Askep Luka Bakar

Askep Luka Bakar - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Askep Luka Bakar, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Askep Luka Bakar
link : Askep Luka Bakar

Baca juga


Askep Luka Bakar

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 

2.1 Definisi
Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008). Luka bakar adalah trauma yang diakibatkan oleh panas, bahan kimia, arus listrik, dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luas permukaan tubuh yang terbakar akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi sel tubuh dan mengganggu semua sistem terutama sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).

Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma termal. Terdapat dua jenis luka bakar menurut ketebalannya. Luka bakar dengan ketebalan parsial adalah luka bakar yang tidak merusak epitel atau merusak sebagian dari epitel, sedangkan luka bakar dengan ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit dan jika permukaan kulit yang terluka luas akan membutuhkan eksisi dan cangkok kulit (Grace & Borley,2006).

Luka bakar merupakan kondisi terjadinya luka akibat terbakar yang disebabkan oleh panas yang tinggi, senyawa kimia, kistrik dan pemajanan sinar matahari yang berlebihan. Pengobatan luka bakar harus dibedakan berdasarkan luasnya. Pada prinsip rule of nine luka bakar dibagi menjadi beberapa bagian yakni bagian kepala 9%, dada 18%, punggung 18%, anggota gerak atas 18%, paha 18% dan anggota gerak bawah 18%, perineum dan genitalia 1% (Hidayat, 2008).

Adanya luka bakar pada tubuh akan merusak fungsi kulit yakni melindungi tubuh dari kotoran dan infeksi. Apabila banyak permukaan tubuh yang terbakar, maka dapat mengancam jiwa seseorang karena adanya kerusakan pembuluh darah, ketidakseimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernapasan serta fungsi saraf (Adibah & Winasis,2014 dalam Sari,2015).

Luka bakar yang luas dapat menyebabkan shock. Hal ini terjadi karena cairan tubuh sebagian besar dikirim ke daerah yang terbakar sehingga volume darah yang dialirkan ke otak dan jantung berkurang. Shock pada anak-anak dapat terjadi jika luka bakar seluas 10%, sedangkan pada orang dewasa seluas 20% (Mohamad,2005).

2.2 Klasifikasi Luka Bakar

American College of Surgeon Health Policy Research Institute (2011) membagi luka bakar menjadi tiga tingkatan, yakni :
  1. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial, berwarna merah, terasa nyeri.
  2. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh, bengkak, dan sangat nyeri.
  3. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus, tembus hingga saraf, ada sensasi seperti tusukan jarum di area yang terbakar.
Menurut Di Maio & Dana (1998), luka bakar dibedakan menjadi 4 derajat berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak, yaitu :

  1. Luka bakar derajat 1 (superficial burn)
Terjadi kerusakan hanya di permukaan kulit, kulit kemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.

Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Satu (Sumber : www. mediskus.com)

  1. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
TerjAdi kerusakan pada semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Terdapat bula, sedikit oedema, dan nyeri berat.

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat Dua (Sumber : www. mediskus.com)

  1. Luka bakar derajat 3 (full partial thickness burn)
Terjadi kerusakan pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis, lesi tampak putih, hilang sensasi rasa pada kulit dan akan menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga (Sumber : www. mediskus.com)

  1. Luka bakar derajat 4 (charring injury)
Kulit tampak hitam seperti arang akibat jaringan yang terbakar. Kerusakan terjadi pada seluruh kulit, jaringan subkutan dan tulang akan hangus.
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013), berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni ringan, sedang dan berat.
  1. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II sebesar <2%.
  2. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat II sebesar 5-10%.
  3. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat III sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan napas.

2.3 Etiologi
  1. Luka bakar termal
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka bakar paling sering disebabkan karena terpajan suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang panas (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
  1. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Derajat luka bakar karena bahan kimia berhubungan langsung dengan lama kontak, konsentrasi zat kimia dan banyaknya jaringan yang terpapar.  Semua pakaian yang terkena harus dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena kedalaman luka juga ditentukan oleh konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengenceran dengan bilasan air yang banyak menjadi tahapan dalam penatalaksanaan pasien luka bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat asam kuat (Sabiston, 1995; Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
  1. Luka bakar listrik
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika arus listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam. Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
   Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
  1. Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung
  2. Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati tubuh
  3. Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.
  1. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Hal ini berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

2.4 Penentuan Luas Luka Bakar 

Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa metode, diantaranya rule of nine, Lund and Browder, dan Hand Palm. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.

  1. Rule of Nine

Gambar 2.4. Penilaian Luka Bakar berdasarkan Rule of Nine
(Sumber : www.medical-dictionary.thefreedictionary.com)
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya yang terkenal dengan rule of nine. Metode ini dikenal sejak tahun 1940 sebagai pengkajian cepat untuk menentukan perkiraan luas luka bakar. Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi beberapa bagian anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.
  1. Kepala dan leher : 9%
  2. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kanan dan kiri)
  3. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kanan dan kiri)
  4. Dada, perut, punggung, bokong  : 4 x 9% (kanan dan kiri)
  5. Perineum dan genitalia : 1%
  1. Lund and Browder
Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan berdasarkan lokasi dan usia. Metode lund and browder merupakan modifikasi prosentase bagian tubuh menurut usia yang memberikan perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar. (Hardisman,2014). Pada anak di bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap pertambahan usia satu tahun , prosentase kepala tutun 1% hingga tercapai nilai dewasa.   
Gambar 2.5 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)
  1. Hand Palm

Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan tangan pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh. Biasanya metode ini digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida & Lilisari,2011).

2.5 Patofisiologi 
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami keusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Effendi, 1999).

Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon patofisiologis ini berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar kira0kira 60% seluruh permukaan tubuh (Hudak & Gall, 1996).

Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung 24 – 72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstisium. Bila jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya. Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan edema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang masuk. Terjadinya kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan mikro organisme masuk dalma tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan adanya edema juga akan berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh darah dan saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri terseut dapat mengganggu mobilitas pasien.

Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cidera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai akibat respon stress neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan afterload jantung dan mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat penuruna curah jantung, menyebabakan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.

Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut. Periode ini ditandai dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrigen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar yang disebabkan kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon stress. Hal ini akan berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.

Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena efek syok hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran nafas, edema laring dan obstruksi potensial.
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem

Keadaan yang memperberat luka bakar
  1. Syok hipovolemik
Pada luka bakar yang berat akan mengakibatkan koagulasi disertai dengan nekrosis jaringan yang akan menimbulkan respon fisiologis pada setiap system organ, tergantung pada ukuran luka bakar yang terjadi. Destruksi jaringan akan disertai dengan peningkatan permebilitas kapiler sehingga cairan intravena akan keluar ke interstisial. Hal ini akan disertai dengan proses evaporasi pada bagian kulit yang rusak sehingga cairan tidak akan bertahan lama. Keadaan ini selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.

Pada kondisi ini perlu dilakukan resusitasi cairan segera. Selama ini digunakan cairan isotonik (RL); dengan cara ini cukup efektif menangani syok hipovolemik dan juga dapat mengurangi kebutuhan terhadap transfuse darah. Cairan koloid lainnya sepert Asetat Ringer (AR) juga dapat digunakan. Pemberiannya dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur intravena, bila perlu melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya). Jumlah cairan yang diberikan adalah tiga kali jumlah cairan yang diperkirakan hilang.

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada regimen resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. Pada keadaan yang menyertai syok seperti sepsis, hipoksi jaringan, proses gluko-neogenesis dan oksidasi hepatik yang melemah merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya kenaikan laktat dalam plasma (s/d 600%). Kadar laktat plasma yang meningkat ini berhubungan dengan kerja miokardial rang meningkatkan mortalitas. Dalam kondisi ini penggunaan RL seringkali tidak memperbaiki keadaan, bahkan membahayakan. Sebagai alternatif, Asetat Ringer merupakan cairan yang secara fisiologik sama dengan RL , tanpa kandungan laktat. Dengan pemberian Asetat ringer ini asetat segera di metabolisme dengan cepat sehingga akan diikuti dengan perbaikan keseimbangan asambasa.

  1. Infeksi, Sepsis, SIRS, dan MODS
Infeksi luka bakar Jarang terjadi pada partial-thickness burns kecuali jika terdapat kelalaian dalam penanganan luka bakar derajat II ini. infeksi jaringan invasive sering terjadi pada pasien dengan luka bakar derajat III yang meliputi lebih dari 30% permukaan tubuhnya. Resiko terjadinya infeksi pada luka bakar meningkat jika terdapat luka terbuka atau karena komorbiditas.

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupun pasien trauma lainnya. Dalam penelitian dilaporkan bahwa SIRS dan MODS menyebabkan kematian sebesar 81% pasca trauma.

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:
  1. Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
  2. Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
  3. Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2)
  4. Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm < 32 mmHg) 3 ), leukopeni (< 4000 sel/mm3
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam beberapa tahap.

Tahap I
Patofisiologi Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator proinflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNFα), interleukin (IL Tahap I 1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.

Tahap II
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL Tahap II 1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine production dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.

Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik (terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular, akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.
  1. Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.
  1. Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.
  2. Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.

2.6 Manifestasi Klinis            
        
Kedalaman dan Penyebab Luka Bakar
Bagian Kulit yang Terkena
Gejala
Penampilan Luka
Perjalanan Kesembuhan
Derajat Satu (Superfisial): Tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah
Epidermis
Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan
Memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau tanpa edema
Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi pengelupasan kulit
Derajat Dua (Partial-Thickness): Tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api





2a = Superficial partial thickness


















2b = Deep partial thickness
Epidermis dan bagian dermis.










Epidermis dan lapisan atas dari dermis

















Epidermis dan lapisan dalam dari dermis
Nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang dingin.







Nyeri dan sangat sensitif oleh tekanan.

















Nyeri dan sensitif.
Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema.





Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade I, ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka, bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah, Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan.

Disertai juga dengan bula, permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari vaskularisasi pembuluh darah ( bagian yang putih punya hanya sedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran darah.
Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat-tiga.


Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu (bila tidak terkena infeksi ), Tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.












Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu. Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
Derajat Tiga (Full-Thickness): Terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus listrik
Epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan
Tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)
Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema
Pembentukan skar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi


2.7 Komplikasi
  1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
  2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
  1. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
  2. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
  1. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
  2. Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
  1. Kontraktur

2.8 Pemeriksaan Diagnostik 

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu :
  1. Laboratorium
  1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
  2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
  3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat padaretensi karbon monoksida.
  4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awalmungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
  5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatancairan.
  6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan cairan interstisial ataugangguan pompa, natrium.
  7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
  8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
  9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
  1. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
  2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau distritmia.
  3. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka bakar.

2.9 Penatalaksanaan
  1. Pengkajian primer
  1. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
  1. Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
  1. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
  1. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.
  1. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi akibat  zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
  1. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan nafas.
  1. Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:
  1. Pengaturan posisi
  2. Melatih reflek batuk
  3. Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif
  1. Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.
  1. Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi
  1. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
  2. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya peningkatan CVP.
  1. Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)

Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)

Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu:
  1. Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha.
  2. Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.

Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:
  1. Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan), Circulation (sirkulasi)
  2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
  3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
  4. Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
  5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui permeabilitas vaskular dengan monitoring nilai CVP yang semakin meningkat
  6. Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
  7. Berikan suntikan ATS / toxoid
  8. Perawatan luka :
  1. Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
  2. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
  3. Selimuti pasien dengan selimut steril
9. Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2 antagonis, Roborantia (vitamin C dan A),  Analgetik, Antibiotic
10. Mobilisasi secara dini  dan pengaturan posisi
Keterangan:
  1. Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
  2. Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
  3. Pada 8 jam III diberikan sisanya

Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:
  1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator
  2. Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
  3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status hemodinamik, pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau status oksigen, fisoterapi dada.
  4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
  5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
  6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
  7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
  8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
  9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
  10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
  11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
  12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
  13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
  14.  Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
  15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
  16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:
  1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
  2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
  3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
  4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
  5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
  6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
  7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
  8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
  9. Keringkan menggunakan kasa steril
  10.  Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
  11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)

Penatalaksanaan berdasarkan jenis luka bakar:
  1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)
  1. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v., pertimbangan selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
  2. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x berat badan dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar. Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
  3. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
  4. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
  1. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)
  1. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus yang bersih
  2. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin atau silver sulfadiazine yang ditutup tipis
  3. Debridemen eskar dan split skin graft.

Resusitasi Cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan menggunakan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas.

  1. Resusitasi pada pasien yang mengalami syok hipovolemi
Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit isotonic, keseimbangan larutan elektrolit (misal, Ringer’s Laktat) dianjurkan karena NaCl 0,9% mengandung natrium dan klorida dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M & Pamela L 2000).

Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah melalui IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat  jika pasien syok.
  1. Resusitasi pada pasien yang tidak syok hipovolemi
Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat. Secara umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan dirujuk. Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume yang sama dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya diberikan 8 jam pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya (Insley J, 2003)

Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal. Kateter urin ditinggalkan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan. Ada beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai pusat perawatan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar. Terdapat dua sistem yang sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked dan Parkland. Kedua rumus ini menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien dalam kilogram. Dikali volume larutan Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar. Pada kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8 jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat. Bila pengeluaran urin rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian volume intravena maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz untuk memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995)
Formula untuk Resusitasi Cairan :
  1. Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar
24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB / %luka bakar
  1. Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :
Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20%
Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml dalam 24 jam pertama
½ jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam           
½ jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
  1. Pemberian resusitasi cairan pada anak:
  1. 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat
  2. 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
  3. 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan
Hasil akhir
  1. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa
  2. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak
  1. Formula Evans :
    1. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
    2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
    3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
  1. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus Baxter yaitu :
% luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 % permukaan kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari pertama dan 3000 cc pada hari kedua.

Metode Baxter
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling fisiologis dan aman
  1. Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
  2. Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3
2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhkan faal
Kebutuhan faal :
  1. <1 tahun : BB x 100cc
  2. 1-3 tahun : BB x 75cc
  3. 3-5 tahun : BB x 50cc
  4. ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama
  5. ½ diberikan 16 jam berikutnya

Protocol resusitasi :
Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar, pemberian berdasarkan pedoman berikut.

Pedoman
  1. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka bakar)
  2. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya
  1. Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri
Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan
  1. Pemantauan urin output tiap jam
  2. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
  3. Kecukupan sirkulasi perifer
  4. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
  5. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa
Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)
24 jam pertama
Formula
Elektrolit
Koloid
Glukosa dalam air
Consensus ABA             
Cairan ringer
Laktat, 2-4 ml/kg/% luas permukaan tubuh untuk mempertahankan haluaran urin 30-50 ml/jam


Brooks
Cairan ringer
Laktat, 1,5 ml/kg/% luka bakar
0,5 ml/kg/% burn
2000 ml
Parland
Cairan ringer
Laktat, 4 ml/kg/%


Cairan Natrium Hipertonik
Volume untuk mempertahankan haluaran urin 30 ml/jam (cairan berisi 250 mEq natrium/L)



  1. WOC (terlampir)
  2. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Asuhan Keperawatan Umum
Pengkajian
  1. Primary Survey
  1. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat
  1. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
  1. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan  capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.
  1. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS
  1. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
  1. Secondary Survey
Secondary survey ini merupakan  pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to  toe, dari depan hingga belakang.
  1. Monitor tanda-tanda vital
  2. Pemeriksaan fisik
  3. Lakukan pemeriksaan tambahan

  1. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
  1. Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
  2. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
  3. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
  4. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
  5. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.
  6. Review of System
  1. B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas normal.
  2. B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100 mmHg
  3. B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik, GCS : 15
  4. B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium serum = 170 mmol/L
  5. B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
  6. B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut kering
  1. Pemeriksaan diagnostik
    1. WBC 12,0 X 103ῃ/1
    2. MCV 80,4 Fl
    3. Limphosyt 11,2%
    4. RDW 44,3 fL
      1. Analisis data
No
Data
           Etiologi          
Masalah Kep.
1.
DS: -
DO:
  • tampak kesulitan bernafas/sesak
  • Gerakan dada tidak simetris
  • RR> 20 x/mnt
  • Pola napas cepat dan dangkal
  • TTV : RR= 32 x/ mnt, N= 90 x/ mnt, TD= 100/ 70 mmHg, T= 36oC

Luka bakar

Vasodilatasi PD

Penyumbatan sal. Nafas bagian atas

Edema paru

Hiperventilasi

Kerusakan pertukaran gas
Kerusakan pertukaran gas
2.
DS: -
DO:
  • pasien tampak sesak
  • pasien batuk-batuk
  • Gerakan dada tidak simetris
  • RR> 20 x/mnt
  • Pola napas cepat dan dangkal

Luka bakar

Inhalasi asap

Edema laring

Obstruksi jalan nafas

Bersihan jalan nafas inefektif
Bersihan jalan napas tidak efektif
3.
Ds: -
Do:
  • Turgor kulit kering
  • Mukosa kering
  • CVP abnormal
  • Intake Output tidak seimbang
  • Kadar kalium, natrium abnormal
Luka bakar

Permeabilitas kapiler meningkat

Evaporasi / Penguapan




Kehilangan cairan tubuh
Defisit volume cairan
4
DS: -
DO:
  • Hb <10 ml/gr
  • Klien nampak sianosis
  • Ekstremitas dingin
  • Klien terlihat lemah
  • Akral dingin, lembab

Luka bakar

Vasodilatasi PD

Sirkulasi darah menurun

Sel mengalami hipoksia


perfusi jaringan tidak efektif
Gangguan perfusi jaringan tidak efektif
5
DS: pasien mengeluh perih, sakit
DO:
  • Terdapat edema
  • Kulit kemerahan hingga nekrosis
  • Kulit tidak utuh
  • Akral dingin, lembab
Luka bakar

Kerusakan kulit/ jaringan


Inflamasi, Lesi




Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit
6
DS: pasien mengeluh panas dan sakit
DO:
- Nadi 120x/menit
- RR 30x/menit
-Pasien nampak meringis kesakitan sambil memegang dada yang sakit.
P:trauma luka bakar
Q : terasa panas
R : sisi trauma/cidera yang sakit
S : Skala nyeri 7
T: Hilang timbul dan meningkat jika adanya aktivitas
Luka bakar

Kerusakan kulit/ jaringan dan edema

Nyeri
Nyeri


DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA
  1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas
  2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap
  3. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar
  4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
  5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, lesi
  6. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

  1. INTERVENSI
NO
Diagnosa
NOC
NIC
1
Dx: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas

.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendapatkan oksigenasi yang adekuat.
Kriteria hasil:
  1. RR 12-24 x/mnt
  2. Warna kulit normal
  3. GDA dalam renatng normal
  4. Tidak ada kesulitan bernafas
  1. Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.      
  2. Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan.
  3. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator mekanis sesuai indikasi bila terjadi insufisiensi pernafasan (dispneu hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium). 
  4. Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri selama tirah baring. 
  5. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.  
2
Dx: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam jalan napas klien kembali paten (terbebas dari sumbatan), dengan kriteria hasil:
  1. RR normal (12-24x/menit)
  2. Ritme pernapasan reguler
  3. Suara nafas normal
  4. Tidak ada penggunaan oto bantu nafas
Airway Management:
  1. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah dilakukan pembebasan jalan napas, catat hasilnya
  2. Lakukan fiksasi pada daerah kepala leher untuk meminimalkan terjadinya gerakan
  3. Lakukan pembebasan jalan napas secara manual dengan teknik jaw thrust maneuver secara hati-hati untuk mencegah terjadinya gerakan leher
  4. Lakukan pembebasan jalan napas dengan alat oropharyngeal airwayjika dibutuhkan
  5. Monitoring  pernapasan dan status oksigenasi klien
3
Dx: Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …. jam tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau dehidrasi dengan KH:
  1. membran mukosa lembab
  2. integritas kulit baik
nilai elektrolit dalam batas normal.
  1.  Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang
  1. Monitoring CVP, kapiler dan kekuatan nadi perifer.
  2. Observasi pengeluaran urin, berat jenis dan warna urin.
  3. Timbang berat badan setiap hari  
  4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi    
  5. Lakukan program kolaborasi meliputi: Pasang/ pertahankan kateter urine. 
  6. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.   
  7. Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium).    
  8. Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
  9. Monitoring tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.-      Warna urine.-      Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.    Status umum setiap 8 jam. 
4
Dx: Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan aliran darah pasien ke jaringan perifer adekuat
Kriteria Hasil :
1. Nadi perifer teraba dengan kualitas dan kekuatan yang sama
2. Pengisian kapiler baik
3. Warna kulit normal pada area yang cedera
  1. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.
  2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
  3. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar
  4. Dorong latihan gerak aktif
  5. Lakukan kolaborasi dalam mempertahankan penggantian cairan
  6. Kolaborasi dalam mengawasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium
  7. Lakukan kolaborasi untuk menghindari injeksi IM atau SC
5
Dx: Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien menunjukkan regenerasi jaringan Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
  1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
  2. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.  
  3. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.        
  4. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat.  Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan. 
  5. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi. 
  6. Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai. 
  7. Lakukan program kolaborasi, siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.
  1. Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
  2. Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit. 
  3. Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi. 
  4. Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft.
  5. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal. Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif. 
  6. Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.  
  7. Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
6
Dx: Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol  dg KH:
  1. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala nyeri 2-3
  2. Ekspresi wajah tenang
  3. Klien dapat istirahat dan tidur
Manajemen nyeri :
  1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi).
  2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
  3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
  4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
  5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
  6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
  7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi nyeri.
  8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
  9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  1. Asuhan Keperawatan Khusus
Seorang pasien bernama Tn. S berusia 27 tahun dengan BB 60 kg datang ke RSUA jam 11.00 pagi karena terkena ledakan tabung gas. Kejadian pasien terluka bakar pada jam 08.00. Daerah luka bakar terjadi pada sebagian besar dada klien ( Nilai : 18%). Keluhan utama klien saat dating ke RSUA merintih kesakitan saat di kaji skala nyeri 7. Klien juga mengeluhkan sesak, batuk-batuk, serta klien merasa lemas. Pasien mendapatkan 500 cc cairan.

            Resusitasi cairan
Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc)
18 x 60 x 4 = 4320 ml/24 jam
8 jam pertama = 2160 ml-500ml = 1660 ml utk 5 jam berikutnya
16 jam berikutnya 2160 ml cairan

  1. Pengkajian
  1. Anamnesa
    1. Nama                         : Tn. S 
    2. Jenis kelamin             : Laki-Laki
    3. Tanggal masuk          : 31 Maret 2016
    4. Usia                           : 27 tahun
    5. Status perkawinan     : Menikah
    6. Suku bangsa              : Jawa/Indonesia
    7. Alamat                      : Surabaya
    8. Agama                       : Islam                  
    9. Pekerjaan                   : Pegawai swasta
    10. Pendidikan                : Tamat SMP

  1. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
    1. Keluhan Utama: Klien merintih kesakitan karena luka bakar 3 jam sebelum MRS.
    2. Riwayat Penyakit Sekarang: 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S menderita luka bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji . Tn. S tidak memiliki riwayat Diabetes dan hipertensi. Kesadaran composmentis, TD: 100/70 mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 36,8oC, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg
    3. Riwayat Penyakit Dahulu: Tn.S mengatakan belum pernah mempunyai riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya. Riwayat Diabetes Melitus tidak ada dan Hipertensi tidak ada.
    4. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi, asma, TBC
    5. Pemeriksaan Fisik:

  1. Status Generalis
KeadaanUmum              : Tampak sakitberat
Kesadaran                      : Compos mentis
Tekanan darah                : 100/70 mmHg
Nadi                               : 110x/mnt, reguler
Suhu                               : 36,8o
Pernapasan                     : 29x/menit
Tinggi badan                  : 165 cm
Berat badan                    : 60 kg

  1. Kelenjar Getah Bening
Submandibula                 : tidak teraba
Leher                              : tidak teraba
Supraklavikula                : tidak teraba       
Ketiak                            : tidak teraba       
Lipat paha                      : tidak teraba

  1. Kepala
Ekspresi wajah         : menyeringai, menahan sakit                               
Rambut                     : hitam  
Simetri muka            : simetris

  1. Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP)    : 2-5 cmH2O
Kelenjar Tiroid                           : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe                           : tidak taraba membesar

  1. Dada     
Bentuk               : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Retraksi sela Iga : (-)

  1. Perut
Inspeksi                : datar, tidak ada ascites

  1. Punggung
Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian dada (18%). Warnanya merah, keabu-abuan, sedikit tampak cairan.

  1. Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan

DS: Klien merasa lemas
DO:
  1. Turgor kulit kering
  2. Mukosa kering
  3. CVP abnormal
  4. Intake Output tidak seimbang
  5. Kadar kalium, natrium abnormal
Luka bakar

Permeabilitas kapiler meningkat


Evaporasi / Penguapan cairan


Kehilangan cairan tubuh
Defisit volume cairan

DS: Pasien mengeluh sesak
DO:
  1. Tampak kesulitan bernafas/sesak
  2. Gerakan dada tidak simetris
  3. Pola napas cepat dan dangkal
  4. TTV : TD: 100/70 mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 36,8oC, RR: 29x/menit
Luka bakar


Vasodilatasi Pembuluh Darah

Penyumbatan sal. Nafas bagian atas


Edema paru


Hiperventilasi

Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas

DS: Pasien mengeluh batuk-batuk
DO:
  1. Pasien tampak sesak
  2. Pasien batuk-batuk
  3. Gerakan dada tidak simetris
  4. RR= 29 x/mnt
  5. Pola napas cepat dan dangkal

Luka bakar


Inhalasi asap


Edema laring

Obstruksi jalan nafas


Bersihan jalan nafas inefektif
Bersihan jalan napas tidak efektif

DS: klien mengeluh panas dan sakit
DO:
  1. TD: 90/70 mmHg, Nadi: 100x/mnt
  2. Pasien nampak meringis kesakitan sambil memegang dada yang sakit.
P: trauma luka bakar
Q : terasa panas
R : sisi trauma/cidera yang sakit
S : Skala nyeri 7
T: Hilang timbul dan meningkat jika adanya aktivitas
Luka bakar


Kerusakan kulit/ jaringan dan edema


Nyeri
Nyeri akut

DS: pasien mengeluh perih, sakit
DO:
  1. Terdapat edema
  2. Kulit kemerahan hingga nekrosis
  3. Kulit tidak utuh
  4. Akral dingin, lembab
Luka bakar


Kerusakan kulit/ jaringan

Inflamasi, Lesi


Kerusakan integritas kulit
Gangguan integritas kulit

  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
    2. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
    3. Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas
    4. Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
    5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena luka bakar

  1. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ vital tercapai
Kriteria Hasil:
a. BP 100-140/60 –90 mmHg
b. Produksi urine >30 ml/jam (minimal 1 ml/kg BB/jam)
c. Ht  37-43 %
d. Turgor elastic
e. Mucosa lembab
f. Akral hangat
g. Rasa haus tidak ada
  1. Monitor dan catat intake, output (urine 0,5 – 1 cc/kg.bb/jam)
  2.  Beri cairan infus yang mengandung elektrolit (pada 24 jam ke I), sesuai dengan rumus formula yang dipakai
  3. Monitor vital sign
  4. Monitor kadar Hb, Ht, elektrolit, minimal setiap 12 jam.

2.
Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam oksigenasi jaringan adekuat

Kriteria Hasil:
a.Tidak ada tanda-tanda    sianosis
b. Frekuensinafas  12 - 24 x/mnt
c. SP O2 > 95

1.Mengkaji tanda-tanda distress nafas, bunyi, frekuensi, irama, kedalaman nafas.
2.Monitor tanda-tanda hypoxia (agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
3.Monitor hasil laboratorium, AGD, kadar oksihemoglobin, hasil oximetri nadi,
4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemasangan endotracheal tube atau tracheostomi tube bila diperlukan.
5.Kolabolarasi dengan tim medis untuk pemasangan ventilator bila diperlukan.
6.Kolaborasi dengan tim medis untuik pemberian inhalasi terapi bila diperlukan
3.
Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 x24 jam jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
a.Tidak ada sekret di saluran pernafasan
b.Pasien bisa bernafas dengan normal

1.Kaji status pernafasan klien 72 jam pertama
2. Latihan nafas dalam dan batuk efektif jika memungkinkan
3. Tinggikan kepala 15-30 derajat
4.Lakukan postural drainase danclaping vibrating jika memungkinkan
  1. Lakukan penghisapan (suction) sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien
4.
Nyeri akut b.d  kerusakan kulit dan jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam selama masa perawatan nyeri berkurang
Kriteria Hasil:
a.Skala 1-2
b.Expresi wajah tenang
c.Nadi 60-100 x/mnt
d.Klien tidak gelisah

1. Kaji rasa nyeri yang dirasakan klien
2.Atur posisi tidur dengan nyaman
3. Anjurkan klien untuk teknik relaksasi
4.Lakukan prosedur pencucian luka dengan hati-hati
5. Anjurkan klien untuk mengekspresikan rasa nyeri yang dirasakan
6.Beri tahu klien tentang penyebab rasa sakit pada luka bakar
7.Kolaborasi dengan tinm medis untuik pemberian analgesik
5.
Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena luka bakar

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama masa penyembuhan luka bakar sembuh dengan baik dan integritas kulit
Kriteria hasil:
a.Luka sembuh sesuai dengan fase penyembuhan luka

1. Kaji luka pada fase akut (perubahan warna kulit)
2. Cegah adanya gesekan pada kulit yang terdapat luka
3. Lakukan perawatan pada luka bakar

Prosedur:
1.Pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan. Prinsip dilution is the best solution for pollution diterapkan.
2. Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar (dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement.
3. Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan luka karena berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis, eskar yang mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan steril.
4. Perawatan pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap kali penggantian balutan.
5.Pemberian antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.

  1. Evaluasi
    1. S: Klien merasa tidak lemas
O: Turgor kulit baik, mukosa lembab, kadar Kalium= 4.0 mEq/L dan kadar Natrium= 135 mEq/L, intake dan output seimbang
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
  1. S: Klien mengatakan sesak berkurang
O: Klien kadang-kadang masih terlihat bernafas cepat, RR: 25 kali/menit, SaO2 = 95 %
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
  1. S: Klien mengatakan batuk-batuk berkurang
O: Klien kadang-kadang batuk dan mengeluarkan secret
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
  1. S: Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 4
O: Klien tidak meringis dan nadi 95 kali/ detik
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
  1. S: Klien masih mengeluhkan perih pada luka
O: Masih ada luka terbuka
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan




DAFTAR PUSTAKA

Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari. 2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka Bakar. Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin,Bandung.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa. EGC : Jakarta
Insley, J. 2000. Vade-Mecum Pediatri. EGC : Jakarta
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Mohamad, Kartono. 2005. Pertolongan Pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nina, R. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Ortiz-Pujols SM, Thompson K, Sheldon GF, et al. 2011. Burn Care : Are There Sufficient Prociders and Facilities?. Chapel Hill, North Carolina. American College of Surgeons Health Policy Research Institute
Rahayuningsih. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar Combustio. Akademi Keperawatan Bhaki Mulia.Sukoharjo
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga dalam Penanganan Luka Bakar di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga Dalam Penanganan Luka Bakar Di Rsud Sukoharjo. Skripsi. Surakarta : Stikes Kusuma Husada .


Demikianlah Artikel Askep Luka Bakar

Sekianlah artikel Askep Luka Bakar kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Askep Luka Bakar dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2016/06/askep-luka-bakar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar