Hernia Diskus Intervertebralis

Hernia Diskus Intervertebralis - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hernia Diskus Intervertebralis, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Hernia Diskus Intervertebralis
link : Hernia Diskus Intervertebralis

Baca juga


Hernia Diskus Intervertebralis


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
  1. Anatomi tulang belakang
Tulang belakang (Columna Vertebralis) adalah pilar yang kuat, melengkung dan dapat bergerak yang menopang tengkorak, dinding, dan ekstermitas atas, menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan melindungi medulla spinalis. Tulang belakang terdiri dari sejumlah vertebra, yang dihubungkan oleh discus intevertebralis dan beberapa ligamentum. Setiap vertebra terdiri dari tulang spongiosa yang terisi dengan sumsum tulang merah dan dilapisi oleh selapis tipis tulang padat. (Gibson, 2003)
Panjang columna vertebralis kurang lebih sama pada semua orang pada tinggi rata-rata: 70 cm untuk laki-laki, 60 cm untuk wanita. Discus intevertebralis membentuk sekitar sepertila dari total tinggi badan.
 Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola umum. Vertebra tipikal menunjukkan:
  1. Corpus: lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan bawah
  2. Arcus vertebra terdiri dari
  1. Pediculus dibagian depan: bagian tulang yang berjalan ke arah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intevertebrale.
  2. Lamina di bagian belakang: bagian tulang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan.
  3. Foramen vertebrale: lubang besar yang dibatasi oleh corpus di bagian depan, pediculus dibagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang.
  4. Foramen intevertebrale: lubang pada samping, di antara dua vertebra yang berdekatan, dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
  5. Pocessus articularis superior dan inferior: membentuk persendian dengan processus yang dama pada vertebra di atas dan di bawahnya.
  6. Pocessus transversus: bagian tulang yang menonjol ke laperal
  7. Spina: penonjolan yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
  8. Discus intervertebralis adalah cakram yang melekat pada permukaan corpus dua vertebrae yang berdekatan; terdiri dari anulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang menganding sedikit serat dan tertutup di dalam anulus fibrosus


Kolumna vertebralis terdiri dari serangkaian sendi di antara korpus vertebrae yang berdekatan, sendi lengkung vertebra, sendi kostovertebra, dan sendi sakroiliaka. Di antara dua korpus vertebra yang berdekatan, mulai vertebra sevikalis II (C2) hingga vertebra sakralis, terdapat diskus intevertebralis. Diskus ini terdiri dari dua bagian utama yaitu nukleus pulposus dibagian tengah dan anulus fibrosus yang mengelilinginya. Diskus dipisahkan dari tulang atas dan tulang bawah oleh dua lempeng tulang rawan hialin yang tipis. (Price&Wilson, 2006)


   

2.2 Definisi
Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah ketika nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek. HNP menrupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intevertebralis. (Muttaqin, 2008)

Herniasi diskus intervertebralis (prolaps diskus intervertebralis) adalah suatu kondisi medis yang mempengaruhi tulang belakang yang terjadi karena kerobekan pada lapisan terluar yaitu annulus fibrosus dari diskus intervertebralis yang menyebebkan nucleus pulposus  mendesak keluar dari lapisan luar yang rusak. kerobekan pada cincin diskus ini dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi kimiawi yang secara langsung dapat menyebabkan sakit parah, bahkan tanpa adanya kompresi akar saraf. (Magee, 2014)



                                            
Lokasi terjadi diskus intevertebralis
  1. Hernia Lumbosacralis
Mayoritas kasus herniasi diskus tulang belakang terjadi di daerah pinggang/lumbal (95% di L4-L5 atau L5-S1). Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. (Magee, 2014)
  1. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
  1. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia.Daerah thoraks menyumbang hanya 0,15% sampai 4,0% dari kasus. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
  1. Etiologi
HNP terjadi saat seluruh atau sebagian dari nukleus pulposus (an intervertebral disk’s gelatinous center) keluar melalui diskus yang lemah atau anulus fibrous yang terobek. Hasil dari tekanan yang diberikan pada akar saraf tulang belakang atau pada ruas-ruas tulang belakangnya sendiri yang menyebabkan adanya nyeri punggung dan gejala iritasi akar saraf.

Herniasi nukleus pulposus bisa dimungkinkan terjadi karena berbagai macam mekanisme dan patofisiologi. Trauma jaringan meliputi inflamasi dan spasme, berkontribusi dalam derajat rasa nyeri.
Perubahan otot-otot karena penuaan yag dapat mencetuskan timbulnya low back pain termasuk adanya penurunan ukuran dan jumlah sel-sel otot dan kapiler, diameter serabut-serabut otot yag berkurang dan masa otot yang berkurang. Beberapa hal juga berkontribusi timbulnya HNP (Hernia Nukleus Pulposus) antara lain penyimpanan lemak yag bertambah, kehilangan elastisitas jaringan dan bertambahnya kolagen.Penyakit diskus degeneratif akibat dari fibrosis dan penipisan nucleus pulposus yang dihubungkan dengan penuaan. 

Spinal stenosis yang mana dapat terjadi pada usia tengah dan orang dewasa dengan penyempitan kanal spinal. Penekanan pada akar saraf dapat menyebabkan nyeri dan klaudikasi neurogenik. (Eileen M. Crutchlow, 2002)

Herniasi diskus intervertebralis atau HNP paling umum terjadi pada dekade ketiga sampai keempat hidup manusia yang mana nukleus masih memiliki turgor air yang tinggi. Biomekanik skeletal, okupasi, dan gaya hidup merupakan faktor resiko yang berperan dalam perkembangan HNP. Gejala diskus herniasi lebih umumnya terjadi pada laki-laki dengan paparan kendaraan yang lama dan mereka yang sering menarik dan mengankat beban secara berulang. Ketidakseimbangan tulang belakang sagital, kehamilan, dan gaya hidup juga berkontribusi dalam resiko mengalami herniasi diskus. (Frank M. Philips, 2010)
  1. Klasifikasi
Menurut Kesumaningtyas (2009) HNP terbagi atas :
  1. HNP sentral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine
  2. HNP lateral. Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah antara pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagan lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas (ada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising) yaitumengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif). Valsava dan nafsingerakan memberikan hasil positif.

  1. Patofisiologi
Regio lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia; Schwartz,1998). Selain itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus disertai penekanan akar saraf spianalis. Umumnya herniasi paling besar kemungkinannya terjadi di daerah kolumna vertebralis tempat terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan servikotorakalis).

Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal diantar ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau Lumbal ke V ke sacral pertama (L5 ke S1). Arah tersering herniasi bahan nucleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi akar saraf S1 daripada L5 seperti yang diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan akar saraf L5.

Herniasi diskus servikalis, walaupun lebih jarang bila dibandingkan dengan herniasi diskus lumbalis, biasanya mengenai satu dari tiga akar servikalis. Herniasi diskus servikalis berpotensi menimbulkan kelainan serius, dan dapat terjadi kompresi medulla spinalis,bergantung pada arah penonjolan. Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akar dibawah ketinggian diskus. Dengan demikian, diskus C5 ke C6 menekan akar saraf C6, dan diskus C6 ke C7 mengenai akar C7 (Swartz,1998).

Pasien umumnya menceritakan riwayat serangan-serangan nyeri transien dan berkurangnya mobilitas tulang belakang secar bertahap. Walaupun pasien cenderung mengaitkan masalahnya dengan kejadian mengangkat barang atau membungkuk, herniasi adalah suatu proses bertahap yag ditandai dengan serangan-serangan penekanan akar saraf (yang menimbulkan berbagai gejala dan periode penyesuaian anatomik).
  1. Manifestasi Klinis
Gejala klinis bergantung pada lokasi herniasi dan variasi anatomi individual. Tabel di bawah ini menyajikan ringkasan gejala dan tanda yang paling sering dijumpai.

No
Lokasi Herniasi
Akar saraf yang terkena
Nyeri
Kelemahan Otot
Parestesia
Atrofi
Refleks
1.L4 ke L5
L5
Di atas sendi sakroiliaka panggul, aspek lateral paha dan betis, aspek medial kaki (nyeri yang menyebar ke bawah panggul dan tungkai disebut skiatika)
Dapat menyebabkan kaki lunglai (footdrop), kesulitan dorsifleksi kaki dan/atau jempol kaki; kesulitan berjalan dengan tumitTungkai lateral, bagian distal kaki, di antara jari kaki pertama dan kedua (lihat Gambar 5. Peta Dermatom)Tidak bermaknaBiasanya tidak bermakna; refleks lutut dan pergelangan kaki mungkin berkurang
2.L5 ke S1
S1
Di atas sendi sakroiliaka, bagian posterior seluruh tungkai sampai ke tumit, aspek lateral kakiDapat menyebabkan melemahnya fleksi plantar, abduksi jari kaki dan otot hamstring; kesulitan berjalan jinjitPertengahan betis dan aspek lateral kaki, termasuk jari kaki keempat dan kelima (lihat Gambar 5. Peta Dermatom)gastroknemiuspergelangan kaki mungkin berkurang atau hilang
3.C5 ke C6
C6
Nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan, dan lengan atasBisepsAspek radial lengan atas, jempol, dan telunjukTidak bermaknaRefleks biseps berkurang atau hilang














                                                                                                Gambar 5. Peta Dermatom


  1. Penatalaksanaan
  1. Terapi konservatif
  1. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak  boleh memakai pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutp dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

  1. Medikamentosa
  • Simptomatik
  1. Analgesic (salisilat,parasetamol),
  2. Kortikosteroid (prednisone,perdnisolon),
  3. Anti-inflamasi non-steroid (AINS) aeperti piroksikan,
  4. Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
  5. Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
  6. Kausal; Kolagenese
  • Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaaan yang lebih dalam ) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.
  1. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis.

  1. Rehabilitasi
  • Megupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
  • Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the activity of daily living).
  • Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya
  1. Pembedahan
Laminektomi dan fusi spinal adalah pembedahan kolumna vertebral paling umum dilakukan pada orang dewasa. Ini dilakukan untuk dekompresi medula spinalis atau saraf perifer, perbaikan vertebra tak stabil, dan anomali vaskular spinal.
Laminektomi meliputi pengangkatan fragmen-fragmen diskus intervertebralis terherniasi melalui insisi yang dibuat di atas vertebra yang sakit. Untuk mencegah adesi, potongan kecil dari jaringan lemak subkutan ditempatkan di atas dua meter yang dieksisi.
Pada fusi spinal, fragmen-fragmen tulang diambil dari krista iliaka pasien yang digunakan untuk penanaman vertebra bersama-sama untuk menghilangkan ketidakstabilan vertebra.
Prosedur pembedahan Laminektomi
Persiapan:
  1. Alat-alat disiapkan
  2. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
  3. Dipasang infus pada tangan kanan
  4. Dipasang DC
  5. Dipasang negatif plate pada kaki
  6. Klien dipasang monitor
  7. Pasien diposisikan pronasi
  8. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
Pelaksanaan operasi
  1. Klien diintubasi dengan ET No 7,5 kemudian dilakukan general anestesi
  2. Klien nafas spontan, RR 34 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4 liter/menit
  3. Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: diolesi aseton → hibitan 0,5 % → alkohol 79 % → betadin 10 % → diberikan anestesi lokal dengan lidokain 3 ampul + adrenalin Uuntuk mencegah perdarahan) →digambar untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi.
  4. Dipasang linen (doek biasa) pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya ditutup/dipasang doek lubang besar.
  5. Operasi dimulai dengan melakukan insisi pada daerah lumbal 4-5
  6. Dilakukan hemi laminortomi (memotong daerah tepi lumbal)
  7. Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan 150 cc.
  8. Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam tubuh klien.
  9. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
  10. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%
  11. Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
  12. Luka bekas operasi diolesi betadin → diberi sufratul → ditutup dengan kasa steril → diplester.
  13. Operasi selesai
  14. Mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
  15. Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR

Pascaoperasi
  1. Balutan kecil diatas insisi vertebra
  2. Invus IV
  3. Kateter Folley
Ambulasi sering dimulai pada hari pascaoperasi pertama setelah laminektomi; pada hari pascaoperasi kedua atau ketiga setelah fusi spinal. Pasien dengan fusi spinal harus menggunakan brace punggung sebelum turun dari tempat tidur.

Pasien dipertahankan tidur datar tetapi dapat disunakan log-roll untuk posisi miring. Makan dilakukan dengan bantuan pada posisi miring. Setelah ambulasi diiznkan, lepala tempat tidur dapat ditinggikan kira-kira 30-40 derajat untuk makan.
Bila turun dari tempat tidur, duduk dan berdiri dibatasi karena aktivitas-aktivitas ini menampakkan terlalu banyak stres di punggung.
Rata-rata waktu pemulihan setelah laminektomi kira-kira 4-6 minggu dan kira-kira tiga bulan setelah fusi spinal.

Konstipasi dapat menjadi masalah karena penurunan aktivitas fisik dan penggunaan obat nyeri kronis dan relaksan otot. Hal ini umum menemukan depresi pada nyeri punggung kronis. Sering nyeri mengakibatkan kehilangan kerja dan kerusakan penampilan fungsi peran di lingkungan rumah.
Komplikasi pascaoperasi utama adalah retensi urin, infeksi luka, dan kerusakan penanaman tulang (setelah fusi spinal) (Feingod. 1991).
  1. Penatalaksanaan nutrisi
Untuk merawat sendi sehat, kecukupan asupan vitamin setiap harinya sangat penting. Berbagai jenis vitamin yang mendukung sendi sehat adalah vitamin A, B, C, D, E, dan K. Secara umum, fungsi vitamin dalam menjaga kesehatan sendi adalah karena adanya aktivitas antioksidan dan aktivitasnya dalam berbagai reaksi kimia dalam tubuh.

Vitamin A, C, dan E berperan sebagai antioksidan yang mampu mencegah inflamasi maupun reaksi lain akibat adanya radikal bebas. Sebuah studi menyebutkan bahwa vitamin A berpotensi dalam pencegahan rheumatoid arthiritis. Sementara itu vitamin C diketahui baik untuk kesehatan sendi (Carr dan Balz Frei., 1999). Saat dikombinasikan dengan vitamin A dan E, vitamin C terbukti lebih efektif dalam aktivitasnya sebagai antioksidan. Berbagai vitamin ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alami dari alam seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

Vitamin D diperlukan untuk sendi sehat karena penyerapan kalsium membutuhkan vitamin D dalam jumlah yang cukup. Konsumsi makanan yang mengandung vitamin K juga penting. Sebuah studi menunjukkan bahwa kurangnya vitamin K dalam tubuh dapat meningkatkan risiko osteoarthiritis (Neogi, et al. 2006). Beberapa jenis vitamin B seperti vitamin B3, B5, dan B6 diperlukan oleh sendi untuk dapat berfungsi secara lebih optimal. Kecukupan berbagai vitamin ini dapat diperoleh dari sayuran hijau, telur, daging sapi, tuna, serta susu.
Omega-3
Omega-3 juga telah terbukti sangat baik untuk sendi yang sehat. Asam lemak Omega-3 dapat membentuk senyawa prostaglandin yang diketahui memiliki sifat anti-peradangan sehingga risiko nyeri sendi dapat dikurangi (Zainal, et al., 2009). Selain itu omega-3 juga diketahui dapat mempercepat penyembuhan ligament (jaringan ikat antara tulang dengan tulang) (Hankenson, et al. 2000). Makanan yang banyak mengandung omega-3 misalnya salmon, sardine, herring, kacang-kacangan, dan kedelai.

Glukosamin dan Kondroitin

Kombinasi suplemen glucosamine dan kondroitin dapat membantu mengurangi nyeri sendi serta mencegah kerusakan persendian, terutama pada penderita osteoarthritis. Glucosamine merupakan salah satu komponen penyusun tulang rawan dan minyak synovial (cairan sendi). Konsumsi glucosamine dapat meningkatkan volume minyak synovial sehingga dapat mencegah peradangan sendi (Huskisson, 2008., Fox and Stephens, 2007). Sementara itu, chondroitin merupakan komponen utama penyusun tulang rawan yang melapisi tulang dan sendi. Karena itulah, konsumsi chondroitin sangat baik untuk melapisi sendi sehingga mencegah osteoarthritis (Hardingham, 1998).
Kombinasi glucosamine dan chondroitin lebih efektif dalam mengurangi nyeri sendi dan memperbaiki fungsi sendi dibandingkan suplementasi hanya dengan glucosamine atau hanya dengan chondroitin. Karena itu, lebih disarankan menggunakan kombinasi keduanya dalam mencegah osteoarthritis (Huskisson, 2008., Fox and Stephens, 2007, Clegg, et.al. 2006).
Brokoli

Tidak hanya kaya antioksidan dan manfaatnya sebagai antikanker, studi terbaru juga menyebutkan manfaat lain brokoli untuk menjaga kesehatan sendi. Brokoli mengandung sulforaphane yang dapat menghambat kerja enzim dalam kerusakan sendi pada penderita osteoarthritis. Dengan demikian, brokoli memang berpotensi untuk membantu menjaga sendi yang sehat (University of East Anglia, 2010).

Bawah putih dan bawang Bombay

Bawang putih dan bawang bombay mengandung diallyl disulphide yang diketahui berpotensi untuk menurunkan kerja enzim yang dapat merusak tulang rawan sehingga kesehatan sendi tetap dapat terjaga. Studi terbaru menunjukkan bahwa konsumsi bawang putih dan bawang bombay dapat melindungi osteoarthritis pada pinggul (BMC Musculoskeletal Disorders, 2010).

Buah beri

Buah-buahan yang termasuk dalam kategori berries seperti anggur, blueberry, strawberry, dan cranberry mengandung senyawa flavonoids dan juga resveratrol sebagai antioksidan kuat yang memiliki berbagai manfaat untuk mendukung sendi sehat. Kedua senyawa tersebut mampu mencegah inflamasi dan berbagai reaksi oksidatif yang dapat membahayakan kesehatan sendi (Youdim, et al. 2002, Wang, et al. 2002).

Biji-bijian

Selain kaya akan serat, whole grains juga sangat baik untuk kesehatan sendi. Berdasarkan American Journal of Clinical Nutrition whole grains mengandung choline dan betaine sebagai turunannya yang dapat mencegah terjadinya inflamasi (Detopoulou, et al. 2002). Selain itu, whole grains juga kaya akan mineral Cu yang berperan sebagai kofaktor dari kerja enzim lysyl oxidase dalam menjaga kesehatan matriks sendi dan tulang (Rucker, et al. 1998).

Air putih dan susu

Secara umum, air memang sangat diperlukan untuk kebutuhan fungsional tubuh dan menyusun lebih dari 60% keseluruhan berat tubuh orang dewasa. Pelumas sendi atau yang dikenal sebagai cairan synovial sebagian besar terdiri dari air. Konsumsi air yang cukup sangat baik untuk membantu sistem bantalan sendi dan melumasi jarak antar sendi sehingga gesekan atau nyeri sendi dapat dihindari (Hills, Brian A. 2002). 20% kebutuhan air dapat dipenuhi dari makanan, akan tetapi 80% tetap diperoleh dari minuman. Untuk itulah perlu konsumsi 8 gelas air setiap hari untuk sendi yang sehat. Susu dan produk turunannya seperti keju dan yogurt tentunya merupakan sumber nutrisi sempurna untuk sendi yang sehat. Dengan berbagai manfaat vitamin dan mineral alami seperti kalsium, zinc, dan magnesium.

2.8    Komplikasi
a. Nyeri tulang belakang kronis
b. Cedera spinal cord  yang permanent
c. Kehilangan kemampuan motorik atau sensorik pada kaki
d. Penurunan fungsi pencernaan atau kandung kemih
e. Gangguan fungsi seksual
  1.  Web of Causation





BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1) Identitas ( Data Biografi)
Nama pasien          : Tn Y
Jenis Kelamin        : Pria
Umur                     :50 tahun
Suku / Bangsa       : Jawa, Indonesia
Agama                   : Islam
Pekerjaan               : pekerja tambang
Alamat                  : Surabaya
 2)  Keluhan utama :
klien mengeluh nyeri pada punggung bawah seperti disayat dan kemeng yang terus-menerus.

Riwayat penyakit sekarang :
Sebelum masuk rumahsakit 2 hari sebelumnya, klien mempunyai kebiasaan sering mengangkat beban berat dan duduk mengemudi dalam waktu yang lama, sehingga terjadi penurunan rentang gerak dari extremitas punggung bawah, nyeri akan menjadi hebat bila batuk, bersin atau membungkuk, sehingga klien saat initidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

3) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah menderita Tb tulang
4) Riwayat penyakit keluarga.
Herniasi diskus intervertebralis tidak diturunkan secara genetik.
      5) Pengkajian Psikososial
Pada umumnya klien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung ( faktor-faktor stres)

6) Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7) Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta  pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja. 

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta  adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
  1. Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
  2. Ekstensi ke belakang (back extension)  seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
  3. Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
  4. Lokasi dari HNP  biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
  5. Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan  pada kelainan neurologis:
  1. Pemeriksaan refleks
    1. Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
    2. Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
  1. Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.
3. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang sering mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. Diantaranya :
  1. Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
  2. Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.
  3. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
4.   Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.

 5.  Tanda-tanda rangsangan meningeal :
Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan  pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900  lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan  nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda  kemungkinan  herniasi diskus.Tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral.

Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita.Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Karena tanda Laseque tidak patognomonis untuk suatu HNP, maka bila tidak dijumpai pada seseorang yang umurnya kurang dari 30 tahun dengan sangat mungkin akan menyingkirkan diagnosis HNP.

Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.

Tanda Laseque terbalik (femoral nerve stretch test / reverse Laseque sign) : Tes ini dapat menimbukan nyeri  akibat ketegangan saraf yang mengalami iritasi ataupun kompresi, terutama pada lumbal bagian tengah dan atas. Bila tes ini positif, maka dicurigai adanya ketegangan pada radiks L2, L3 atau L4 dan tes ini dilakukan pada pasien yang terlungkup dengan jalan meng-ekstensikan paha dimana lutut dalam keadaan fleksi dan bisa juga dilakukan dengan pasien tidur pada sisi yang sehat dan meluruskan paha yang terkena dengan lutut dalam keadaan fleksi dan suatu tes yang positif akan menghasilkan nyeri pada paha medial atau anterior.
Tanda Neri (Neri’s sign) : bisa ditimbulkan bila pasien membungkuk ke depan dan dikatakan positif bila akan terjadi fleksi lutut pada sisi yang terkena.

7. Analisa Data

No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS  :  px mengeluh nyeri pada punggung bawah dan kemeng terus-menerus.    
DO :  penurunan kesadaran, gelisah, suhu tubuh diatas 37,5  Leukosit lebih dari 40.000   skala nyeri 4-7

Trauma

Kapsul discus mendorong kearah medulla spinalis

Herniasi Diskus Intervertebralis

tekanan     pada saraf spinal    ke arah posterior

nyeri punggung

Nyeri punggung

2.
DS :  px mengeluh  lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas yang ringan
DO :  Tanda Laseque (+), kekuatan otot berkurang,



Herniasi Diskus Intervertebralis

Ke arah kostalateral

Ligamentum Longitudinal posterior tergeser

Akar saraf yang keluar tergeser

Penurunan kerja reflek

Gangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
3.
DS :   pasien merasa cemas karena keterbatasan aktivitas dan kelemahan fungsi motorik sensoriknya
DO :  wajah klien tampak pucat, dan bingung
nyeri punggung dan  penurunan sensori motorik

Pengaruh fungsi seksual

Koping tidak efektif

Ansietas

ansietas

4
DS :  px merasa tidak nyaman karena berbaring terlalu lama
DO :  timbul kemerahan disekitar daerah punggung, ketika dipalpasi  terasa hangat

Herniasi Diskus Intervertebralis

penurunan sensori motorik

Paresis



 
Tirah baring lama

Gangguan integritas kulit
Resiko gangguan integritas kulit
5
DS :  Seminggu tidak BAB, bahkan kebiasaan BAB klien 3x sehari
DO:  bising usus tidak terdengar,  perut terasa keras, ada impaksi feses

Herniasi Diskus Intervertebralis

penurunan  kerja reflek

Refleks defekasi terhambat

Gangguan kinerja spingter

Gangguan eliminasi alvi
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)





3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
  1. Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
  3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
  4. Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
  5. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
  6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
3.3      Intervensi dan Rasional
1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
Tujuan      : Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien mengatakan tidak terasa nyeri.
b. Lokasi nyeri minimal
c. Keparahan nyeri berskala 0
d. Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)
IntervensiRasional
  1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10



  1. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
  2. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
  3. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
  4. Berikan relaksan otot yang diresepkan, analgesik, dan agen antiinflamasi dan evaluasi keefektifan
  5. Tindakan penghilangan rasa nyeri noninvasif dan nonfarmakologis (posisi, balutan (24-48 jam), distraksi dan relaksas

  1. Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
  2. Untuk menghilangkan stres pada otot-otot punggung

  1. Logroll (Papan) mempermudah melakukan mobilisasi
  2. Untuk menghindari adanya cidera

  1. Agen-agen ini secara sistematik menghasilkan relaksasi umum dan menurunkan inflamasi.
  2. Tindakan ini memungkinkan klien untuk mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.
            
2)   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertabahnya kekuatan otot
c.  Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
IntervensiRasional
  1. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
  2. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
  3. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai progran dan efektivitasnya

  1. Rujuk pasien untuk konsultasi psikologis bila kelemahan motorik, sensorik, dan fungdi seksual terjadi permanen

  1. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien



  1. Dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan rentang gerak pasif dan aktif
  2. Untuk menghindari adanya tekanan pada area penonjolan tulang


  1. Penggunaan analgetik yang berlebihan dapat menutupi gejala, dan ini menyulitykan defisit neurologis lebih lanjut
  2. Pasien yang mengalami kehilangan fungsi tubuh permanen akan merasa sedih. Semakin besar makna kehilangan, semakin dalam lama reaksi kesedihan ini dialami.
  3. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan



  1.  Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
    Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
  1. Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
  2. Respon klien tampak tersenyum.
IntervensiRasional
  1. Berikan lingkungan yang nyaman


  1. Catat derajat ansietas


  1. Libatkan keluarga dalam proses keperawatan

  1. Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi gerak untuk mempertahankan harapan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

  1. Berikan support sistem (perawat, keluarga atau teman dekat dan pendekatan spiritual)
  2. Reinforcement terhadap potensi dan sumber yang dimiliki berhubungan dengan penyakit, perawatan dan tindakan

  1. Menurunkan stimulasi yang berlebihan dapat mengurangi kecemasan
  2. Pemahaman bahwa perasaan normal dapat membantu klien meningkatkan beberapa perasaan control emosi.
  3. Peran serta keluarga sangat membantu dalam menentukan koping
  4. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
  5. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
  6. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.


  1.  Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, nyeri
    Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
    Kriteria hasil
    a. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan   klien
    b. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
IntervensiRasional
  1. Monitor kemampuan dan tingkat
      kekurangan dalam melakukan
      perawatan diri

  1. Beri motivasi kepada klien untuk tetap
      melakukan aktivitas dan beri bantuan
     dengan sungguh-sungguh
  1. Hindari melakukan sesuatu untuk klien
      yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan






  1. Berikan umpan balik yang positif untuk
      setiap usaha yang dilakukannya atau
      keberhasilannya

  1. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi


  1. Membantu dalam
      mengantisipasi/merencanakan
      pemenuhan kebutuhan secara 
      individual
  1. Meningkatkan harga diri dan
      semangat untuk berusaha terus-
      menerus
  1. Klien mungkin menjadi sangat
      ketakutan dan sangat tergantung
      meskipun bantuan yang
     diberikan bermanfaat dalam 
      mencegah frustasi, adalah penting 
      bagi klien untuk melakukan
      sebanyak mungkin untuk diri-
      sendiri untuk mepertahankan harga
      diri dan meningkatkan pemulihan
  1. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
  2. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

  1.  Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
    Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi
    Kriteria hasil :
    1. Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
    2. Konsistensifses lunak
    3. Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
    4. Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
IntervensiRasional
  1. 1) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi
  1. 2)Auskultasi bising usus

  1. 3)Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat

  1. Berikan intake cairan yang cukup (2 liter
      perhari) jika tidak ada kontraindikasi


  1. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan Klien



  1. Kolaborasi dengan tim dokter dalam
      pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
  1. 1) Klien dan keluarga akan mengerti
    tentang penyebab obstipasi
  1. Bising usus menandakan sifat
    aktivitas peristaltik
  1. Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
    reguler
  1. Masukan cairan adekuat membantu
    mempertahankan konsistensi feses
    yang sesuai pada usus dan   membantu eliminasi reguler
  1. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
  2. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi

  1. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
    Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
    Kriteria hasil :
    a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
    b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
    b. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
IntervensiRasional
  1. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
  2. Rubah posisi tiap 2 jam

  1.  Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
  2. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
  3.  Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
  4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
  1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

  1. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
  2. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

  1. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

  1. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan


  1. Mempertahankan keutuhan kulit





Daftar Pustaka

Carr, Anita C. and Balz Frei. 1999. Toward a new recommended dietary allowance for vitamin C based on antioxidant and health effects in humans. American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 69 (6): 1086 – 1107.

Clegg, D.O., et.al. 2006. Glucosamine, Chondroitin Sulfate, and the Two in Combination for Painful Knee
Osteoarthritis. N Engl J Med 354:795-808.

Detopoulou, Paraskevi., et al. 2002. Dietary choline and betaine intakes in relation to concentrations of inflammatory markers in healthy adults: the ATTICA study. American Journal of Clinical Nutrition vol. 87 (2): 424 – 430.

Eileen M. Crutchlow. 2002. Pathofisiology (Quick Look Nursing S). SLACK Incorporated

Engram, Barbara. 1999. Rencana asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol 3. Jakarta : EGC

Fox, B.A. and M.M. Stephens. 2007. Glucosamine hydrochloride for the treatment of osteoarthritis symptoms. Clin Interv Aging 2: 599–604.

Frances MK Williams, Jane Skinner, Tim D Spector, Aedin Cassidy, Ian M Clark, Rose M Davidson, Alex J MacGregor. Dietary garlic and hip osteoarthritis: evidence of a protective effect and putative mechanism of action. BMC Musculoskeletal Disorders, 2010; 11 (1): 28.

Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC

George J, Jaovisidha S, Siriwongpairat P. Disease of spine in : Peh WCG, Hiramatsu Y. Editors. The asian-oceanian text book of radiology, Singapore. TTG Asia Media Pte Ltd. 2003 : p; 995-1002

Hankenson, Kurt D. et al. 2000. Omega-3 Fatty Acids Enhance Ligament Fibroblast Collagen Formation in Association with Changes in Interleukin-6 Production. Proceedings of the Society for Experimental Biology and Medicine Vol. 223 (1): 88-95.

Hardingham, T. 1998. Chondroitin Sulfate and Joint Disease. Osteoarthritis and Cartilage 6: 3-5.

Hills, Brian A. 2002. Identity of Joint Lubricant. The Journal of Rheumatology vol. 29 (1): 200-205.

Huskisson, E.C. 2008. Glucosamine and Chondroitin for Osteoarthritis. The Journal of International Medical Research 36: 1161-1179.

Juwono, T.. 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta : EGC

Kesumaningtyas, Ami. 2009. Tugas Kuliah : Hernia Diskus Intervetebralis. FKM Universitas Indonesia.

Magee, David J. 2014. E-Study Guide for: Ortjopedic Physical Assessment 5th Edition. ISBN

Muttaqin, Arif.2008 .Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:Salemba Medika

Neogi, T., et al. 2006. Low vitamin K status is associated with osteoarthritis in the hand and knee. Arthritis Rheum 54: 1255–61.

Price, S.A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol. 2. Jakarta: EGC

Priguna Sidharta. 1996. Sakit Muskuloskeletal dam Praktek. Jakarta : Dian Rakyat

Purwanto ET. Hernia nukleus pulposus lumbalis dalam : Meliala L. Suryamiharja A. Purba JS. Sadeli HA. Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf  Indonesia (PERDOSSI),2003: p;133-48.

Ramachandran TS. Raghunathan UI. Latorre JGS. Chang JK. Disc herniation. [serial on line] Jul 2, 2008. [citied march 20, 2010] available from : http://emedicine.medscape.com/article.

Rucker, Robert B., et al. 1998. Copper, lysyl oxidase, and extracellular matrix protein cross-linking. American Journal of Clinical Nutrition vol. 67: 996s – 1002s.

Sammer MBK, Jarvik JG. Imaging of adulths with low back pain in the primary care setting. In : Medina LS, Blackmore CC, editors. Evidence – base imaging optimizing imaging in patient care. USA: Springer Science + Busines Media, Inc; 2006. p.294-305.

University of East Anglia (2010, September 15). Eating broccoli could guard against arthritis. ScienceDaily. Retrieved April 9, 2014, from http://www.sciencedaily.com­ /releases/2010/09/100915084504.htm

Wang, Yan., et al. 2002. An LC-MS Method for Analyzing Total Resveratrol in Grape Juice, Cranberry Juice, and in Wine. Journal of Agricultural and Food Chemistry 50 (3): 431 – 435.

Yong PY, Alias NAA, Shuaib IL. Correlation of clincal presentation, radiography, and magnetic resonance imaging for low back pain- a preliminary survey. Kuala Lumpur: J HK Coll radiol, 2003.p.144-151

Youdim, K.A., et al. 2002. Potential role of dietary flavonoids in reducing microvascular endothelium vulnerability to oxidative and inflammatory insults. Journal of Nutritional Biochemistry 13: 282-288.

Zainal, Z., et al. 2009. Relative efficacies of omega-3 polyunsaturated fatty acids in reducing expression of key proteins in a model system for studying osteoarthritis. Osteoarthritis and Cartilage Vol. 17 (7): 896-905.
Baridah, Izzah. 2012. Hernia Nukleus Pulposus. http://izzahbaridah.wordpress.com/medicine/blok-digesti/hernia-nukleus-pulposus/ . Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 21.00.\
http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-sub&id=66%3Ahnp&format=pdf& diakses pada tanggal 16 Maret 2014 pukul 15.35
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/6f4350be910b7cfe325ead062401569d.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 21.00.



Demikianlah Artikel Hernia Diskus Intervertebralis

Sekianlah artikel Hernia Diskus Intervertebralis kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Hernia Diskus Intervertebralis dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/08/hernia-diskus-intervertebralis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar