan


4.      Membantu klien untuk mengidentifikasi positif dirinya

5.      Membantu mengidentifikasi distorsi kognitif yang meningkatkan penilaian negatif terhadap diri sendiri
1.      Penerimaan diri dapat ditingkatkan dengan klarifikasi dari perasaan dan pikiran





2.      Mampu meningkatkan sikap positif dan perasaan harga diri pasien

3.      Penerimaan diri dapat ditingkatkan dengan klarifikasi dari perasaan dan pikiran

4.      Mampu meningkatkan perasaan harga diri klien

5.      Ini memperkuat distorsi kognitif negatif, persepsi yang tidak akurat tentang diri dan dunia






Web Of Caution Sex Ambiguity

                                                                                                                                             


DAFTAR PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia. 2012. Dari http://psks.lppm.uns.ac.id/2012/01/02/anatomi-dan-fisiologi-sistem-reproduksi-manusia/.html. Diakses pada 23 Maret 2014 pukul 09.39
Burns, Catherine E, et al. 2009. Pediatric Primary Case Fourth Ed. USA : Saunders Elsevier
Conte FA, Grumbach MM. Abnormalities of Sexual Determination & Differentiation. Dalam : Greenspan FS, Gardner DG, eds. Basic & Clinical Endocrinology. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2001; 511-46.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Faradz, Sultana. (2011). KELAMIN GANDA, penyakit atau penyimpangan gender?. Semarang : Tim Penyesuaian Kelamin RS Dr Kariadi.
Judarwanto, Widodo. 2012. Penanganan Terkini Genotalia Ambigua dan Intersxuality. Dari http://growupclinic.com/2012/05/06/penanganan-terkini-genitalia-ambigua-dan-intersexuality/ Diakses tanggal 01 april 2014 pukul 06.08
Kennedy E, John. 2012. Obstetric Imaging. Philadelphia: Elsevier Saunder
Susanto, Rudy, 2009. Ambiguous Genitalia Pada Bayi Baru Lahir. Fakultas Kedokteran UNDIP. Semarang
Syaifuddin. 2011. AMK. Anatomi Fisiologi Edisis 4.Jakarta : EGC
Vidal I, Gorduza DB, Haraux E, Gay CL, Chatelain P, Nicolino M, et al. Surgical options in disorders of sex development (dsd) with ambiguous genitalia. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. Apr 2010;24(2):311-24.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC



Demikianlah Artikel Sex Ambiguity

Sekianlah artikel Sex Ambiguity kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sex Ambiguity dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/08/sex-ambiguity.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar