Judul : ASKEP ASTHMA
link : ASKEP ASTHMA
ASKEP ASTHMA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP PADA PASIEN DENGAN ASTHMA
1. Konsep Dasar Penyakit
1.1 Definisi
1) Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner & Suddart, 2001:611).
2) Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan napas umumnya bersifat ireversibel, namun dapat menjadi kurang reversible bahkan relative nonreversible tergantung berat dan lamanya penyakit (Mansjoer Arief, 2000: 476).
3) Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2220).
1.2 Etiologi (Brunner & Suddart, 2001:612)
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
1) Faktor Predisposisi
Genetika
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
ü Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
ü Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
ü Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
1.3 KlsifikasiAsma (Brunner & Suddart, 2001:611)
Asma dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
1) Asma alergik/ ekstrinsik
Asma yang disebabkan oleh alergenatau allergen-alergen yang dikenal (mis, serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur). Alergen yang paling umum adalah alergen melalui udara (airborne)dan muncul secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit elergi pada keluarga atau riwayat pengobatan rhinitis alergik, paparan alergi akan menyebabkan serangan asma.
2) Asma idiopatik/ non alergik/ intrinsik
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan antara lain common cold, infeksi saluran nafas atas, beberapa agen farmakologik, antagonis beta adrenergik, penyedap makanan (agen sulfit). Serangan asma tipe idiopatik/ non alergik/ intrinsik dapat menjadi lebih berat dengan berjalanya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema,dan pada beberapa pasien berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini muncul pada saat dewasa ( > 35 th).
3) Asma campuran
Merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau non alergik.
1.4 Klasifikasi Derajat Asma (Mansjoer Arief, 2000: 477).
Derajat Asma | Gejala | Gejala Malam | Fungsi Paru |
Intermitten Mingguan | a) Gejala <1 x/minggu b) Tanpa gejala di luar serangan c) Serangan singkat d) Fungsi paru asimptomatik dan normal luar serangan | ≥ 2 kali sebulan | VEPl atau APE ≥80% |
Persisten Ringan Mingguan | a) Gejala >1x/minggu tapi <1 x/hari b) Serangan dapat menggangu aktivitas dan tidur | >2 kali seminggu | VEPl atau APE ≥80% normal |
Persisten Sedang Harian | a) Gejala harian b) Menggunakan obat setiap hari c) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur d) Serangan 2x/minggu, bisa berhari-hari | >sekali seminggu | VEPl atau APE >60% tetapi ≤80% normal |
Persisten Berat Continue | a) Gejala teus-menerus b) Aktivitas fisik terbatas c) Sering serangan | Sering | VEPl atau APE <80% normal |
1.5 Tanda dan Gejala(Brunner & Suddart, 2001:612)
1) Sesak nafas mendadak disertai fase expirasi memanjang
2) Wheezing (di apeks dan hilus)
3) Napas atau dada seperti di tekan
4) Batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
5) Bernafas menggunakan otot-otot bantu pernafasan
6) Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea
7) Sianosis
8) Berkeringat
9) Takikardia
10) Pelebaran tekanan nadi
1.6 Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik) terjadi peningkatan kadar serum immunoglobulin E (IgE) pada asma alergik, sputum (eosinofil, spiral chursman) sputum dapat jernih atau berbusa (alergik) atau kental dan putih (nonalergik) atau berserabut (nonalergik) (Brunner & Suddart, 2001:612)
2) Pulse Oximetry
Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SpO2) untuk mengeksklusi hipoksemia (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2222).
3) Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya obstruksi jalan napas (Mansjoer Arif. 2000: 477). Cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator >20% tidak berarti ada asma. Hal tersebut dapat dijumpai pada penderita yang sudah normal atau mendekati normal sehingga kenaikan FEV1 atau FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak dijumpai pada obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi adrenergik, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat terlihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
4) Analisa Gas Darah
Pasien dengan terapi oksigenasi yang SpO2 tidak membaik sampai >90%, perlu dilakukan pemeriksaan AGD. Meskipun sudah diberikan terapi oksigen tetapi oksigenasi tetap tidak adekuat perlu dipikirkan kondisi lain yang memperberat seperti adanya pneumonia (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2222).
5) Pada AGD terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) rendah
6) Foto Thoraks
Hiperinflasi dan pendataran diafragma
7) Tes kepekaan kulit
Tujuan tes ini yaitu untuk menunjukkan adanya antibodi imunoglobulin E yang spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena alergen yang menunjuk tes kulit positif tidak selalu merupakan penyebab asma, sebaliknya tes kulit yang negatif tidak berarti ada faktor kerentanan kulit. Dengan berbagai bahan alergen dapat membantu untuk menetukan pada asma atopik.
8) Pemeriksaan sputum dan darah
Dapat menunjukkan eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil)
1.7 Pencegahan (Brunner & Suddart, 2001:613)
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin antara lain : bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, deterjen, sabun, makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari menjadi factor penyebabya. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan.
1.8 Penatalaksanaan
1) Oksigen
Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidakseimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat terkoreksi dengan pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul nasal atau masker (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2222).
2) Agonis Beta
Agens ini mendilatasi otot-otot polos bronchial. Agens adrenergic ini juga meningkatkan gerakan siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilatik dan dapat menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Contohnya : epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat tersebut biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi (nebulizer) (Brunner & Suddart, 2001:613).
3) Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropine tidak pernah dalam riwayatnya digunakan untuk pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan pada mulut, penglihatan berkabut, berkemih anyang-anyangan, palpitasi dan flusing (Brunner & Suddart, 2001:613). Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus vagal saluran pernapasan pada pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik β2-agonis. Penggunaan ipratropium bromide (IB) secara inhalasi digunakan sebagai bronkodilator awal pada pasien asma akut. Kombinasi pemberian IB dan β2-agonis diindikasikan sebagai terapi pertama pada pasien dewasa dengan eksaserbasi asma berat. Dosis 4x semprot (80 mg) tiap 10 menit dengan nebulizer akan lebih efektif (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2223).
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin diberikan secara intravena (hidrokortisone), secara oral (prednisolon, prednisone), atau melalui inhalasi (beklometasone, deksametasone). Penggunaan kortikosteroid ini berperan dalam mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor (Brunner & Suddart, 2001:613).
5) Teofilin
Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi. Obat ini boleh digunakan hanya jika pasien tidak respon dengan terapi standar. Pada kasus ini pemberian loading doses 6 mg/kg dan diberikan dalam waktu >30 menit dilanjutkan secara per infuse dengan dosis 0,5 mg/kg BB/jam. Kadar teofilin dalam darah yang direkomendasikan berkisar antara 8-12 mg/ml (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2223).
6) Inhibitor sel mast
Natrium kromolin, suatu inhibitor sel mast, adalah bagian integral dari pengobatan asma. Medikasi ini diberikan melalui inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasn mediator kimiawi anafilatik, dengan demikian mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas (Brunner & Suddart, 2001:613).
7) Heliox
Serangan asma akut dapat menyebkan turbulensi aliran udara. Turbulensi aliran udara ini dapat dikurangi dengan pemberian gas yang mempunyai densitas lebih rendah serta mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari udara. Heliox (helium dan oksigen) merupakan campuran gas yang dapat diberikan pada penderita asma akut untuk mengurangi turbulensi aliran udara (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2224).
8) Terapi lain
Banyak penelitian yang menemukan bahwa infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan timbulnya serangan asma. Virus common cold seperti rhinoviruses dapat memicu terjadinya mengi pada dewasa. Infeksi virus kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan epithelial dan inflamasi saluran pernapasan, sehingga antibiotic perlu diberikan (Sudoyo Aru, dkk. 2009:2224).
1.9 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara (pektus karinatum/piegon chest) dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiaktasis, dan bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus-menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, yang biasa disebut status asmatikus, bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernapasan, dan kegagalan jantung.
3. Konsep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian data fokus
Anamnese
1) Identitas
a) Usia
Asma ekstrinsik atau alergik ditemukan pada sebagian kecil orang dewasa, dan disebabkan oleh alergen yang diketahui.dan bentuk ini dimulai pada masa anak-anak. Asma intrinsik lebih sering timbul pada usia > 35 th.
b) Tempat tinggal
Terjadi pada seseorang, terutama mereka yang tinggal dipemukiman yang padat tempat tinggalnya, lembab, polusi udara, berdebu, ada binatang peliharaan di rumah,dan kurangnya ventilasi dari rumah.
2) Keluhan utama
Sesak napas, batuk
3) Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, sesak nafas, mengi (wheezing)
4) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), ada riwayat alergi, ada riwayat sakit asma, timbul pada waktu / musim tertentu.
5) Riwayat Psikososial
Pasien sering mengalami kecemasan, takut, mudah tersinggung, interaksi sosial terbatas, kurang pengetahuan terhadap kondisi penyakitnya.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: penurunan kesadaran pasien, pasien tampak lemah,tanda-tanda vital didapatkan peningkatan suhu tubuh, frekuensi napas meningkat dan dangkal, nafas cuping hidung, nadi meningkat, batuk
1) B1 (Breathing)
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Terjadi peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal serta adanya retraksi sternum dan ICS. Napas cuping hidung, slem kental berbuih,penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis pada bibir. Adnya mheezing saat expirasi.
2) B2 (Blood)
Nadi meningkat, tekanan darah meningkat, turgor kulit menurun.febris, berkeringat.
3) B3 (Brain)
Pasien gelisah, bingung, pada asma yang berat pasien akan mengalami penurunan kesadaran.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perlu memonitor adanya oliguria merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan, kulit kering dengan turgor kulit yang buruk..
6) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan, penurunan toleransi terhadap aktifitas
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningatan produksi sputum dan batuk tidak efektif.
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penyempitan saluran pernafasan akibat bronkospasme.
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan diffusi gas O2 di alveoli menurun.
4) Perfusi jaringan menurun berhubungan dengan menurunnya curah jantung
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipoxia
6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan
7) Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan suplay oksigen ke jaringan
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prose penyakit, factor penyebab timbulnya penyakit dan penanganannya
2.3 Intervensi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria evaluasi: Suara nafas vesikuler, Frekwensi nafas : anak/dewasa : 20-25 x/mnt, Tidak ada tanda sianosis diujung jari / bibir, Sekret berkurang
Intervensi
a) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang ketidakefektifan dari jalan nafas
R/ Peradangan dari parenkim parumenyebabkan produksi sekret meningkat ditunjang dengan batuk tidak efektif sehingga terjadi penumpukan sekret dan mengalami obstruksi jalan nafas yang mengakibatkan ketidakefektifan jalan nafas.
b) Berikan minum air putih hangat
R/ Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk pengeluaran secret
c) Lakukan drainase postural dan vibrasi, perkusi, nafas dalam & batuk efektif.
R/ Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu mengalirkan sekresi pada jalan nafas sehingga sekresi lebih mudah dibatukkan atau dikeluarkan.
d) Kolaborasi dalam pemberian : Antibiotika, Mukolitik, bronkhodilator, nebulizer.
R/ Antibiotika membunuh kuman penyebab infeksi. Mukolitik mengencerkan lender. Bronkodilator dilatasi lumen trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Nebulizer melembabkan secret sehinga mudah dikeluarkan.
e) Observasi suara nafas sebelum dan sesudah fisioterapi nafas,, pengeluaran secret( warna, konsistensi, jumlah)
R/ Pengeluaran sekret dan suara nafas vesikuler menandakan adanya kepatenan jalan nafas.
2) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penyempitan saluran pernafasan akibat bronkospasme
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan pola pernafasan efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : pasien tidak sesak, tidak sianosis, frekwensi nafas normal (12-20 x/menit), tidak ada nafas cuping hidung, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada wheezing.
Intervensi:
a) Jelaskan kepada keluarga penyebab dari sesak
R/Sesak terjadi karena adanya penumpukan sekret sehingga terjadi penyempitan jalan nafas, hal ini menyebabkan oksigen yang masuk menjadi berkurang.
b) Berikan posisi semi fowler dan dorong sering mengubah posisi.
R/Meningkatkan inspirasi maksimal, dan meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi
c) Berikan bronchodilator sesuai yg ditentukan.
R/Bronkhodilator mendilatasi jalan nafas dan membantu melawan oedema mukosa bronchial dan spasmemuskuler.
d) Observasi sesak pasien, nadi, tanda hypoksia: gelisah, ,takhicardia, SpO2,suara nafas tambahan
R/ Deteksi efektitas jalan nafas dan adequatnya distribusi oksigen dalam tubuh
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan diffusi gas O2 di alveoli menurun.
Tujuan: Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi, dengan kriteriahasil, AGD dalam batas normal( pH 7,35-7,45 mg/dl, pO2 95-100%, PCO2 35-45%, HCO3 21-28%, BE ± 2), SpO2 : 95- 100%, tidak cianosis, Pernafasan teratur,fekuensi 12- 20x/mnt, Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, Pasien tidak sesak
Intervensi
a) Jelaskan pada pasien tentang tindakan dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
R/ Dengan penjelasan pasien akan memgerti tujuan tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien kooperatif terhadap yang dilakukan.
b) Atur posisi pasien fowler/semifowler sesuai kebutuhan pasien
R/ Posisi fowler/semi fowler membantu ekspansi paru menjadi optimal sehingga pertukaran gas juga optimal
c) Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
R/ Meningkatkan suplai oksigen untuk diffusi di alveoli paru.
d) Periksa AGD dan SpO2
Rasional: AGD dan SpO2 sebagai evaluasi status pertukaran gas menunjukan konsentrasi O2 dan CO2.
e) Observasi pernafasan (frekuensi, pola nafas, keluhan sesak), tensi, nadi, produksi kesadaran pasien.
Rasional: Dengan observasi akan mengetahui perkemangan kondisi pasien dan dapat mengambil tindakan secara tepat.
4) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer kembali adekuat dengan criteria hasil : akral hangat, nadi 60-100 x/menit dan kuat.
Intervensi :
a) Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
b) Lihat pucat, sianosis, kulit dingin, lembab. Catat kekuatan nadi perifer
R/ Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung yang ditandai dengan penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi
c) Pantau pemasukan haluaran urine
R/ Penurunan pemasukan dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak nrgstif pada perfusi dan fungsi organ.
d) Kolaborasi
Pemeriksaan data laboratorium (GDA, BUN, Creatinin, Elektrolit)
R/ Indikator perfusi/fungsi organ
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipoxia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera yang dialami pasien dengan criteria hasil :
Intervensi :
a) Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ Agar pasien lebih kooperatif
b) Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar (tempat, waktu dan orang)
R/ Agar pasien mengetahui keadaan lingkungan sekitarnya dan mencegah terjadinya disorientasi tempat, waktu dan orang.
c) Berikan lingkungan yang aman (rel samping, mencegah jatuh)
R/ : Memperkecil kemungkinan terjatuh dan kecelakaan.
d) Kolaborasi dalam pemberian obat penenang bila pasien dalam keadaan gelisah
R/ Agar pasien tenang dan mengurangi resiko cedera
e) Observasi tingkat kesadaran dan kognitif
R/ : Membantu memprediksikan kemampuan pasien untuk memproteksi diri sendiri.
6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan
Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh setelah dilakukan perawatan dengan kriteria evaluasi Pasien menunjukkan peningkatan BB 0,5 kg/minggu, Hasil laboratorium ( Hb dan Albumin ) dalam batas normal.
Intervensi
a) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Intake nutrisi yang adekuat memberikan kalori untuk tenaga dan protein untuk proses penyembuhan
b) Beri makan porsi kecil dan sering
R/ Meningkatkan masukan meskipun nafsu makan lambat untuk kembali
c) Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya.
R/ Meningkatkan selera makan
d) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik, pemeriksaan Albumin dan Hb
R/ Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut, Albumin dan Hb merupakan indikator intake nutrisi tubuh terpenuhi
e) Observasi BB tiap minggu sekali dengan alat ukur yang sama.
R/ Peningkatan BB 0,5 kg/minggu menandakan indikator keberhasilan tindakan
7) Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen
Tujuan : Klien lebih toleransi terhadap aktivitas yg dilakukan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria : Tidak didapatkan tanda- tanda hypoksia pada peningkatan aktivitas, Klien mampu melakukan aktivitas dengan bantuan minimal
Intervensi
a) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
b) Bantu dan motivasi klien dalam meningkatkan aktivitasnya secara bertahap
R/ Mencegah kelelahan yg berlebihan ,mencegah peningkatan beban kerja jantung.
c) Observasi kemampuan aktivitas klien
R/ Deteksi keberhasilan tindakan
d) Rencanakan program istirahat diantara aktivitas yg dilakukan
R/ Peningkatan aktivitas secara bertahap memberikan kesempatan pada tubuh menyeimbangkan persediaan oksigen dengan kebutuhan
8) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit, Klien mengerti tentang definisi asma, Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma, Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
a) Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
R/ Informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
b) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
R/ Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
c) Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
R/ Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
d) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
R/ Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
e) Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
R/ Menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Alih bahasa : Yasmin Asih EGC: Jakarta.
Doenges.E Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untu aperencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Mansjoer Arief, dkk. (2001). Kapita selekta kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid 1. Fakultas kedokteran UI : Media Aesculapius
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa: Brahm U.Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Sudoyo, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta : Internal Publishing
Wulan. 2012. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan asma. http://wulanladys.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma.htmlDiakses tanggal 21 April 2012 Pukul 08.30 WIB
Demikianlah Artikel ASKEP ASTHMA
Sekianlah artikel ASKEP ASTHMA kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel ASKEP ASTHMA dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2014/05/askep-asthma.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar