Judul : Glomerulonefritis Akut (GNA)
link : Glomerulonefritis Akut (GNA)
Glomerulonefritis Akut (GNA)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Glomerulus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”.
Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”).Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
- glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
- glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.
2.2 Definisi
Glomerulonefritis akut adalah inflamasi gelungan kapiler di dalam glomerulus ginjal. Glomerulonefritis akut megacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus. Penyakit ini bukan penyakit infeksi ginjal tetapi efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh. Pada kebanyakan kasus, stimulus dari reaksi adalah infeksi yang diakibatkan oleh streptokokus A pada tenggorokan yang mengawali awitan glomerulonefritis sampai interval 2-3 minggu. Produk streptokokus bertindak sebagai antigen, mestimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cidera ginjal.
Glomerulonefritis dapat juga disertai demam scarlet (demam yang muncul karena infeksi bakteri streptokokus sehingga muncul ruam merah dan radang tenggorokan) dan impetigo (infeksi purulen akut yang menular) serta infeksi virus akut. Contohnya, ISPA, gondongan, varisela, Epstein-barr, hepatitis B, dan infeksi HIV. Proses inflamasi ginjal yang melibatkan reaksi antigen-antibodi sekunder terhadap infeksi di tempat lain pada tubuh; faktor pencetus paling umum adalah streptokokus beta hemolitik grup A.
Glomerulonefritis adalah penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal. Factor penyebabnya antara lain reaksi imunologis (Lupus eritematosus sistemik, infeksi streptokokus, cedera vascular (hipertensi), dan penyakit metabolic (diabetes mellitus). Glomerulonephritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi streptokokus. Glomerulonephritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi streptokokus. Faring, tonsil, dan kulit (empetigo) merupakan tempat infeksi primer. Penyakit ini banyak mangenai anak-anak usia prasekolah dan anak-anak umur sekolah.
- Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan non infeksi:
- Infeksi
Infeksi streptokokus beta-hemolitikus group A terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus dan parasit.
- Non-infeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener. Kondisi penyabab lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Bare.
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth. Biasanya terjadi sakit kepala, malaise, edema fasial dan nyeri tekan. Umum terjadi hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
Tanda dan gejala yang lain sebagai berikut:
- Riwayat faringitis dan tonsillitis
- Edema perifer dan periorbital
- Letargi dan malaise (meriang)
- Oliguria
- Edema perifer dan periorbital
- Hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA)
- Pucat
- Anoreksia
- Hipertermi
- Urin berwarna seperti teh
- Nyeri pinggang
2.5 Patofisiologi
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus, kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membrane basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel pada mikroskop electron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membrane basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrane basalis glomerulus sendiri, atau menembus membrane basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibody dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron, cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karakteristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibody seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh immunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya Glomerulonefritis. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan system komplemen sehingga terjadi cascade dari system komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrane basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel ataus ubepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membrane basalis glomerulus berangsur- angsu rmenebal dengan masuknya kompleks-kompleks kedalam membrane basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membrane basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
- Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
- Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
- Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.
- Pemeriksaan Diagnosis
- Laju endap Darah (LED) meningkat
- Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
- Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bilafungsi ginjal mulai menurun
- Jumlah urine berkurang
- Berat jenis meninggi
- Hematuria makroskopis ditemukan pada 50% pasien
- Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan hialin
- Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya mengenai kulit saja
- Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untukidentifikasi mikroorganisme
- Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinantemuan adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulusdan tonjolan subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.
- Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan Medis
Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
- Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu. tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4 minggu tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya
- Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak memengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangimenyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada.Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksi yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.Secara teoretis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman neritogenlain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
- Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein 1 g/kg BB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhunormal kembali. Bila ada anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal jantung, edema,hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
- Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara intramuscular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek toksis.
- Bila anuria berlangsung lama (5-7/hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneumdialysis, hemodialisisi, tranfusi tukar dan sebagainya.
- Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
- Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk. hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan darah tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga sanggup setra mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi, diet, gangguan rasaaman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu dari fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama proteinsebagai ureum, juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi kerusakan pada glumerolus (yang merupakan reaksi autoimunterhadap adanya infeksi streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus dan mengakibatkan sisa-sia metabolismtidak dapat diekskresikan maka di dalam darah terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atas meninggi. Tetapi tubulus karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan kembali air dan ion natriumyang mengakibatkan banyaknya urine berkurang, dan terjadilah oliguria sampai anuria. untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal, laju endap darah (GNA), urine,dan foto radiologi ginjal. Urine perlu ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan berat jenisnya (BJ) dicatat pada catatan khusus (catatan pemasukan/pengeluaran cairan). Bila dalam 24 jam jumlah urine kurang dari 400 ml supaya memberitahukan dokter. Tempat penampung urine sebaiknya tidak dibawah tempat tidur pasien karena selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan bau urine didalam ruangan. penampung urine harus ada tutupnya yang cocok, diberi etiket selain “nama” juga jam dan tanggal mulai urine ditampung. Hati-hati jika ada nama yang sama jangan tertukar; tuliskan juga nomor tempattidur atau nomor register pasien. Tempat penampung urine harus dicuCi bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang sukar digosok pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa saat baru kemudian digosok pakai sikat. untuk membantu lancarnya dieresisdi samping obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan dianjurkan agar anak banyak minum (ad libitum) kecuali jika banyaknya urine kurang dari 200 ml. berapa banyak pasien dapat menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan khusus dan dijumlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti sebelum mulai pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus diterangkaan dahulu mengapa ia harus banyak minum air putih dan mengapa air kemih harus ditampung. Jika anak akan buang air besarsupaya sebelumnya berkemih dahulu ditempat penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya gunakan pot lainnya. Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-benar dari keseluruhan urine pada hari itu.
Resiko terjadi komplikasi. Akibat fungsi ginjal tidak fisiologis menyebabkan produksi urine berkurang, sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan sehingga terjadi uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hidremia, dan sebagainya. Keadaan ini akan menjadi penyebab gagal ginjal akut atau kronik (GGA/GGK) jika tidak secepatnya mendapatkan pertolongan. Karena adanya retensi air dan natrium dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang kemudian menyebabkan terjadinya efusi ke dalam perikard dan menjadikan pembesaran jantung. Jika keadaan tersebut berlanjut akan terjadi gagal jantung. Keadaan uremia yang makin meningkat akan menimbulkan keracunan pada otak yang biasanya ditandai dengan adanya gejala hipertensi ensefalopati, yaitu pasien merasa pusing, mual, muntah, kesadaran menurun atau bahkan lebih parah atau untuk mengenal gejala komplikasi sedini mungkin pasien memerlukan:
- Istirahat
- Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing (+)
- Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu apakah pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.
- Jika pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan tunggu sampai obat tersebut betul-betul telah diminum (sering terjadi obat tidak diminum dan disimpan di bawah bantal pasien). Jika hal itu terjadi penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.
- Diet. Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kgBB/hari dan garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-60 mg% protein diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah garam. Jika pasien tidak mau makan karena merasa mual atauingin muntah atau muntah-muntah segera hubungi dokter, siapkan keperluan infuse dengan cairan yang biasa dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas petunjuk dokter. Jika infusediberikan pada pasien yang tersangka ada kelainan jantung atau tekanan darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan tidak melebihi yang telah dipergunakan dokter, bahayanya memperberat kerja jantung.
- Gangguan rasa aman dan nayaman
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering kontak dan berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien. agar pasien tidak bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan ringan misalnya membawa buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku gambar atau bermain dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai perawat kita juga harus mendampingi/mengajak bermain dengan pasien yang memerlukan hiburan agar tidak bosan
- Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien adalah
- Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit menelan atau batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke dokter/pelayanan kesehatan supaya anak mendapatkan pengobatan yang tepat dan tepat.
- Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat dirumah sakit, orang tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya yang cukup banyak sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan tersebut. (sebelumnya orang tuadiberi penjelasan mengenai perlunya pengumpulan urine dan mencatat minum anak selama 24 jam, untuk keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya).
- Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup. Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh mengikuti kegiatan olahraga. makanan, garam masih perlu dikurangi sampai keadaan urine benar-benar normal kembali (kelainan urine, adanya eritrosit dan sedikit protein akan masih diketemukan kira-kira 4 bulan lamanya). Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah penyakit berulang. Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu diperhatikan khususnya streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya GNA. Pasien harus kontrol secara teratur untuk mencegah timbulnya komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik atau bahkan sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk mengenai kegiatan anak yang telah boleh dilakukan.
2.9 komplikasi
- GGA (Gagal Ginjal Akut)
GNA peradangan pada glomerulus apabila hal tersebut terjadi terus menerus dan tidak di tangani maka fungsi ginjal menurun untuk mengimbangi fungsinya maka ginjal tesebut akan lebih kerja dari batas kemampuan ginjal
- Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
- Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
- Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
- Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
- Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak pria dari pada wanita (2 : 1). Timbulnya glomerulo nephirits akut (GNA) didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Menurut Potter menemukan kelainan sediment urine yang menetap ( proteinuria dan hematuria ) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
Glomerulonefritis kronik terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berlangsung cepat sehingga berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun kedepan tergantung pada kerusakan ginjal
2.11 Asuhan Keperawatan Teori
- Pengkajian
- Anamnesa
- Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, alamat, nomor telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku, bangsa, dan nama penanggung jawab klien.
- Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada pinggang, urin berdarah, wajah kaki bengkak, pusing dan badan cepat lelah.
- Riwayat penyakit
- Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritemateosus
- Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengeluh bengkak seluruh tubuuh, kencing berwarna seperti cucian daging atau berdarah , tidak nagfsu makan, mual, muntah, dan diare. Badan panas saat hari pertama sakit.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Adakah keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa.
- Pola aktivitas sehari-hari
- Pola nutrisi dan metabolic : Pasien mengatakan bahwa badan panas pada hari pertama sakit. Mual, muntah, dan terjadi anoreksia juga menyebabkan intake nutrisi menjadi tidak adekuat.
- Pola eliminasi : Tidak terdapat gangguan eliminasi alvi. Eliminasi uri ditemukan hematuria dan terdapat protein dalam urin.
- Pola aktivitas : Klien mengeluh cepat lelah untuk melakukan aktivitas.
- Psikososial spiritual
Meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk mendapatkan hasil yang jelas terhadap status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Masalah kesehatan pada sistem perkemihan menimbulkan respon maladaptif terhadap konsep diri klien sehingga tingkat stres emosional dan mekanisme koping yang digunakan berbeda-beda. Nyeri juga memberikan stimulus akan kecemasan dan ketakutan klien.
- Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
Kesadaran pasien kompos mentis namun menunjukkan kelemahan dan terlihat sakit, apabila pasien datang pada fase awal akan didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi meningkat, terjadi peningkatan pada tekanan darah.
- B1 (breathing)
Tidak ditemukan masalah pada pola napas
- B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah sekunder adalah tanda dari glomerulonefritis yang disebabkan oleh retensi natrium dan air yang berdampak pada kardiovaskuler yang akan terjadi penurunan perfusi jaringan.
- B3 (brain)
Terdapat konjungtiva yang anemis dan edema wajah terutama periorbital. Pasien beresiko kejang sekunder akibat gangguan elektrolit.
- B4 (bladder)
Terdapat edema pada ektremitas dan wajah. Warna urin menjadi seperti cola karena proteinuri dan hematuri. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan ringan pada bagian kostovetebra. Perkusi pada sudut kostovertebra akan ditemukan nyeri ringan lucal yang menjalar ke pinggang dan abdomen.
- B5 (bowel)
Mual, muntah, dan anoreksia yang menyebabkan penurunan intake nutrisi
- B6 (bone)
Pasien mengeluh sering cepat lelah saat melakukan aktivitas sehari-hari.
- Analisa Data
No. | Data | Etiologi | Masalah Keperawatan |
1. | DS: pasien mengeluh nyeri bagian kostovertebra DO: P: glomerulonefritis akut Q: R: nyeri pada daerah kostovertebra S: pasien mengatakan skala nyeri 4 (0-10) T: nyeri hilang timbul Vital sign: TD : >120/80 mmHg S : 370C N :>100 x/menit RR : normal | Glomerulonefritis akut ↓ Terbentuk Asam Arachidonat ↓ Terbentuk substansi nyeri ↓ Respon saraf sensori dan perifer ↓ Sensitivitas pada neuron primer aferen ↓ Nyeri akut | Nyeri akut |
2 | DS: Klien mengeluh mata, tangan dan kaki bengkak Melaporkan BB meningkat dalam periode singkat DO:
| Glomerulonefritis akut ↓ Aktivasi komplemen ↓ Menarik leukosit dan trombosit ke glomerulus ↓ Pengendapan fibrin dan pembentukan jaringan parut ↓ Membran glomerulus menebal ↓ Penurunan volume urin, ↓ retensi cairan dan natrium, ↓ Kelebihan volume cairan | Kelebihan volume cairan |
3. | DS: Klien mengeluh tidak nafsu makan. DO:
| Glomerulonefritis akut ↓ Aktivasi komplemen ↓ Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus ↓ Protein plasma dan eritrosit bocor melalui glomerulus ↓ Proteinuria & hematuria ↓ Respon sistemik : Mual, muntah,anoreksia ↓ ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh |
- Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada neuron primer aferen
- Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi cairan dan natrium
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
- Intervensi dan Rasional
- Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada neuron primer aferen
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, skala nyeri yang dilaporkan berkurang.
Kriteria Hasil :
- skala nyeri 1-3
- wajah tidak meringis
- dapat melakukan tehnik relaksasi yang efektif
Intervensi | Rasional |
| Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi |
| Efek dilatasi memberikan respons spasme akan menurun |
| Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping |
| Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan stimulus internal |
| Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen |
| Memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang |
- Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi cairan dan natrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada udema pada tubuh serta pengeluaran urin kembali normal
Kriteria Hasil:
- Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jam-dewasa, anak-anak ½ - 1 cc/kg BB/jam)
- Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
- Denyut nadi normal (80-100x/menit)
- Tidak terjadi acites/oedema pada perut
Intervensi | Rasional |
| Pemantauan input dan output urine serta menghitung keseimbangan cairan dapat membantu mengevaluasi status cairan klien |
| Sebagai deteksi dini untuk mengetahui timbulnya komplikasi |
| Menghindari terjadinya acites |
| Sebagai deteksi dini adanya hipernatremi |
| Untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh klien, sehingga ketidakseimbangan elektrolit dapat dicegah |
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, nutrisi dan zat gizi klien terpenuhi optimal
Kriteria Hasil :
- BB klien meningkat > 4kg sesuai proporsi tubuhnya
- Nafsu makan klien baik
- Nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
Intervensi | Rasional |
| Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi adanya gangguan pada GIT |
| Bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorbsi |
| Memberikan makanan sedikit namun sering akan lebih efektif guna sebagai cadangan makanan untuk klien |
| Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbs nutrisi yang diperlukan |
- Evaluasi
- Nyeri pasien berkurang
- rasa nyaman pasien bertambah
- Asupan dan haluaran pasien seimbang
- Berat badan pasien kembali normal
BAB III
ASKEP KASUS
- Kasus
Tn. R ( 37 tahun ) dirawat di RSUA pada tanggal 3 Maret 2015 dengan keluhan BAK agak berkurang dan air kencing berwarna seperti teh pekat. Sebelumnya, pasien pernah mengalami radang tenggorokan. Selain itu, pasien juga mengalami mual dan muntah sehingga nafsu makannya menurun danbadannya lemas. Perawat menemukan adanya konjungtiva anemis, edema pada ekstremitas dan pasien terlihat sembab disekitar mata. Pada saat dilakukan palpasi, didapatkan nyeri tekan ringan pada area kostovertebra. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 155/100 mmHg, N 100x/menit, RR 20x/menit dan suhu 37,5 derajat Celsius. Pasein juga dilakukan pemeriksaan urinalisis yang didapatkan adanya proteinuria dan hematuria. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan BUN: 25 mg/dl, Albumin: 3 gr/dl dan Hb: 10 gr/dl.
- Pembahasan Kasus
- PENGKAJIAN
- Anamnesa
- Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 3 Maret 2015
- Keluhan utama
Pasien mengatakan bahwa BAKnya agak berkurang dan air kencingnya berwarna seperti teh pekat.
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien dirawat di RSUA dengan keluhan BAK agak berkurang dan air kencing berwarna seperti teh pekat. Selain itu, pasien juga mengalami mual dan muntah sehingga nafsu makannya menurun dan badannya lemas. Perawat menemukan adanya konjungtiva anemis, edema pada ekstremitas dan pasien terlihat sembab disekitar mata. Pada saat dilakukan palpasi, didapatkan nyeri tekan ringan pada area kostovertebra
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami radang tenggorokan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit infeksi maupun penyakit turunan.
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum : Kesadaran pasien kompos mentis
Tanda – tanda vital :
S = 37, derajat Celsius, TD = 155/100mmHg, RR = 20x/menit, N = 100x/menit
- B1 ( Breating )
Tidak ditemukan masalah pada pernapasan
- B2 ( Blood )
Terjadi peningkatan tekanan darah, akral hangat.
- B3 ( Brain )
Sadar, badan lemas, daerah di sekitar mata tampak sembab, konjungtiva anemis.,
- B4 ( Bladder )
Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah, perubahan warna urin yaitu berwarna seperti teh pekat karena proteinuria dan hematuria serta frekuensi BAK berkurang, pada saat palpasi didapatkan nyeri tekan ringan pada area kostovertebra.
- B5 ( Bowel )
Nafsu makan menurun, mual dan muntah
- B6 ( Bone and Integumen )
Pasien tampak lemah, terdapat edema pada ekstremitas dan sembab di sekitar mata
- Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan urinalisis terdapat hematuria dan proteinuria.
- Pada pemeriksaan laboratorium BUN: 25 mg/dl, Albumin: 3 mg/dl dan Hb: 10 gr/dl
- ANALISA DATA
Data | Etiologi | Masalah |
DS :Pasien mengeluh nyeri tekan ringan pada area kostovertebra saat dilakukan palpasi. DO : P = glomerulonefritis akut Q = - R = nyeri pada daerah kostovertebra S = pasien mengatakan skala nyeri 5 (0-10) T = nyeri hilang timbul | Glomerulonefritis akut ↓ Inflamasi pada glomerulus ↓ Terbentuk substansi nyeri ↓ Nyeri akut | Nyeri akut b.d adanya proses inflamasi pada glomerulus |
DS : Pasien mengeluh mata dan kaki bengkak DO :
| Glomerulonefritis akut ↓ Aktivasi komplemen ↓ Menarik leukosit dan trombosit ke glomerulus ↓ Pengendapan fibrin dan pembentukan jaringan parut ↓ Membran glomerulus menebal ↓ Penurunan volume urin, ↓ retensi cairan dan natrium, ↓ Kelebihan volume cairan | Kelebihan volume cairan |
DS : Pasien mengeluh tidak nafsu makan dan mengalami mual dan muntah DO :
| Glomerulonefritis akut ↓ Aktivasi komplemen ↓ Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus ↓ Protein plasma dan eritrosit bocor melalui glomerulus ↓ Proteinuria & hematuria ↓ Respon sistemik : Mual, muntah,anoreksia ↓ ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh |
DS : Pasien mengatakan dirinya merasa lemas DO :
| Glomerulonefritis Akut ↓ Kapiler glomerulus Bocor ↓ Protein yang dibentuk ginjal keluar dalam urin ↓ Proteinuria ↓ Tubuh lemas ↓ Intoleransi aktivitas | Intoleransi aktivitas b.d proteinuria |
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus
- Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan fungsi ginjal terganggu, retensi cairan dan natrium
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, anemia, kelemahan fisik secara umum
- INTERVENSI KEPERAWATAN
- Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0 -1 ( 0 – 4 )
- Didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, produksi urin > 600 ml / hari
Intervensi | Rasional |
| Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia akibat respon peradangan glomerulus. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer dan akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan. .Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Meingkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan. Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri. Pengetahuan yang didapat membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik. Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang. |
- Dx 2 :Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan fungsi ginjal terganggu, retensi cairan dan urin
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapakan terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada edema pada tubuh serta pengeluaran urin kembali normal
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda dan gejala kelebihan cairan yang ditandai dengan :
- Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jam-dewasa, anak-anak ½ - 1 cc/kg BB/jam)
- Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
- Denyut nadi normal (80-100x/menit)
- Edema ekstremitas berkurang
- Berat badan stabil
- Produksi urin < 600 ml/hari
- Pitting edema (-)
Intervensi | Rasional |
| Curiga gagal kongestif / kelebihan volume cairan. Pemantauan input dan output urine serta menghitung keseimbangan cairan dapat membantu mengevaluasi status cairan klien Untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat meningkatkan beban kerja jantung serta deteksi dini untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Menghindari terjadinya acites/ edema. Perubahan tiba – tiba dari berat badan menunjukkan adanya gangguan keseimbangan cairan. Untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh klien, sehingga ketidakseimbangan elektrolit dapat dicegah. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru. |
- Dx 3 :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi dan zat gizi klien terpenuhi optimal
Kriteria Hasil :
- BB klien meningkat > 4kg sesuai proporsi tubuhnya
- Nafsu makan klien baik
- Nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
Intervensi | Rasional |
| Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi adanya gangguan pada GIT. Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbs nutrisi yang diperlukan. Memberikan makanan sedikit namun sering akan lebih efektif guna sebagai cadangan makanan untuk klien. Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung. |
- Dx 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, anemia, kelemahan fisik secara umum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas
Kriteria Hasil :
- Taat pada rencana aktivitas
- Tekanan darah dalam batasan normal
- Mampu melakukan aktivitas secara mandiri tanpa gejala yang berat
Intervensi | Rasional |
| Protein merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh dan penurunan protein menyebabkan kelemahan Kalori dan karbohidrat merupakan sumber energi / ATP terbesar bagi tubuh untuk melakukan aktifitas sehari – hari . Dengan mengurangi aktivitas, maka akan menurunkan konsumsi oksigen jaringandan memberikan kesempatan jaringanyang mengalami gangguan dapatmemperbaiki kondisi yang optimal. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi selama aktivitas. |
- EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi, meliputi hal – hal sebagai berikut :
- Terjadi penurunan skalanyeri.
- Asupan dan haluaran pasien seimbang
- Kelebiham volume cairan dapat diturunkan, sehingga tidak terjadi edema dan berat badan pasien kembali normal.
- Terjadi peningkatan asupan nutrisi.
- Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, SPC, MN, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Harnowo, Sapto. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Morgan, peer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan klinikal pathways. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rachmadi, Dedi. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut
Saputra, Lyndon. 2012. Medikal Bedah Renal dan Urologi. Tangerang: Binapura Aksara Publisher
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Staf Pengajar IKA UI. 2004. Standar Pelayananan Medis IDAI. Jakarta: Erlangga
Demikianlah Artikel Glomerulonefritis Akut (GNA)
Sekianlah artikel Glomerulonefritis Akut (GNA) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Glomerulonefritis Akut (GNA) dengan alamat link https://askep-nursing.blogspot.com/2015/09/glomerulonefritis-akut-gna.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar