Parkinson Disease

Parkinson Disease - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Parkinson Disease, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Parkinson Disease
link : Parkinson Disease

Baca juga


Parkinson Disease

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Definisi Parkinson

Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi degeneratif yang terutama mengenai jaras ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitter dopamin, dan karakteristiknya adalah trias yang terdiri dari: akinesia (hambatan gerakan), rigiditas, dan tremor (gerakan gemetar ke atas bawah, biasanya mengenai anggota gerak atas (Ginsberg, 2008).

Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit neurodegenerative yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan neurohormon pada system ekstrapiramidal otak (Tjay & Kirana, 2007).

Penyakit Parkinson adalah penyakit yang menyerang system saraf di otak yang berfungsi sebagai pengontrol pergerakan otot. Parkinson menyebakan gemetar, kerusakan otot, beberapa masalah koordinasi, dan keseimbangan badan, dan bahkan dapat mengakibatkan kesulitan berjalan.

Parkinson adalah penyakit tremor otot yang terjadi karena kadar dopamine yang rendah dalam ganglia dasar (basal ganglia) yang berfungsi untuk mengatur aktivitas motorik (Semiun, 2006).

Penyakit Parkinson merupakan suatu gangguan neurologis progsesif yang mengenai pusat otak yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan mengatur gerakan karateristik yang mucul berupa bradikinesia (perlambatan gerakan), tremor dan kekakuan otot (Smeltzer dan Bare, 2002).

2.2     Etiologi
Pada umumnya etiologi penyakit Parkinson ini tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini mempunyai kaitan dengan penurunan aktivitas inhibitor neuron dopaminergik dalam substansia nigra dan korpus striatum (bagian dari system ganglia basalis otak yang berfungsi untuk mengatur gerakan).

Penyebab Parkinson adalah karena degenerasi progresif dari sel-sel saraf dopaminers di otak, sehinga produksi Dopamin berkurang dan keseimbangan dalam ganglia basal terganggu karena system asetilkolin berkuasa. Peningkatan aktivitas kolinergik ini memperkuat rangsangan berlebih pada system saraf pusat yang menyebabkan gerakan yang tidak terkendali (tremor). Disamping itu terjadi pula kelisutan sel-sel yang membentuk neurohormon lain sehingga trdapat pula kekurangan yang kurang mencolok dari noradrenalin dan serotonin. Apa yang menyebabkan kerusakan sel-sel saraf tersebut masih belum diketahui.

Factor keturunan menurut perkiraan dewasa ini memegang peranan penting pada terjadinya Parkinson. Orang yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami Parkinson, memiliki risiko 3 kali lebih besar.
Berdasarkanetiologinya, dikenalbeberapajenispenyakit Parkinson yaitu :
  1. Parkinsonisme idiopatik
Secara  patologis ditemukan degenerasi di substansia nigra di lintasan dopaminergik nigro-striatal (dari substansia nigra ke nucleus kaudatus dan putamen). Deplesi dopamine di striatum menyebabkan aktivitas kolinergik yang berlebihan dan dapat  mengontribusikan gejala  parknson.
  1. Perkinsonisme akibat obat
Toksisitas (ESO) obat-obat tertentu dapat menimbulkan gejala parkinsonisme, antara lain:
  1. Butirofenon dan fenotiazin
Kedua obat tersebut dapat menghambat kerja reseptor dopamine
  1. Reseprin
Reseprin juga merupakan perangsang yang sangat efektif untuk timbulnya gejala parkinsonisme terutama pada penggunaan dalam dosis tinggi. Hal ini karena reseprin menyebabkan pengosongan simpanan transmitter dopamine.
  1. MPTP
Merupakan senyawa yang menyebabkan parkinsonisme menetap dan dapat menjadi fatal karena MPTP ini mendestruksi neuron dan dopaminergik pada system ekstrapiramidal.
  1. Lain-lain : neuroleptik, karbon monoksida, keracunan mangan dapat menimbulkan gejala parkinsonisme.

  1. Parkinson pascaensefalitis
  2. Parkinson pascastrok

2.3     Klasifikasi Parkinson
  1. Penyakit parkinson (parkinsonisme primer)
Meliputi 80% tipe parkinsonisme dengan awitan usia rata-rata 55 tahun dan lebih sering mengenai pria, dengan perbandingan pria : wanita 3 : 2
  1. Drug induced parkinsonism
Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin-D2 di korpus striatum (fenotiazine dan butirophenon) atau yang menurunkan produksi dopamin di korpus striatum (reserpin dan tetrabenazine)
  1. Sindrom hemiparkinson-hemiatrofi
Terdiri atas hemiparkinsonisme dan berkaitan dengan hemiatrofi tubuh ipsilateral atau hemiatrofi otak kontralateral dari sisi yang terkena parkinsonisme
  1. Parkinsonisme pascaensefalitis
Gejalanya mirip dengan parkinsonisme, tetapi pada penyakit ini sering disertai krisis okulogirik dan menyebabkan mata berdeviasi dengan posisi yang tetap selama beberapa menit sampai beberapa jam. Terdapat juga gangguan tingkah laku, tik, distonia, dan kelemahan okular
  1. 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine-induced parkinsonism (MPTP)
Penyakit ini disebabkan penyalahgunaan obat-obatan secara intravena dan menyerang pekerja laboratorium yang terpapar oleh toksin.
  1. Parkinsonisme vaskular
Hipertensi dapat mencetuskan penyakit ini. Gejala yang timbul adalah gangguan berjalan yang terjadi secara perlahan dan progresif. Tremor jarang terjadi.
  1. Cortical-basal ganglionic degeneration
Onsetnya perlahan dan biasanya unilateral, yang ditandai oleh rigiditas distonia pada lengan yang terkena. Gejalanya terdiri dari apraksia, perasaan aneh pada tungkai, hilang sensibilitas, reflek mioklonus dan tremor
  1. Parkinson-dementia-amyotrophic lateral sclerotic complex of Guam
Adanya massa neurofibril pada neuron yang mengalami degenerasi dapat ditemukan pada pemeriksaan patologi.
  1. Sindrom parkinson-demensia lain
Terjadi pada 15-20% kasus. Insiden demensia meningkat seiring bertambahnya usia, dan meningkatkan angka kematian.
  1. Multiple System Atrophy
MSA terdiri dari 4 sindrom, yaitu degenerasi striatonigral, sindrom shy-danger, atrofi alivopontoserebral, dan sindrom amiotrofi parkinsonisme. Gejalanya adalah parkinson tanpa tremor. Respons terhadap levodopa kurang, kareno neuron striatal yang berisi reseptor dopamin hilang. Pengobatan sampai batas dosis toleransi atau hingga 2 g/hari dengan karbidopa. Dapat juga digunakan antikolinergik (Dewanto, 2009)

2.4     Manifestasi Klinis
Pada tahun 1817, James Parkinson memberikan beberapa gambaran klinis utama yang sekarang dikenal sebagai enam tanda-tanda kardinal penderita penyakit Parkinson, yaitu :
  1. Resting tremor
  2. Rigiditas
  3. Bradikinesia-hipokinesia
  4. Flesed posture
  5. Hilangnya refleks posutral
  6. Freezing phenomenon
Menurut Corwin, 2009 manifestasi klinis penyakit Parkinson (PD) antara lain :
  1. Tremor pada saat istirahat
  2. Mengeluarkan air liur dan disfagia (kesulitan menelan)
  3. Berjalan dengan kaki terseret, rigiditas otot, dan kekakuan
  4. Akinesia, yang dijeaskan sebagai tidak adanya gerakan, termasuk gerakan yang terlibat dalam ekspresi wajah dan gerakan volunter lainnya, menandakan penyakit
  5. Hilangnya refleks postural sehingga terjadi kehilangan keseimbangan dan kecenderungan untuk membungkuk menyebabkan postur bungkuk berlebihan tipikal yang terlihat pada pasien penyakit parkinson

2.5     Patofisiologi
Parkinsonisme adalah suatu  sindrom yang ditandai  dengan tremor ritmis, bradikinesia, kekakuan  otot,  dan hilangnya refleks tubuh. Gangguan gerakan  terutama terjadi akibat defek pada jalur dopaminergic (penghasil dopamin) yang menghubungkan substansi nigra dengan korpus striatum (nukleus kaudatus dan lentikularis). Ganglia basalis merupakan bagian dari sistem ekstra piramidal yang mempengaruhi awal, modulasi, dan akhir pergerakan dan mengatur gerakan automatis.

Parkinsonisme adalah gangguan yang paling sering melibatkan sistem ekstrapiramidal, dan beberapa penyebab lain. Sangat banyak kasus besar yang tidak diketahui sebabnya atau bersifat idiopatik. Parkinsonisme idiopatik mengarah pada penyakit Parkinson (Parkinson Disease) atau agitasi paralisis. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang berkembang lambat pada usia pertengahan dan lanjut, dengan awitan biasanya setelah usia 60 tahun. Tidak terdapat penyebab genetic yang jelas dan tidak diketahui obatnya.

Lesi utama tampak menyebabkan hilangnya neuron pigmen, terutama neuron di dalam substansia nigra pada otak. Substansia nigra merupakan kumpulan nucleus otak tengah yang memproyeksikan serabut-serabut korpus striatum (Muttaqin, 2008).

Gejala parkinson derajat yang lebih ringan atau yang lebih berat, menyertai beberapa keadaan lain yang secara structural merusak jalur negro striatalnatau dan mengganggu kerja dopamine dalam ganglia basalis. Parkinsonisme pasca ensefalik adalah gejala sisa ensefalitis (penyakit von economo), penelitian mengindikasikan bahwa virus influenza A yang bertanggungjawab terhadap penyakit parkinsonisme akibat obat dapat merupakan efek samping obat-obatan psikotik tertentu seperti fenotiazin dan butirofenon (penyekat reseptor dopamine pasca asinaptik). Penyekat reseptor dopamine jenis lainnya itu meto klopramid (berguna untuk gangguan gastroentestinal) dapat juga menyebabkan parkinsonisme. Reserpin (suatu obat anti hipertensi) mengurangi dopamine prasinaptik yang kadang-kadang membangkitkan parkinsonisme. Parkinsonisme akibat obat biasanya reversible bila obat-obat tersebut dihentikan, walaupun beberapa pasien tetap merasakan gejala untuk beberapa minggu atau tahun. Penggunaan obat terlarang seperti 1-metil-4fenil-1,2,3,6-tetrahidropin (MPTP), menyebabkan parkinsonisme dengan merusak neuron dopaminergic substansi nigra secara selektif. Parkinsonisme juga berkaitan keracunan logam berat (timah, mangan, merkuri) dan karbon monoksida.

Salah satu neurotransmiter mayor di daerah otak ini dan bagian-bagian lain pada system persarafan pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat gerakan pada pusat control gerakan. Walaupun dopamine normalnya ada dalam konsentrasi tinggi di bagian-bagian otak tertentu, pada penyakit parkinson dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum. Penipisan kadar dopamine dalam basal ganglia berhubungan dengan adanya bradikinesia, kekakuan dan tremor. Aliran darah serebral regional menurun pada klien dengan penyakit Parkinson, dan ada kejadian demensia yang tinggi. Data patologik dan biokimia menunjukkan bahwa klien demensia dengan penyakit Parkinson mengalami penyakit penyerta Alzheimer.

Perubahan patologis mayor pada penyakit parkinson adalah hilangnya neuron berisi dopamine dalam substansi nigra dan nucleus berpigmen lainnya. Banyak sisa neuron lain yang berisi badan lewy (termasuk sitoplasmik eosinofilik). Hilangnya neuron berisi dopamine dalam substansi nigra menyebabkan sangat menurunnya dopamine dalam saraf terminal traktusnogrostriatal. Penurunan dopamine dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan normal antara neurotransmitter dopamine (penghambat) dan asetilkolin (pembangkit) dan mendasari sebagian besar penyakit parkinson.

Walaupun perubahan patologis ini sudah banyak diketahui, pertanyaan mendasar mengenai apa yang memicu perubahan patologis nigro striatal dan perubahan neuro kimia yang terjadi dalam waktu bersamaan tetap tidak diketahui. Tidak ada bukti meyakinkan yang mendukung pathogenesis virus. Penemuan tersebut bahwa MPTP (1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetra hydro pyridine-induced parkinsonisme), yaitu suatu derivate meperidin yang menyebabkan parkinsonisme yang secara klinis tidak bisa dibedakan dengan penyakit parkinson idiopatik, telah membangkitkan dimulainya ketertarikan dalam toksik eksogen. Agen-agentoksik yang mungkin seperti sianida dalam air bersih dan peptisida agricultural, telah diajukan namun belum dikonfirmasi lagi. Keterlibatan genetic juga dapat berperan penting, seperti dugaan dalam identifikasi mutasi gen yang sering disebut “alfasi nuklein” pada beberapa anggota keluarga italia yang terinfeksi selama tahun 1980. Penemuan itu tidak didukung oleh studi tahun 1990 pada pria kembar yang terdaftar dalam militer AS sewaktu perang dunia II, Namun, banyak diduga bahwa faktor herediter mempengaruhi perkembangan penyakit parkinson, terutama pada usia muda (Institut Parkinson, 2000).

Pada kebanyakan klien, penyebab penyakit tersebut tidak diketahui. Parkinsonisme arteriosklerotik terlihat lebih sering pada kelompok usia  lanjut. Kondisi ini menyertai ensefalitis, keracunan, atau toksisitas (mangan, karbonmonoksida), hipoksia  atau dapat akibat pengaruh obat. Krisis oligurik: menyertai parkinsonisme jenis pasca-ensefalitis, spasme otot-otot konjugasi mata, mata terfiksasi biasanya keatas, selama beberapa menit sampai beberapa jam, sekarang jarang ditemukan karena semakin sedikit klien dengan tipe Parkinsonisme ini yang masih hidup.




2.6     WOC (Web Of Caution)

2.7     Pemeriksaan Diagnostik
  1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson. Apabila tidak ada tanda biologis yang spesifik tentang penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson dapat ditegakkan dengan otopsi.
  1. Neuroimaging
  1. Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
MRI merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit Alzheimer. Pada  sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.
  1. Positron Emission Tomography ( PET)
Ini merupakan teknik imaging yang digunakan melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala , penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit , maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.
  1. Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Ini adalah salah satu teknik yang digunakan untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123] beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.

  1. Komplikasi
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu      :
  1. Demensia
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Dimensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Demensia adalah gangguan global fungsi kognitif dengan tingkat kesadaran yang normal, berbeda dengan acute confusional state dimana tingkat kesadarannya terganggu (Patrick, 2006).
  1. Aspirasi
  2. Trauma karena jatuh.

  1. Terapi
Penanganan ditujukan pada memperbaiki atau memelihara keadaan fisik agar pasien dapat berfungsi mandiri selama mungkin. Untuk ini perlu dilakukan latihan fisioterapi yang berperan penting dalam mendukung medikasi. Di samping itu, bantuan psikis juga sangat berguna. (Tjay, Hoan Tan & Kirana Rahardja, 2007)

Terapi untuk penyakit parkinson :(Stringer, Janet L. 2008). Tujuan terapi adalah memperbaiki ketidakseimbangan neuron-neuron kolinergik dalam striatum.
  1. Terapi penggantian DA

  • Levodopa (L-Dopa) merupakan suatu prekursor metabolik DA yang menembus sawar darah otak. L-dopa ini diperlukan dalam dosis besar karena sejumlah besar obat ini mengalami dekarboksilasi menjadi DA di perifer. Semua DA yang menyebar di perifer ini menyebabkan efek samping.
  • Karbidopa adalah suatu inhibitor DA dekarboksilase yang tidak menembus sawar darah otak. Obat ini mengurangi metabolisme L-Dopa di perifer sehingga meningkatkan jumlah L-Dopa yang mencapai otak. Karbidopa dan L-Dopa saat ini dikombinasikan. Kombinasi ini merupakan contoh utama interaksi obat menguntungkan yang rasional didasarkan pada mekanisme kerja kedua obat. Efek samping L-Dopa dan karbidopa terkait dengan DA yang dihasilkan melalui dekarboksilasi perifer.
  • Selegilin (dikenal juga sebagai deprenil) merupakan suatu inhibitor MAO-B, enzim yang memetabolisme DA dalam sistem saraf pusat (SSP). Inhibisi monoamin oksidase (MAO)-B memperlambat pemecahan DA sehingga DA tetap berasa di sekitar reseptor DA pada neuron kolinergik untuk waktu yang lebih lama.
  • Amantadin adalah obat antiviral yang efektif untuk pengobatan influenza. Obat ini meningkatkan sintesis, pelepasan, dan ambilan kembali DA dari neuron-neuron dalam substansia nigra yang bertahan hidup sehingga dapat juga digunakan untuk terapi penyakit parkinson.
  1. Terapi agonis DA
Agonis DA dapat digunakan untuk pengobatan penyakit parkinson karena meskipun neuron-neuron yang melepaskan DA menghilang, reseptor DA pascasinaps tetap ada dan berfungsi. Oleh karena itu, pemberian agonis DA untuk merangsang reseptor-reseptor ini akan memperbaiki keseimbangan inhibisi dan eksitasi dalam ganglia basal.
Peran utama obat-obat ini adalah sebagai kombinasi dengan L-Dopa dan karbidopa untuk pengobatan penyakit parkinson awal. Agonis DA yang digunakan untuk pengobatan penyakit parkinson mencakup bromokriptin, pergolid, pramipeksol, dan ropinirol.
  1. Terapi antikolinergik
Triheksifenidil, benztropin, dan biperiden adalah antagonis muskarinik yang digunakan untuk pengobatan penyakit parkinson. Efek samping obat-obat ini mencakup mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan kebingungan.

  1. Penatalaksanaan
Obat dopaminergik (L-dopa) atau antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi gejala. Selain itu, transplantasi sel dari ganglia basalis atau medula adrenal (tempat lain pembentukan dopamin) janin ke otak pasien penyakit parkinson telah berhasil pada beberapa penelitian (Corwin, 2009)

Penatalaksanaan umumnya adalah memberikan edukasi, penunjang (suportif), latihan fisik, dan nutrisi. Pemberian medikamentosa mulai diberikan saat pasien merasa terganggu dengan gejala yang ada (George Dewanto et al, 2009)

Terapi Okupasi
Okupasi terapi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris “occupational therapy” yang terdiri 2 kata: “occupation” dan “therapy”. Occupation berarti suatu aktivitas yang melibatkan seseorang atau pekerjaan utama dalam kehidupan seseorang. Menurut World Federation of Occupational Therapists (2012), okupasi terapi merupakan profesi kesehatan yang berfokus untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui okupasi.

Usia lanjut secara normal merupakan masa penurunan kemampuan seseorang. Akibat dari penurunan kemampuan tersebut maka tidak sedikit penyakit yang menyerang. Penanganan okupasi terapi pada area ini memungkinkan lansia melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri dan mengurangi ketergantungan mereka terhadap lingkungan sekitarnya.

Peran okupasi terapi pada usia lanjut yaitu bagaimana para lansia ini mampu mempertahankan kemampuan yang masih ada. Okupasi terapi menangani berbagai aspek pada lansia: fisik, kognitif, dan psikososial. Kondisi pada lansia yang membutuhkan penanganan okupasi terapi seperti alzeimer, osteoporosis, atau parkinson.

Pelayanan okupasi terapi pada lansia antara lain:
  1. Memodifikasi lingkungan rumah untuk mencegah kemungkinan jatuh.
  2. membantu lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
  3. melatih lansia cara menggunakan alat transportasi umum.
Berikut ini adalah program-program yang ditujukan bagi pada pasien dengan Penyakit Parkinson:
  1.  Program Fisioterapi
Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :
  1. Aktivitas di tepat tidur : Positioning, alih baring, latihan pasif&aktif lingkup gerak sendi
  2. Mobilisasi : Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (mandi, makan, berpakaian, dll)
  1. Program Okupasiterapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi.
  1. Program Ortotik-prostetik
Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll.
  1.  Program Terapi Wicara
Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll
  1.  Program Sosial-Medik
Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll
  1. Program Psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.






BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1     Pengkajian
  1. Anamnesis
Meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial.
  1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada usia 50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak pada laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis
  1. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot, dan hilangnya refleks postural
  1. Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis klien sering mengeluahkan adanya tremor, sering kali pada salah satu tangan dan lengan, kemudian ke bagian yang lain, dan akhirnya bagian kepala, walaupun tremor ini tetap unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa: lambat, gerakan membalik (pronasi-supinasi) pada lengan bawah dan telapak tangan, serta gerakan ibu jari terhadap jari-jari seolah-olah memutar sebuah pil di antara jari-jari. Keadaan ini meningkat jika klien sedang berkonsentrasi atau merasa cemas dan muncul pada saat klien istirahat
Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada sensasi wajah, sikap tubuh, dan gaya berjalan. Adanya keluhan rigiditas deserebrasi, berkeringat, kulit berminyak dan sering menderita dermatitis peboroik, sulit menelan, konstipasi, serta gangguan kandung kemih yang diperberat oleh obat-obat antikolinergik dan hipertrofi prostat
  1. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penyakit Wilson atau penyakit neurologis lain, keracunan karbon monoksida, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, dan penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama.
  1. Riwayat penyakit keluarga
Walaupun penyakit Parkinson tidak ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas tetapi pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat memepercepat progresifnya penyakit.
  1. Obat-obatan
Pengkajian dapat dilakukan pada klien terhadap konsumsi obat sebelumnya. Pernahkah diberi obat antidopaminergik, seperti neuroleptik? Pernahkah klien mendapat terapi dengan, misalnya, levodopa? Bagaimana responsnya? Apakah perbaikan bervariasi seiring waktu setelah pemberian obat? Adakah manifestasi efek samping obat (misalnya diskinesia, atau bingung)?
  1. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadapa penyakit yanng dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Parkinson adalah tanda depresi. Manifestasi mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi, dan penurunan memori (ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian, psikosis, demensia, konfusi akut) umumnya terjadi pada lansia.
  1. Pemeriksaan Fisik
Klien dengan penyakit Parkinson umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan memeriksa wajah, potur, dan cara berjalan klien.


3.2 Diagnosis Keperawatan  (Batticaca, 2008)
  1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan bradikinesia, rigiditas otot, dan tremor.
  2. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan, kehilangan control otot/koordinasi.
  3. Gangguan eliminasi alvi ( konstipasi ) yang berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktivitas.
  4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan : menggerakkan makanan, mengunyah, dan menelan.
  5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah.

3.3     Intervensi Keperawatan
  1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan bradikinesia, rigiditas otot, dan tremor.
DS : Klien mengatakan sulit melakukan kegiatan.
DO : Tremor saat beraktivitas.
Tujuan : Meningkatkan mobilitas.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan selama 1 bulan, pasien dapat melakukan aktivitas ringan minimal duduk atau mampu memegang benda-benda di sekitarnya.
Intervensi :
  1. Bantu klien melakukan olahraga setiap hari seperti berjalan-jalan di taman.
  2. Mandikan klien dengan air hangat dan lakukan pengurutan untuk membantu relaksasi otot.
  3. Instruksikan klien untuk istirahat secara teratur untuk menghindari kelemahan.
  4. Ajarkan untuk melakukan olahraga  postural dan teknik berjalan untuk mengurangi kekakuan saat berjalan dan kemungkinan belajar terus.
  5. Buat klien mengangkat tangan dengan kesadaran, mengangkat kaki saat berjalan, menggunakan sepatu untuk berjalan, dan berjalan dengan langkah memanjang.
  6. Beritahu klien berjalan mengikuti irama musik untuk membantu memperbaiki sensorik.
  7. Evaluasi : klien mengikuti sesi terapi fisik, melakukan terapi wajah 10 menit 2 kali sehari.
  1. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan, kehilangan control otot/koordinasi.
Tujuan                  : Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri.
Kriteria hasil        : Setelah dilakukan perawatan selama 1 bulan pasien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri minimal mau menggosok gigi.
Intervensi (NIC)  :
  1. Menganjurkan pasien untuk membersihkan tubuh (mandi).
  2. Menganjurkan pasien untuk rutin melakukan hygiene oral (gosok gigi) setiap hari 2 kali dan mengganti pakaian setiap hari.
  3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga bagaimana cara alternatif untuk mandi dan hygiene oral (gosok gigi).
  4. Dukung kemandirian pasien dalam melakukan mandi dan hygiene oral serta memakai pakaian sendiri, bantu pasien hanya jika diperlukan.
  1. Gangguan eliminasi alvi ( konstipasi ) yang berhubungan dengan medikasi dan penurunan aktivitas.
Tujuan                  : Konstipasi berkurang dan pola eliminasi alvi kembali normal.
Kriteria hasil        : Setelah dilakukan perawatan 1 bulan, pasien dapat menunjukkan pola defekasi yang teratur dengan konsistensi feses yang lunak (tidak keras).
Intervensi             :
  1. Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.
  2. Monitor intake dan pengeluaran cairan pada pasien.
  3. Ajarkan pasien untuk melakukan terapi mobilitas fisik seperti miring kanan, dan miring kiri.
  4. Bila perlu lakukan konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan intake serat dan cairan dalam diet pasien.
  5. Monitor pola defekasi pasien setiap hari.
  1. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan : menggerakkan makanan, mengunyah, dan menelan.
DS : klien mengatakan sulit makan, berat badan berkurang.
DO : kurus, berat badan <20 % berat badan ideal, pucat, konjungtiva dan membran mukosa pucat.
Tujuan : Mengoptimalkan status nutrisi.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan selama 1 bulan, pasien dapat menelan makanan dan tidak ada penurunan berat badan.
Intervensi :
  1. Ajarkan klien untuk berpikir saat menelan – menutup bibir dan gigi bersama-sama, mengangkat lidah dengan makanan di atasnya, kemudian menggerakkan lidah ke belakang dan menelan sambil mengangkat kepala ke belakang.
  2. Instruksikan klien untuk mengunyah dan menelan menggunakan kedua dinding mulut.
  3. Beritahu klien untuk mengontrol akumulasi saliva secara sadar dengan memegang kepala dan menelan secara periodik (bertahap).
  4. Berikan rasa aman pada klien, makan dengan stabil dan menggunakan peralatan.
  5. Anjurkan makan dalam porsi kecil dan tambahkan makanan selingan (snack).
  6. Monitor berat badan.
  1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah.
DS : klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam berbicara.
DO : a. Kata-kata sulit dipahami, b. Pelo, c. Wajah kaku.
Tujuan : Memaksimalkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi :
  1. Jaga komplikasi pengobatan
  2. Rujuk ke terapi wicara.
  3. Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metode bernapas untuk memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
  1. Napas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernapas.
  2. Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara untuk memonitor kemajuan.


DAFTAR PUSTAKA

Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku ed.3. Jakarta : EGC.
Davey Patrick. 2006. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga
Batticaca, Fransisca B.  2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakata : Salemba Medika.
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi edisi 8. Jakarta : EMS
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance : Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga.
National Parkinson Foundation. 2014. http://www.parkinson.org/parkinson-s-disease/diagnosis/how-does-your-doctor-make-a-penyakit parkinson-diagnosis-. diakses pada tanggal 12 Maret 2014 pukul 19.15
Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
President and Fellows of Harvard College. 2014. Parkinson’s Disease. http://www.neurodiscovery.harvard.edu/index.php diakses pada Kamis, 13 Maret 2014 pukul 20.01
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Pangakalan ide. 2010. Imunisasi Mental Untuk Bangkitkan Optimisme. Jakarta : Gramedia
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius
Stringer, Janet L. 2008. Konsep dasar farmakologi : panduan untuk mahasiswa Edisi 3. Jakarta. EGC


Demikianlah Artikel Parkinson Disease

Sekianlah artikel Parkinson Disease kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Parkinson Disease dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/08/parkinson-disease.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar