ABO Incompatibility

ABO Incompatibility - Hallo sahabat askep, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul ABO Incompatibility, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Perawat, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ABO Incompatibility
link : ABO Incompatibility

Baca juga


ABO Incompatibility

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Inkompatibilitas ABO
ABO incompatibility / incompatibilitas ABO adalah kondisi medis dimana golongan darah antara ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan. Pada kebanyakan kasus inkompatibilitas ABO, ibu memiliki golongan darah O dan janin memiliki golongan darah A, mungkin juga terjadi bila janin memiliki golongan darah A atau AB. Pada Inkompatibilitas ABO, hemolisis tidak selalu terjai sampai dengan kelahiran. Respons hemolitik pada inkompatibilitas ABO biasanya mulai pada waktu lahir dengan mengakibatkan ikterus bayi baru lahir (Stright, 2004). Golongan darah yang berbeda menghasilkan antibody yang berbeda-beda. Ketika golongan darah yang berbeda tecampur, suatu respon kekebalan tubuh terjadi dan antibody terbentuk untuk menyerang antigen asing di dalam darah. Ibu dengan golongan darah O menghasilkan antibody anti-A dan anti-B yang cukup kecil untuk memasuki sirkulasi tubuh bayi, menghancurkan sel darah merah janin. Penghancuran sel darah merah menyebabkan peningkatan produksi bilirubin yang merupakan produk sisa. Apabila terlalu banyak bilirubin yang dihasilkan, maka akan menyebabkan ikterus pada bayi.

Inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab penyakit hemilitik pada bayi baru lahir yang merupakan factor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia. (Dharmayani, 2009). Inkompatibilitas ABO berbeda dengan inkompatibilitas Rh (antigen CDE) karena penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama, penyakitnya hampir selalu lebih ringan dari isoimunisasi Rh dan jarang menyebabkan anemia bermakna, sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M, yang tidak dapat menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin. Oleh karena itu, meskipun dapat menyebabkan penyakit hemolitik pada neonates, namun isoimunisasi ABO tidak menyebabkan hidrops fetalis (Leveno, 2009).

  1. Sistem Golongan Darah ABO
Sistem ABO ditemukan pada tahun 1900 oleh Karl Landsteiner. Antigen-antigen utamanya disebut A dan B, antibodi utamanya adalah anti-A dan anti-B. Adanya antibodi ini serta spesifitasnya tidak ditentukan secara genetis. Antibodi ini terbentuk setelah tubuh terpajan ke antigen-antigen yang banyak terdapat di alam yang memiliki kemiripan struktur dan spesifisitas dengan antigen sel darah merah. Berikut pada tabel 2.1 adalah klasifikasi golongan darah ABO oleh Karl Landsteiner.

Golongan Darah
Antigen
Antibodi alamiah
O
-
anti-A + anti-B
A
A
anti-B
B
B
anti-A
AB
A + B
-
Tabel 2.1 Sistem golongan darah ABO  (Yamamoto, 2004)

  1.  Penyakit Hemolitik Pada Inkompatibilitas ABO (ABO-HDN)
Inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang merupakan faktor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia (Dharmayani, 2009).

  1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari inkompatibilitas sebagian besar kasusnya ringan, diantaranya yaitu:
1.     Ikterus sebagai satu-satunya manifestasi klinis dari Inkompatibilitas ABO.
2.     Bayi biasanya tidak terkena secara menyeluruh pada saar lahir
3.     Tidak ada pucat, dan hidrops fetalis sangat jarang.
4.     Hati dan limpa tidak sangat membesar, jika ditemukan.
Ikterus biasanya muncul dalam 24 jam pertama. Kadang-kadang penyakit ini menjadi berat serta tanda-tanda kernikterus berkembang dengan cepat. (Behrman, 1999)

  1. Patofisiologi
Patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya reaksi hemolitik pada inkompatibilas ABO akibat kesalahan transfusi adalah akibat antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko. Sedangkan patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya penyakit inkompabilitas Rh dan ABO adalah terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. 

Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan. Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. 

Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus. Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak (swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan masalah jantung (Leveno, et al., 2004)(Benson & Pernoll, 2009) (Bherman, et al., 2000).

  1. Web of Caution ( terlampir)

  1. Pemeriksaan Diagnostik
ABO incompatibility atau inkompatibilitas ABO didiganosis dengan:
  1. Tes darah tali pusat untuk mengetahui ketidakcocokan
  2. Hitung darah lengkap untuk mengetahui atau menunjukan adanya sel-sel darah yang rusak dan hemolisis.
  3. Pemeriksaan tingkat kadar bilirubin (tingkat bilirubin tinggi)
Diagnosis dugaan didasarkan pada adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs direk positif lemah sampai sedang, dan adanya sferosit pada pulasan darah, yang kadang-kadang member kesan adanya sferositosis herediter. Hiperbilirubinemia sering merupakan satu-satunya kelainan laboratorium. Kadar hemoglobin biaasanya normal tetapi dapat serendah 10-12 g/dL (100-120 g/L). retikulosit dapat naik sampai 10-15 %, dengan polikromasia yang luas dan kenaikan jumlah sel darah merah berinti. Pada 10-15% bayi yang terkena, kadar serum bilirubin tak terkonjugasinya dapat mencapai 20 mg/dL atau lebih jika tidak dilakukan fototerapi. (Behrman, 1999)

  1. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan khusus pada bayi dengan ikterus karena inkompatibilitas ABO selain penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara umum. Katz dan kawan-kawan (1982) menemukan bahwa 62% bayi yang mengalami hemolitik memerlukan pengobatan dan yang palong sering diperlukan adalah fototerapi. Fototerapi biasanya dapat mengatasi ikterik pada bayi yang terkait dengan inkompatilitas ABO. Kalau tidak, pengobatan diarahkan pada korelasi tingkat anemia atau hiperbilirubinemia yang membahayakan dengan jalan transfuse tukar memakai darah. Transfuse tukar memakai darah yang golongannya sama seperti golongan darah ibu (tipr Rh harus diuji silang dengan darah bayi). Indikasi untuk prosedur ini sama dengan indikasi yang diuraikan sebelumnya pada penyakit hemolitik karena inkompatibilitaas Rh. (Behrman, 1999)

Menurut American Academy of Pediatric indikasi transfuse tukar yaitu apabila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut atau apabila kadar bilirubin total lebih dari sama dengan 25 mg/dL pada bayi usia gestasi 35 minggu atau lebih. Transfuse tukar sekarang jarang digunakan karena efektifnya fototerapi dan juga dengan pertimbangan terhadap resiko komplikasi yang banyak ditimbulkan dari transfuse tukar tersebut.

  1. Komplikasi
Inkompatibilitas ABO umumnya tidak berbahaya seperti jenis lain dari penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir. Beberapakomplikasi yang bias di sebabkan oleh penyakit ini adalah:

  1. Penyakit kuning
Kebanyakan bayi yang baru lahir dengan inkompatibilitas ABO memiliki kadar bilirubin yang lebih tinggi dari normal, sehingga menyebabkan penyakit kuning pada bayi yang baru lahir. Ikterus pada bayi baru lahir memungkinkan untuk melakukan intervensi medis lebiih lanjut untuk mengatasinya.

  1. Anemia
Banyak kasus dengan inkompatibilitas ABO mengalami anemia setelah beberapa minggu kelahiran. Anemia ini disebabkan oleh peningkatan jumlah kerusakan pada sel-sel darah merah dalam menaggapi antibody maternal. Antibody ini dapat bertahan di dalam tubuh bayi yang baru lahir selama beberapa minggu setelah persalinan. Sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan seberapa parah anemia pada bayi baru lahir.

  1. Prognosis
Inkompatibilitas ABO dapat menjadi maslah yang sangat serius yang dapat mengakibatkan kematian. Dengan pengobatan yang tepat, diperkirakan akan sembuh total. Pengukuran titer antibody dengantes Coombs indirek < 1:16 berari bahwa janin mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin ddapat dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukkan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnyanRheses negative. Jika titer antibody naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibody diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih, jika titer dibawah 1:32 maka prognosis janin diperkirakan baik.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
INKOMPATIBILITAS ABO

3.1 Pengkajian
  1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak ke berapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.

  1. Keluhan Utama
Pada klien dengan ABO incompatibility yang sering dijumpai adalah warna kulit yang kuning (jaundice)

  1. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau sungsang.

  1. Riwayat kelahiran, yaitu :
Tanggal & tempat lahir, ditolong oleh siapa, cara kelahiran, kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir, pasca lahir, hari-hari pertama kehidupan, masa kehamilan, berat badan & panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan, kurang atau besar)

  1. Riwayat kehamilan ibu yaitu kesehatan ibu saat kehamilan, pernah sakit atau tidak, makan obat-obatan, atau tetanus toxoid
 
  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan ABO incompatibility biasanya mengalami kulit kekuningan ikterus pada 24 jam pertama. Kulit pucat jarang ditemui.

  1. Riwayat pertumbuhan, yaitu kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur.
  2. Riwayat Perkembangan yaitu patokan perkembangan pada bidang motor kasar, motor halus, dan sosial-personal
  3. Riwayat imunisasi
Catat imunisasi yang sudah diterima oleh pasien

  1. Riwayat penyakit keluarga
ABO incompatibility dapat karena ada riwayat keluarga yang juga pernah mengalami, tetapi dapat juga muncul tanpa ada riwayat keluarga.

  1. Pemeriksaan fisik
Komponen yang penting dalam pemeriksaan fisik bayi meliputi pengukuran besar tubuh (tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala) dan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan serta suhu tubuh). Neonatus berada dalam keadaan paling responsif selama 1-2 jam setelah menyusu. Pemeriksaan dimulai dengan melepaskan pakaian bayi. Pemeriksaan dilakukan sehingga rangsangan dan gerakan yang dapat membangunkan bayi dari tidurnya terjadi secara bertahap.

Pada inspeksi umum, kebanyakan bayi lahir dengan menangis keras lalu cenderung tetap terjaga selama setengah jam atau lebih dan sangat aktif selama waktu tersebut. Mata bayi terbuka dan mereka memperlihatkan gerakan menghisap, mengunyah, serta menelan. Bayi mungkin menyeringai, menangis singkat, atau mendadak melakukan gerakan fleksi dan ekstensi berulang pada lengan atau tungkai mereka. Jadi, jika bayi tersebut berada dalam keadaan lemah, tidak mau menyusu, dan kurang aktif, hal ini bisa menjadi tanda-tanda adanya abnormalitas pada bayi yang harus kita observasi selanjutnya. Pemeriksaan penting lainnya yang berhubungan dengan skenario ini adalah pemeriksaan warna kulit bayi. Normalnya berwarna merah muda. Pucat bisa disebabkan oleh anemia atau perfusi yang buruk, seperti yang sering dijumpai pada asfiksia, syok, dan kelainan jantung kongenital. Jika berwarna kuning atau ikterus hingga jingga, disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek. Derajat ikterus seorang BBL akan lebih mudah dinilai dengan memberi tekanan singkat menggunakan jari ke kulit bayi dan kemudian mengamati warna di daerah yang memucat tersebut. Tindakan ini bermanfaat terutama pada bayi yang berkulit gelap. Derajat hiperbilirubinemia pada keadaan normal dapat diperkirakan secara kasar lewat sebuah sistem yang ditemukan oleh Kramer. Tetapi, sistem ini tidak valid jika bayi sudah mendapatkan fototerapi

Terdapat cara lain untuk mengestimasi transcutaneous bilirubin pada neonatus, yaitu dengan membandingkan warna kulit dari bayi dengan sebuah skala warna. Pada tahun 1960, Gosset memperkenalkan untuk pertama kalinya penggunaan icterometer untuk mengetahui ikterus pada bayi. Gosset memetakannya pada garis-garis transversal sebanyak 5 buah dengan 5 warna kuning yang berbeda, dan ditempatkan pada strip plastik. Alat ini kemudian agak ditekankan pada hidung bayi, kemudian warna kuning yang muncul disesuaikan dengan skor jaundice yang terletak pada strip tersebut. Jika warna kuning terdapat di antara 2 skor berbeda, dapat diberikan poin 0,5 untuk hal tersebut. Untuk setiap poin yang diperoleh, ada nilai rerata dari TSB dan 2 standar deviasi di atas rerata tersebut. Sebagai alat skrining, icterometer dapat menjadi alat yang cukup baik digunakan untuk bayi yang tergolong usia aterm dan preterm, dan biasa digunakan oleh perawat dan orang tua di rumah karena cukup praktis.

Pengukuran antropometrik pada bayi baru lahir:

  1. Panjang Badan
Bagi anak <2 tahun, pengukuran panjang badan dilakukan dengan menempatkan bayi dalam posisi berbaring telentang pada papan pengukur (infantometer).

  1. Berat Badan
Lakukan penimbangan berat badan bayi secara langsung dengan alat timbang bayi (infant scale). Bayi berada dalam keadaan telanjang. Berikut ini merupakan klasifikasi menurut berat lahir, yaitu:
  1. Bayi berat lahir ekstrim rendah: <1000 gram
  2. Bayi berat lahir sangat rendah: <1500 gram
  3. Bayi berat lahir rendah: berat <2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
  4. Bayi berat lahir cukup/normal: berat >= 2500 - 4000 gram.
  5. Bayi berat lahir lebih: berat >4000 gram.
Usia kehamilan (gestasional) ditentukan berdasar tanda-tanda neuromuskular yang khas dan ciri-ciri fisik yang berubah menurut maturitas kehamilannya. Jika usia kehamilan <37 minggu (<259 hari), bayi tergolong prematur. Jika usia kehamilan berada antara 37-42 minggu, bayi tergolong aterm. Dan jika usia kehamilan >42 minggu, bayi termasuk postmatur.

  1. Lingkar Kepala
Lingkar kepala harus diukur selama usia 2 tahun pertama. Lingkar kepala pada bayi mencerminkan pertumbuhan cranium & otak. Untuk mengukur lingkar kepala, pita pengukur ditempatkan pada prominensia oksipitalis & frontalis sehingga didapatkan hasil yang maksimal. Pengukuran pada bayi paling baik didapatkan ketika bayi dalam posisi telentang.

Tanda-tanda Vital:
  1. Tekanan darah
Bayi akan mengalami peningkatan tekanan darah pada saat melakukan aktivitas fisik seperti menangis dan berada dalam keadaan cemas. Hasil pengukuran yang tinggi harus selalu dikonfirmasi dengan beberapa kali pengukuran berikutnya.2,3 Pengukuran tekanan darah sistolik yang paling mudah dilakukan pada bayi adalah dengan menggunakan metode Doppler yang akan mendeteksi getaran aliran darah arterial (hasil pemeriksaan ini kemudian dikonversi secara otomatis oleh alat Doppler menjadi tingkat tekanan darah sistolik dan kemudian alat tersebut meneruskan hasil pengukurannya ke alat pembaca digital.

  1. Denyut nadi
Frekuensi jantung pada bayi dan anak cukup bervariasi. Frekuensi jantung pada usia ini lebih sensitif terhadap pengaruh keadaan sakit, aktivitas fisik, dan keadaan emosi dibanding pada orang dewasa. Berikut ini merupakan daftar frekuensi jantung rata-rata pada bayi dan anak saat istirahat:
  1. Lahir: 140 kali/menit
  2. 6 bulan pertama: 130 kali/menit
  3. 6-12 bulan: 115 kali/menit
  4. 1-2 tahun: 110 kali/menit
  5. 2-6 tahun: 103 kali/menit
  6. 6-10 tahun: 95 kali/menit
  7. 10-14 tahun: 85 kali/menit
 
  1. Frekuensi napas
Seperti halnya frekuensi jantung, frekuensi napas pada bayi & anak memiliki kisaran yang lebih lebar serta bersifat lebih responsif terhadap keadaan sakit, aktivitas dan emosi bila dibandingkan dengan frekuensi pernapasan orang dewasa. Frekuensi pernapasan per menit berkisar antara 30-60x pada neonatus.3 Pola napas diamati selama 60 detik. Pada masa bayi, pernapasan diafragma terlihat paling dominan.

  1. Suhu tubuh
Pada bayi yang berusia <2 bulan, pengukuran suhu rektal lebih disenangi karena pedoman klinis untuk evaluasi terhadap infeksi bakteri yang berat harus menggunakan suhu rektal sebagai kriteria utamanya.

Selain pemeriksaan keadaan umum seperti cara-cara di atas, terdapat pula pemeriksaan neonatus yang berguna untuk menilai tingkat perkembangan neonatus. Terdapat beberapa sistem skoring yang digunakan untuk mengetahui bayi tersebut digolongkan dalam tingkat tertentu. Dengan adanya tingkat tersebut, dokter dapat mengetahui apakah bayi tergolong normal atau tidak.

         Skor Apgar
Merupakan pemeriksaan paling awal & penting untuk bayi yang baru lahir. Pemeriksaan ini terdiri atas 5 komponen untuk menggolongkan pemulihan status neurologi neonatus dari proses kelahirannya & kemampuan adaptasinya yang segera terhadap kehidupan ekstra uteri.

Penilaian
0
1
2
Appearance (warna kulit)
Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
Warna kulit seluruh tubuh normal
Pulse (denyut jantung)
Tidak ada denyut jantung
Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
Denyut jantung lebih atau di atas 100 kali per menit
Grimace (respon refleks)
Tidak ada respon terhadap stimulasi
Wajah meringis saat distimulasi
Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat distimulasi
Activity (tonus otot)
Lemah, tidak ada gerakan
Lengan dan kaki dalam keadaan fleksi dengan sedikit gerakan
Bergerak aktif dan spontan
Respiration (pernapasan)
Tidak bernapas
Menangis lemah, seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
Tabel 1. Skor Apgar

Skor Apgar dalam 1 menit, jika angkanya:
  1. 0-4: menunjukkan bahwa bayi mengalami depresi berat & memerlukan resusistasi segera
  2. 5-7: bayi mengalami depresi saraf
  3. 8-10: normal
Skor Apgar dalam 5 menit, jika angkanya:
  1. 0-7: berisiko tinggi untuk terjadinya disfungsi selanjutnya pada system saraf pusat dan organ lain
  2. 8-10: normal

3.2 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
  1. TORCH atau pemeriksaan terhadap infeksi Toxoplasma virus, Rubella virus, Cytomegalovirus dan Herpesvirus. Pemeriksaan TORCH di laboratorium dilakukan dengan memeriksa adanya antibodi dalam darah berupa IgG dan IgM. Nilai normal pemeriksaan TORCH adalah:
  1. Anti Toxoplasma IgG : <4  negatif, ≥4-<8  equivocal, ≥8  positif.
  2. Anti Toxoplasma IgM : <0.55  negatif, ≥0.55-<0.65   equivocal, ≥0.65 positif
  3. Anti Rubella IgG : <10 negatif, ≥10-<15 equivocal,  ≥15 positif
  4. Anti Rubella IgM : <0.8 negatif, 1.2 ≥0.8-<1.2 equivocal, ≥1.2  positif
  5. Anti CMV IgG : <4 negatif, ≥4-<6 equivocal, ≥6 positif
  6. Anti CMV IgM : <0.7negatif, ≥0.7-<0.9 equivocal,  ≥0.9 positif
  7. Anti Herpers I IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21 positif
  8. Anti Herpes I IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif
  9. Anti Herpes II IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21  positif
  10. Anti Herpes II IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif
Jika pada pemeriksaan pertama kali mendapat hasil equivocal (nilai ambang batas, terlalu tinggi untuk dikatakan negatif tetapi terlalu kecil untuk dikatakan positif) biasanya akan diminta pemeriksaan ulang dengan rentang waktu tertentu.

  1. Skrining TSH Neonatus
Skrining pada bayi dilakukan pada bayi sehat dan cukup umur pengambilan sampel pada usia 72-120 jam sejak lahir. Bayi prematur atau yang sakit dirawat di RS hingga usia 7 hari. Skrining yang dianjurkan pada bayi yang baru lahir adalah TSH neonatus. Tes tersebut dipilih karena dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya dan angka kejadiannya tinggi. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang terletak di bagian depan leher dan berperan besar dalam: proses pertumbuhan, fungsi metabolisme & pengaturan cairan tubuh. Pada keadaan normal, hormon tiroid bernilai 40 mU/L.7 Hipotiroid bawaan (Congenital Hipothyroidism) merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh tidak adanya/kurangnya hormon tiroid sejak lahir. Ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental padahal hal ini dapat dicegah secara mudah dengan pengobatan yang dilakukan dari awal. Penyebab hipotiroid bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:
  1. Permanen (jika hasil >90%), karena kegagalan pembentukan kelenjar tiroid secara total atau parsial atau karena kelenjar tiroid tumbuh ditempat yang salah. Penanganannya dilakukan dengan memberikan hormon pengganti seumur hidup dan diberikan sedini mungkin pada usia 0-3 tahun.
  2. Sementara (jika hasil <20%), karena ibu hamil menggunakan obat-obatan yang menekan produksi hormon tiroid. Penanganannya tidak diperlukan pengobatan karena fungsi kelenjar tiroid akan kembali normal dalam waktu bervariasi tergantung penyebabnya.
 
  1. Tes kadar bilirubin
Pengambilan sampel darah kapiler melalui tusukan tumit. Pengambilan darah ini dapat digunakan untuk pemeriksaan hematokrit, analisis gas darah, kadar gula darah, skrining sepsis, kadar bilirubin, dan kimia darah. Pada neonatus matur dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam. Ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain pada hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

  1. Coomb’s Test
Test Coomb ini memiliki 2 jenis tes yaitu Direct Coomb’s Test atau Direct Antiglobulin Test (DAT) dan Indirect Coomb’s Test atau Indirect Antiglobulin Test (IAT). Kedua tes ini dilakukan berdasarkan kepada fakta bahwa anti-human antibody (yang dihasilkan oleh non-manusia, dalam hal ini hewan, dengan serum manusia) akan berikatan pada human antibody, di mana hal ini bisa menyebabkan munculnya antigen pada permukaan eritrosit yang dapat menuju pada aglutinasi dari eritrosit itu sendiri. Penggunaan klinis dari Coomb’s Test ini penting pada saat skrining ibu hamil sebelum melahirkan dan deteksi antibodi untuk mendiagnosa anemia hemolitik immune-mediated. Coomb’s Test dilakukan dengan cara mengambil serum darah dari sample darah vena (dengan venepuncture).

DAT bisa digunakan untuk memeriksa adanya anemia hemolitik tipe autoimun, misalnya pada kondisi di mana hitung sel darah merahnya menurun oleh karena sistem imun yang melisiskan eritrosit sehingga menyebabkan destruksi eritrosit. Prosedur tes ini adalah, sample darah diambil kemudian eritrosit “dicuci” (maksudnya, plasma darah pasien disingkirkan) dan kemudian diinkubasi dengan antihuman globulin (yang dikenal dengan reagen Coomb’s). Jika hal ini menimbulkan adanya aglutinasi eritrosit, DAT bernilai positif dan hal ini dapat menjadi indikasi bahwa antibodi menempel pada permukaan eritrosit.

Sedangkan, IAT biasa digunakan dalam pemeriksaan ibu hamil sebelum melahirkan, memeriksa pasien sebelum melakukan transfusi darah. IAT dapat mendeteksi antibodi yang menyerang eritrosit (eritrosit yang tidak terikat pada serum pasien). Dalam kondisi ini, serum pasien diekstraksi dari sample darah pasien. Kemudian, serum tersebut diinkubasi dengan eritrosit yang diambil dari sample darah pasien yang lain. Jika terjadi aglutinasi, IAT bernilai positif.

3.3 Gejala dan tanda
Gejala klinik yang muncul pada bayi yang mengalami ikterus akibat inkompatibilitas ABO adalah anemia yang bermakna dan hiperbilirubinemia. Kriteria yang lazim digunakan untuk menegakkan hemolisis neonatus akibat inkompatibilitas ABO adalah
  1. Ibu memiliki golongan darah O dengan antibody anti-A dan anti-B di dalam serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah A, B, atau AB.
  2. Ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama.
  3. Terdapat anemia, retikulosis, dan eritriblastosis dengan derajat bervariasi.
  4. Kausa hemolisis yang lain telah disingkirkan dengan teliti.

3.4 Diagnosa Keperawatan
  1. Neonatal jaundice b.d peningkatan bilirubin indirect akibat ABO Incompatibility (00194)
Domain 2: Nutrition, Class 6: Metabolism
 
  1. Anxiety b.d keadaan bayi akibat ABO Incompatibility (00146)
Domain 9: coping/stress tolerance, Class 2: coping responses
 
  1. Risk for deficient fluid volume b.d peningkatan aktivitas berkemih akibat fototerapi (00027)
Domain 2: Nutrition, Class 5 : Hydration
 
3.5 Intervensi Keperawatan
  1. Neonatal jaundice b.d penyakit pada bayi (ABO Incompatibility) (00194)
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24  jam jaundice hilang atau berkurang dengan indikator :
Domain I, Kelas B
Newborn Adaptation (0118)
  1. Warna kulit (5)
  2. Kadar bilirubin (5)
Phototherapy: Neonate (6924)
  1. Kaji kembali faktor resiko maternal dan bayi terhadap terjadinya hiperbilirubinemia (Rh atau ABO incompatibility, polisitemia, sepsis, premature, malpresentation)
  2. Observasi tanda-tanda ikterus
  3. Cek kembali kadar bilirubin serum
  4. Laporkan hasil lab pada dokter
  5. Tempatkan bayi di ruang isolasi
  6. Jelaskan prosedur dan perawatan kepada keluarga tentang fototerapi yang akan dilakukan
  7. Tutup kedua mata bayi dengan kasa, hindari penekanan berlebih
  8. Lepas penutup mata tiap 4 jam atau ketika lampu di alat mati untuk kontak dengan orangtua dan menyusui
  9. Monitor adanya edema, drainase dan warna mata
  10. Letakkan lampu fototerapi pada ketinggian yang sesuai
  11. Cek intensitas lampu setiap hari
  12. Monitor TTV sesuai prosedur
  13. Reposisi bayi setiap 4 jam atau sesuai prosedur
  14. Monitor kadar bilirubin serum sesuai permintaan atau prosedur
  15. Evaluasi status neurologis setiap 4 jam atau sesuai prosedur
  16. Observasi tanda-tanda dehidrasi (penurunan fontanel, turgor kulit jelek, kehilangan berat badan)
  17. Ukur berat badan setiap hari
  18. Dukung ibu untuk menyusui 8 kali sehari
  19. Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam terapi
  20. Instruksikan keluarga untuk melakukan fototerapi di rumah, jika memungkinkan.


  1. Anxiety b.d keadaan bayi akibat ABO Incompatibility (00146)
NOC
NIC
Setelah dilakukan perawatan 1 x 24 jam, kecemasan Ibu klien berkurang atau hilang, dengan indikator:
Domain III, Kelas M
Anxiety Level (1211)
  1. Kegelisahan hilang
  2. Ketegangan otot tidak ada
  3. Fascial tension hilang
  4. Tekanan darah normal
  5. Denyut nadi normal
  6. Gangguan tidur
  1. Nafsu makan baik
Anxiety Reduction (5820)
  1. Berikan Susana tenang, lakukan pendekatan pada ibu
  2. Tetap bersama ibu untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan
  3. Menganjurkan keluarga untuk tetap berada bersama ibu
  4. Jelaskan pada ibu tentang kondisi anaknya, bila ibu kooperatif, jelaskan dengan singkat dan jelas
  5. Berikan penjelasan kepada keluarga untuk mendukung ibu dalam menerima kondisi anaknya
  6. Kaji apakah keluarga memiliki koping yang baik atau buruk
  7. Berikan waktu sejenak untuk berdiskusi dengan keluarga dan berkolaborasi dengan dokter
  8. Ajarkan ibu teknik relaksasi nafas dalam, jika ibu tergesa-gesa dan tidak kooperatif.
  9.  Anjurkan ibu dan keluarga untuk melakukan kegiatan spiritual seperti berdoa / beribadah

  1. An Risk for deficient fluid volume b.d peningkatan aktivitas berkemih akibat fototerapi (00027)
NOC
NIC
Setelah dilakukan perawatan 1 x 24 jam, pengaturan status cairan pasien normal, dengan indikator:
Domain 2, Kelas G
Fluid Balance (0601)
  1. Tekanan darah (5)
  2. Turgor kulit (5)
  3. Membrane mukosa (5)
Hydration (0602)
  1. Asupan cairan
  2. Keluaran urin
  3. Natrium serum

Fluid management (4120)
  1. Monitor status hidrasi klien (kelembaban memberan mukosa, nadi adekuat, turgor baik)
  2. Pertahankan intake dan output yang akurat
  3. Monitor tanda-tanda vital
  4. Monitor berat jenis urin, peningkatan BUN, penurunan hematorkrit dan peningkatan kadar osmolalitas urin
  5. Monitor masukan makanan/cairan
  6. Monitor status nutrisi

Fluid monitoring (4130)
  1. Monitor nilai serum dan elektrolit urin, bila perlu
  2. Monitor albumin serum dan tingkat protein total, bila perlu
  3. Monitor input dan output cairan





BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
 

Kasus Semu
Ny. W melahirkan seorang anak laki-laki secara normal dan cukup bulan (39 minggu) di RS UNAIR pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 03.00 pagi. Anak ini merupakan anak pertama Ny. W yang lahir dengan BB 3 Kg dan panjang 50 cm. Namun demikian, 24 jam pasca lahir, bayi tampak jaundice di mata, wajah, dada dan perut. Tes laboratorium menunjukkan kadar bilirubin tak terkonjugasi adalah 15 mg/dL, kadar hemoglobin 13 g/dL dan diketahui bahwa bayi bergolongan darah A, sedangkan Ny.W bergolongan darah O. Ny. W terlihat gelisah dan terus bertanya-tanya tentang bagaimana keadaan bayinya. Ny.W mengatakan ingin selalu melihat keadaan bayinya karena ia merupakan anak pertamanya yang telah ditunggu-tunggu. Anak Ny. W didiagnosa menderita ABO Incompatibility dan direncanakan untuk dilakukan fototerapi pada bayi.

Pengkajian
  1. Pengkajian Primer
Airway         : Bayi langsung menangis dengan kuat ketika dilahirkan
Breathing      : RR 30x/menit
Circulation    : HR 140x/menit, konjungtiva jaudice
Disability      : Tonus otot baik
Exposure      : Seluruh tubuh berwarna kuning

  1. Pengkajian Sekunder
  1. Anamnesa
  1. Data demografi
  1. Identitas pasien:
Nama: An. W
Umur : 0 bulan
Jenis Kelamin: Laki- laki
Suku/bangsa : Jawa
Alamat: Surabaya
  1. Identitas Orangtua:
Nama Ayah : Tn. H                      Nama ibu        : Ny. W
Umur            : 27 tahun                 Umur               : 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki                  Jenis kelamin   : perempuan
  Pekerjaan      : Wiraswasta             Pekerjaan      : IRT
  Pendidikan    : SMA                      Pendidikan      : SMA
  1. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan bahwa mata dan kulit anaknya tampak berwarna kuning

  1. Riwayat penyakit saat ini
Pasien 24 jam pasca lahir mengalami ikterus patologis yang ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan laboratorium (Bilirubin tak terkonjugasi 15 mg/dL dan gololngan darah A padahal Ny.W bergolongan darah O)

  1. Riwayat tumbuh kembang
Riwayat imunisasi: hepatitis pertama dan polio

  1. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti anak Ny.W

  1. Pemeriksaan fisik
B1: Bayi menangis dengan kuat, RR 30x/menit
B2: HR 140 x/menit
B3: Sadar, bayi menangis terus, reflex fisiologis (+), konjungtiva ikterik
B4: Urin berwarna coklat gelap
B5: Tidak ada tanda asites, BB 3 Kg, panjang 50 cm, warna feses pucat
B6: Seluruh tubuh ikterik/jaundice
  1. Pemeriksaan diagnostik
Tes laboratorium : kadar bilirubin tak terkonjugasi adalah 15 mg/dL, kadar hemoglobin 13 g/dL dan bayi bergolongan darah A (Ny. W bergolongan darah O)

Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
DS: Ny. W mengatakan mata dan kulit anaknya berwarna kuning
DO: konjungtiva ikterik, kadar bilirubin tak terkonjugasi adalah 15 mg/dL, kadar hemoglobin 13 g/dL dan bayi bergolongan darah A (Ny. W bergolongan darah O)
Pada masa gestasi terjadi percampuran darah antara darah ibu dan bayi (penyebab tidak diketahui) -> golongan darah ibu dan bayi berbeda/ ABO Incompatibility ( Gol darah ibu O, bayi A) ->  terdapat antibody anti-A dan B pada bayi -> peningkatan penghancuran sel darah merah -> kadar bilirubin meningkat -> ikterik pada bayi
Neonatal jaundice (00194)

DS: Ny. W mengatakan ingin selalu melihat keadaan bayinya karena ia merupakan anak pertamanya yang telah ditunggu-tunggu, Ny. W selalu bertanya tentang keadaan bayinya.
DO: Wajah Ny.W tampak cemas
Bayi memiliki penyakit sesaat setalah lahir -> bayi harus menjalani terapi di dalam tabung dan terpisah dengan ibunya -> ibu terus bertanya tentang keadaan bayinya -> ansietas
Ansietas (00146)
DS: -
DO: Bayi menjalani fototerapi
ABO Incompatibility -> harus menjalani fototerpi -> bayi mendapatkan penyinaran untuk mengeliminasi bilirubin berlebih dan mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk -> bilirubin dikeluarkan melalui urobilin dan sterkobilin -> peningkatan frekuensi BAB dan BAK
Resiko kekurangan volume cairan (00028)

Diagnosa Keperawatan
  1. Neonatal jaundice b.d penyakit pada bayi (ABO Incompatibility) (00194)
 Domain 2: Nutrition; Class 6: Metabolism
 
  1. Ansietas b.d perubahan status kesehatan pada bayi (00146)
Domain 9: Coping/Stress Tolerance; Class 2: Coping Responses
 
  1. Resiko kekurangan volume cairan (00028)
Domain 2: Nutrition; Class 5: Hydration
 

Intervensi Keperawatan
  1. Neonatal jaundice b.d penyakit pada bayi (ABO Incompatibility) (00194)
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24  jam jaundice hilang atau berkurang dengan indikator :
Domain I, Kelas B
Newborn Adaptation (0118)
  1. Warna kulit (5)
  2. Kadar bilirubin (5)
Phototherapy: Neonate (6924)
1. Kaji kembali faktor resiko maternal dan bayi terhadap terjadinya hiperbilirubinemia (Rh atau ABO incompatibility, polisitemia, sepsis, premature, malpresentation)
2. Observasi tanda-tanda ikterus
3. Cek kembali kadar bilirubin serum
4. Laporkan hasil lab pada dokter
5. Tempatkan bayi di ruang isolasi
6. Jelaskan prosedur dan perawatan kepada keluarga tentang fototerapi yang akan dilakukan
7. Tutup kedua mata bayi dengan kasa, hindari penekanan berlebih
8. Lepas penutup mata tiap 4 jam atau ketika lampu di alat mati untuk kontak dengan orangtua dan menyusui
9. Monitor adanya edema, drainase dan warna mata
10. Letakkan lampu fototerapi pada ketinggian yang sesuai
11. Cek intensitas lampu setiap hari
12. Monitor TTV sesuai prosedur
13. Reposisi bayi setiap 4 jam atau sesuai prosedur
14. Monitor kadar bilirubin serum sesuai permintaan atau prosedur
15. Evaluasi status neurologis setiap 4 jam atau sesuai prosedur
16. Observasi tanda-tanda dehidrasi (penurunan fontanel, turgor kulit jelek, kehilangan berat badan)
17. Ukur berat badan setiap hari
18. Dukung ibu untuk menyusui 8 kali sehari
19. Dukung keluarga untuk berpartisipasi dalam terapi
20.Instruksikan keluarga untuk melakukan fototerapi di rumah, jika memungkinkan.

  1. Ansietas b.d perubahan status kesehatan pada bayi (00146)
NOC
NIC
Setelah dilakukan perawatan 1 x 24 jam, kecemasan Ibu klien berkurang atau hilang, dengan indikator:
Domain III, Kelas M
Anxiety Level (1211)
  1. Kegelisahan hilang
  2. Ketegangan otot tidak ada
  3. Fascial tension hilang
  4. Tekanan darah normal
  5. Denyut nadi normal
  6. Gangguan tidur
  7. Nafsu makan baik
Anxiety Reduction (5820)
  1. Identifikasi penyebab kecemasan klien
  2. Berikan Susana tenang, lakukan pendekatan pada klien
  3. Menggali persepsi klien terhadap kecemasan yang dialami
  4. Tetap bersama klien untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan
  5. Menganjurkan keluarga untuk tetap berada bersama klien
  6. Menyediakan obyek yang dapat memberikan kenyamanan pada klien
  7. Identifikasi perubahan level ansietas
  8. Instruksikan klien untuk melakukan teknik relaksasi
  9. Bantu klien untuk mengontrol stimulus jika dibutuhkan

  1. Resiko kekurangan volume cairan (00028)
NOC
NIC
Setelah dilakukan perawatan 1 x 24 jam, pengaturan status cairan pasien normal, dengan indikator:
Domain 2, Kelas G
Fluid Balance (0601)
  1. Tekanan darah (5)
  2. Turgor kulit (5)
  3. Membrane mukosa (5)
Hydration (0602)
  1. Asupan cairan
  2. Keluaran urin
  3. Natrium serum

Fluid management (4120)
1. Monitor status hidrasi klien (kelembaban memberan mukosa, nadi adekuat, turgor baik)
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor berat jenis urin, peningkatan BUN, penurunan hematorkrit dan peningkatan kadar osmolalitas urin
5. Monitor masukan makanan/cairan
6.Monitor status nutrisi

Fluid monitoring (4130)
1.Monitor nilai serum dan elektrolit urin, bila perlu
2.Monitor albumin serum dan tingkat protein total, bila perlu
3.Monitor input dan output cairan



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ABO incompatibility Resources (http://www.bandbacktogether.com/abo-incompatibility-newborns-resources/) diakses pada 2 april 2016 pukul 09.30 wib
Behrman, Richard E. 1999. Ilmu kesehatan Anak Nelson. Vol 1 ed. 15. Jakarta: EGC
Behrman,  R.E.,  Kliegman,  R.,  and  Arvin,  A.M.,  2000.  Ilmu  Kesehatan  Anak  Nelson, terj. A. Samik Wahab. Ed.15; Vol.2. Jakarta: EGC.
Leveno,KJ, et al. 2009. Kelahiran Preterm. Dalam: Komara, Egi Yudha dan Nike Budhi Subekti (editor). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Leveno, Kenneth J. Obstetri Williams : Panduan Ringkas. Ed. 21. Jakarta : EGC
Stovall, Thomas G. Obstetrics and Gynecology Associates: ABO incompatibility (http://walnuthillobgyn.com/abo-incompatibility/) diakses pada 2 april 2016 pukul 09.00 wib
Straight, Barbara R. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Yamamoto F. 2004. Review: ABO blood group system—ABH oligosaccharide, antigens, anti-A and anti-B, A and B glycosyltransferases, and ABO genes. Journal of Blood Group Serology and Education. Vol.20. No.1.





Demikianlah Artikel ABO Incompatibility

Sekianlah artikel ABO Incompatibility kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel ABO Incompatibility dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2016/06/abo-incompatibility.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar