Judul : Infeksi TBC
link : Infeksi TBC
Infeksi TBC
INFEKSI TBC DARI SEGI MIKROBIOLOGI UNTUK KEPENTINGAN KEPERAWATAN PASIEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwaTuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC .
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit TBC (Tuberculosis)?
2. Apa etiologi dari penyakit TBC (Tuberculosis)?
3. Bagaimana taksonomi, morfologi, fisiologi, ekologi serta resistensi dari Mycobacterium tuberculosis?
4. Bagaimana patogenesis dari penyakit TBC (Tuberculosis)?
5. Apa gejala dan klasifikasi dari penyakit TBC (Tuberculosis)?
6. Apa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TBC (Tuberculosis)?
7. Bagaimana cara penularan dan cara mendiagnosa penyakit TBC (Tuberculosis)?
8. Bagaimana pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit TBC (Tuberculosis)?
9. Peran Perawat dalam Penanggulangan Tuberculosis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang perlu dipahami mengenai penyakit Tuberculosis (TBC) dan memberikan gambaran mengenai bakteri penyebab penyakit TBC untuk kepentingan keperawatan pasien.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari penyakit TBC (Tuberculosis)
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari penyakit TBC (Tuberculosis)
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami taksonomi, morfologi, fisiologi, ekologi serta resistensi dari Mycobacterium tuberculosis
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami patogenesis dari penyakit TBC (Tuberculosis)
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami gejala dan klasifikasi dari penyakit TBC (Tuberculosis)
6. Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TBC (Tuberculosis)
7. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara penularan dan cara mendiagnosa penyakit TBC (Tuberculosis)
8. Mahasiswa mengetahui dan memahami pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit TBC (Tuberculosis
9. Mahasiswa mengetahui dan memahami Peran Perawat dalam Penanggulangan Tuberculosis?
1.4 Manfaat Penulisan
1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai infeksi TBC (Tuberculosis) dari segi mikrobiologi untuk kepentingan keperawatan pasien
2. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan terkait adanya infeksi TBC (Tuberculosis) sesuai dengan segi mikrobiologi
3. Dapat menyelesaikan masalah yang muncul seperti cara pencegahan dan cara pengobatan akibat adanya infeksi TBC (Tuberculosis)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyakit TBC (Tuberculosis)
Penyakit TBC merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.
Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Apabila eseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab Tuberculosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit Tuberkulosis jaringan paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %). Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas.
2.2 Etiologi Penyakit Tuberculosis
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
2.3 Taksonomi, Morfologi, Fisiologi serta Ekologi Mycobacterium Tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC). Penyakit TBC pada paru-paru juga dikenal sebagai Koch Pulmonum (KP).
Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis:
1. Kingdom : Bacteria
2. Filum : Actinobacteria
3. Ordo : Actinomycetales
4. Upaordo : Corynebacterineae
5. Famili : Mycobacteriaceae
6. Genus : Mycobacterium
7. Spesis : Mycobacterium tuberculosis
Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok, bersifat tidak bergerak yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 - 0,5 µm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri ini memiliki ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob obligat. Oleh karena itu pada kasus tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis selalu ditemukan pada lobus bagian atas paru-paru. Selain itu, bakteri ini bersifat parasit intraselular fakultatif, terutama pada makrofag dan memiliki waktu regenerasi yang lambat, 15-20 jam. Berdasarkan pewarnaan Gram, Mycobacterium tuberculosis sulit diklasifikasikan ke dalam Gram positif atau Gram negatif, hal tersebut disebabkan karena Mycobacterium tuberculosis tidak memberikan karakteristik kimia dari keduanya. Jika pewarnaan Gram dilakukan, akan dihasilkan warna merah yang sangat lemah dan tidak merata atau sama sekali tidak memberikan warna. Pewarnaan harus dilakukan dengan metoda Ziehl-Neilsen, Mycobacterium tuberculosis akan terlihat berbentuk batang berwarna merah .
Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis bersifat unik dan berbeda diantara prokariot lainnya dan merupakan faktor penentu virulensinya. Dinding selnya memiliki peptidoglikan, tapi lebih dari 60% komponen dinding selnya adalah lipid. Fraksi lipid dinding sel Mycobacterium tuberculosis terdiri dari 3 komponen yaitu asam mikolat, cord factor dan wax-D. Asam mikolat merupakan molekul hidrofob kuat yang membentuk lapisan lipid mengelilingi organisme dan berperan dalam permeabilitas permukaan sel. Asam ini juga berfungsi mempertahankan mikobakterium dari serangan protein kation, lisozim, dan radikal oksigen dalam granul fagosit serta melindungi mikobakterium ekstrasel dari dekomposisi oleh komplemen dalam serum. Cord factorini bersifat toksik terhadap sel mamalia dan merupakan inhibitor migrasi leukosit polimorfonuklear (PolymorphonuclearLeukocyte, PMNL). Cord factorumumnya dihasilkan oleh galur Mycobacterium tuberculosis virulen. Konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel ini menyebabkan M. Tuberculosis bersifat impermeabel terhadap pewarnaan, resisten terhadap kebanyakan antibiotik, tidak bisa dibunuh menggunakan senyawa asam atau basa, resisten terhadap lisis osmotik ,oksidasi dan dapat bertahan dari makrofag.
Menurut Atmosukarto (2000), bakteri tuberkulosis dapat bertahan hidup padatempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahunlamanya. Tetapi bakteri tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,karbol dan panas api, bakteri tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80 %dalam waktu 2 sampai 10 menit serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. Menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk tuberkulosis.
Menurut Gould & Brooker (2003), bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25 –40⁰C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 ⁰C.
2.4 Resistensi Mycobacterium Tuberculosis
Bakteri Mycobacterium tuberculosis secara alami resisten terhadap berbagai antibiotik yang telah ada sebelumnya. Hal ini menyebabkan sulitnya pengobatan penyakit TB secara tuntas. Sifat resisten ini dipengaruhi oleh adanya enzim-enzim yang mampu memodifikasi obat seperti b-lactamase dan aminoglycosida acetyl transferase. Jika diterapi dengan benar, tuberkulosis dapat disembuhkan yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap fluoroquinolone melalui struktur unik protein MfpA.
2.5 Patogenesis Penyakit TBC (Tuberculosis)
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Respons ini merupakan raksi hipersensitivitas tipe IV (selular atau lambat).
Awalnya, infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena sekret makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya.
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau hematogen.
Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru.
2.6 Gejala Penyakit TBC (Tuberculosis)
1. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
2. Sesak nafas (Dyspnea)
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
3. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).
4. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman yang masuk.
5. Malaise (keadaan lesu)
Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
2.7 Klasifikasi Penyakit TBC (Tuberculosis)
1. TBC Paru
Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru dibagi dalam:
· TBC Paru BTA (+)
· TBC Paru BTA (-)
2. TBC Ekstra Paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya: pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendihan, kuilit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat kepercayaannya, TBC Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu:
3. TBC Ekstra Paru Ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
4. TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : Meningitis, Perikarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran Kemih dan alat kelamin.
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit TBC (Tuberculosis)
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya :
Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkungan perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Status Gizi
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
2.9 Cara Penularan Penyakit TBC (Tuberculosis)
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (+). Pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Berikut adalah gambar skema penularan/penyebaran penyakit TBC (Tuberculosis) untuk lebih jelasnya.
2.10 Diagnosa Penyakit TBC (Tuberculosis)
Dalam diagnosa penyakit TBC (Tuberculosis) yang menjadi petunjuk awal adalah foto rontgen dada. Penyakit ini tampak sebagai daerah putih yang bentuknya tidak teratur dengan latar belakang hitam. Rontgen juga bisa menunjukkan efusi pleura atau pembesaran jantung (perikarditis).
Pemeriksaan diagnostik untuk tuberkulosis adalah:
· Tes kulit tuberkulin, disuntikkan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). Dua hari kemudian dilakukan pengamatan pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah positif.
· Pemeriksaan dahak, cairan tubuh atau jaringan yang terinfeksi. Dengan sebuah jarum diambil contoh cairan dari dada, perut, sendi atau sekitar jantung. Mungkin perlu dilakukan biopsi untuk memperoleh contoh jaringan yang terinfeksi.
· Untuk memastikan diagnosis meningitis tuberkulosis, dilakukan pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR) terhadap cairan serebrospinalis. Untuk memastikan tuberkulosis ginjal, bisa dilakukan pemeriksaan PCR terhadap air kemih penderita atau pemeriksaan rontgen dengan zat warna khusus untuk menggambarkan adanya massa atau rongga abnormal yang disebabkan oleh tuberkulosis. Kadang perlu dilakukan pengambilan contoh massa tersebut untuk membedakan antara kanker dan tuberkulosis.
· Untuk memastikan diagnosis tuberkulosis pada organ reproduksi wanita, dilakukan pemeriksaan panggul melalui laparoskopi. Pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap contoh jaringan hati, kelenjar getah bening atau sumsum tulang.
2.11 Pencegahan Penyakit TBC (Tuberculosis)
Seseorang bisa terhindar dari penyakit TBC melalui beberapa cara :
1. Berpola hidup yang sehat dan teratur. Dengan sistem pola hidup seperti itu diharapkan daya tubuh seseorang akan cukup kuat untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit. Orang yang benar-benar sehat meskipun ia diserang kuman TBC, diperkirakan tidak akan mempan dan tidak akan menimbulkan gejala TBC.
2. Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit tuberkulosis
3. Mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup
4. Minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi
5. Isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan
6. Pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen
2.12 Pengobatan Penyakit TBC (Tuberculosis)
2.12.1 Jenis Pengobatan Penyakit TBC (Tuberculosis)
Pengobatan penyakit Tuberculosis dapat dilakukan melalui pengobatan secara modern (obat medis) dan pengobatan secara tradisional (obat herbal).
Pengobatan secara modern (obat medis) menggunakan jenis dan dosis OAT (Obat Anti Tuberculosis), yaitu:
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
f. Fluoroquinolone
Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteri M.tuberculosis. Replikasi dihambat melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim yang mutlak diperlukan dalam proses replikasi bakteri M. Tuberculosis. Enzim ini tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan dari struktur double helix menjadi super coil. Dengan struktur super coil ini DNA lebih mudah dan praktis disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali. Dalam proses ini terbentuk produk sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA (kompleks gyrase-DNA). Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini, dan membuat gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya kembali. Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga akhirnya bakteri akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleks gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas kembali sehingga bisa didaur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif. Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4 macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara tuntas.
Pengobatan secara tradisional (obat herbal) menggunakan jahe, mengkudu dan meniran. Jahe dan mengkudu dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan bakteri berbentuk batang tersebut karena kedua bahan itu kaya akan senyawa antibakteri. Misalnya jahe mempunyai gingerol yang bersifat antibakteri. Demikian juga mengkudu yang mengandung senyawa aktif antrakuinon, acubin, asperuloside, dan alizarin. Keempat senyawa itu juga berkhasiat untuk membunuh bakteri tuberculosis. Kedua bahan itu mempunyai sifat antibakteri lebih kuat ketika disatukan. Sebaliknya bila dipisah, kekuatannya berkurang. Jahe dan mengkudu juga bersifat imunostimulan alias meningkatkan daya tahan tubuh. Duet mengkudu dan jahe menyusul meniran yang lebih dulu diuji klinis sebagai penyembuh tuberkulosis. Phyllanthus niruri itu terbukti sebagai anti tuberkulosis. Pemberian 50 mg kapsul meniran selama 3 kali sehari menyembuhkan TB pada pekan ke-6 atau lebih cepat 8 minggu dibandingkan pasien yang tidak mengkonsumsi meniran. Meniran juga bersifat sebagai imunomodulator alias penguat sistem kekebalan tubuh. Ketika kekebalan tubuh meningkat, bibit-bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh dapat dilemahkan. Jika sel-sel imun seseorang diganggu, maka orang tersebut akan rentan sakit. Perpaduan ekstrak jahe dan mengkudu itu mampu menyempurnakan obat standar resep dokter seperti rifampisin serta pirazinamid yang selama ini digunakan untuk mengatasi TB. Untuk yang tidak cocok mengkonsumsi obat-obatan dokter tersebut,menyebabkan gangguan hati. Namun, apabila penggunaannya disertai dengan konsumsi jahe dan mengkudu, hal tersebut tidak akan terjadi. Ekstrak jahe dan mengkudu juga mencegah resistensi.
Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti di tengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan. Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah jam sebelum makan atau menjelang tidur.
2.12.2 Prinsip Pengobatan
Obat tuberculosis di berikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan supaya semua kuman dapat di bunuh. Dosis tahap intensif dan lanjutan di telan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila panduan obat yang di gunakan tidak adekuat, kuman tunerkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu di lakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang pengawas minum obat ( PNO ).
Pengobatan tuberculosis di berikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan di awasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut di berikan secara tepat, biasanya penderita tuberculosis BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif . Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2.13 Peran Perawat dalam Penanggulangan TBC (Tuberkulosis)
1. Peran perawat sebagai pelaksana dalam penanggulangan tuberculosis
· Fokus pelayanan kesehatan dalam praktik keperawatan dan pengobatan tuberculosis
Menurut kozier Erth (1990), pelayanan kesehatan dalam praktek keperawatan merupakan yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan yang berfokus pada praktek keperawatan, yang meliputi tiga area, yaitu:
1. Peningkatan kesehatan (Health promotion).
2. Pemeliharaan kesehatan (Health maintenance).
3. Pemulihan kesehatan (Health restoration)
· Praktik Keperawatan
Pelayanan praktik keperawatan dapat dibagi dua tingkat, yaitu :
1. Tingkat lanjut (klinik)
Perawat berfungsi dalam praktik pelayanan keperawatan dengan memberikan perawatan langsung kepada pasien melalui praktik mandiri atau praktik dalam lembaga pelayanan kesehatan.
2. Tingkat komunitas.
1. Perencanaan pemulangan untuk perawatan dirumah
2. Perencanaan kunjungan rumah, meliputi :
§ Mempersiapkan untuk kunjungan rumah.
§ Melakukan kunjungan rumah.
§ Mengakhiri kunjungan.
§ Pasca kunjungan
· Implikasi pelayanan keperawatan
Menurut Nursalam(2001), implikasi pelayanan keperawatan berkembang seiring dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai perawat professional maka peran yang diemban adalah “CARE”, yang meliputi :
C = Communication
B = Activity
R = Review
E = Education
2. Peran perawat sebagai pengelola dalam penanggulangan Tuberculosis
Perawat dapat menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola praktik keperawatan, yang meliputi penentuan Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)
1. Pengumpulan data
2. Analisa data
3. Rumusan masalah
4. Perencanaan
3. Peran perawat sebagai pendidik dalam penanggulangan Tuberculosis
Perawat mampu memberi pendidikan atau penyuluhan keperawatan dan pengobatan Tuberculosis kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta bimbingan pembinaan tenaga keperawatan dan kesehatan lainnya, yaitu mengenai :
1. Tehnik pengumpulan dahak
2. Memperkenalkan kualitas dahak yang baik
3. Mengajarkan cara mengatasi kesulitan mengeluarkan dahak dengan menggunakan metode demonstrasi
4. Peran perawat sebagai pelaksana dalam penanggulangan Tuberculosis
Perawat mampu mengumpulkan data dan berkolaborasi dalam merancang dan menghasilkan serta melakukan replikasi riset keperawatan pada pasien tuberculosis. Dalam hal ini perawat berperan dalam pencatatan dan pelaporan tuberculosis, yang meliputi :
1. Pengobatan pasien tuberculosis yang terdaftar 12 – 15 bulan yang lalu.
2. Penemuan kasus baru dan kambuh
3. Pasien yang dirujuk
4. Pengobatan dari pasien pindahan Tuberculosis
5. Efektivitas pengobatan OAT
6. Keteraturan penggunaan OAT
7. Sistem pengawasan dan pendistribusian obat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dipetik dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penyakit TBC merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yangdisebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.Bakteri ini merupakan bakteri basil dan lebih sering menginfeksi organ paru-paru.
2. Gejala-gejala yang muncul pada pasien dengan penderita Tuberculosis (TBC) adalah batuk. Sesak nafas, nyeri dada, demam dan malaise.
3. Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis:
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesis :Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob obligat. Oleh karena itu pada kasus tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis selalu ditemukan pada lobus bagian atas paru-paru. Bakteri ini secara alami resisten terhadap berbagai antibiotik yang telah ada sebelumnya. Selain itu, bakteri ini bersifat parasit intraselular fakultatif, terutama pada makrofag dan memiliki waktu regenerasi yang lambat, 15-20 jam.
Berdasarkan pewarnaan Gram, Mycobacterium tuberculosis sulit diklasifikasikan ke dalam Gram positif atau Gram negatif, hal tersebut disebabkan karena Mycobacterium tuberculosistidak memberikan karakteristik kimia dari keduanya. Jika pewarnaan Gram dilakukan, akan dihasilkan warna merah yang sangat lemah dan tidak merata atau sama sekali tidak memberikan warna. Pewarnaan harus dilakukan dengan metoda Ziehl-Neilsen, Mycobacterium tuberculosis akan terlihat berbentuk batang berwarna merah.
3.2 Saran
1. Kita harus waspada sejak dini dan mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC .
2. Waspada terhadap orang yang menderita penyakit TBC agar kita tidak tertular.
3. Perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita penyakit TBC untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhannya.
4. Pola hidup yang bersih dan teratur diharapkan daya tubuh seseorang akan cukup kuat untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit.
5. Pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Depkes RI. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Gould, D dan Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC
Depkes RI. Notoatmodjo, S. 2006. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta
Volk, Wesley A. dan Wheeler, Margaret F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Brooks, Geo F., Butel, Janet S. dan Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.
Informasi Lengkap Tentang TBC (Tuberkulosis/TB) (http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm) di unduh pada Selasa, 13 Mei 2014 jam 18.30 WIB.
Penyakit Bakteri : TBC, Penyakit Bakteri Mycobacterium tuberculosis (http://www.anneahira.com/penyakit-bakteri.htm) diunduh pada Selasa, 13 Mei 2014 jam 18.30 WIB.
Penyakit dan Pengobatannya : Penyakit Tuberkulosis (TBC) (http://infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html) diunduh pada Selasa, 13 Mei 2014 jam 19.05 WIB.
Mycobacterium tuberculosis (http://en.m.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_tuberculosis) diunduh pada Selasa, 13 Mei 2014 jam 19.05 WIB.
Demikianlah Artikel Infeksi TBC
Sekianlah artikel Infeksi TBC kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Infeksi TBC dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2015/10/infeksi-tbc.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar